Sulitnya Mencarikan Istri buat Djoko Susilo

Tim penggerak CoWasJP Surabaya dari kiri Abdul Muis, Koesnan Soekandar, Thomas (belakang), dan Suhu saat berkunjung ke rumah anggota cowas. (Foto: CoWasJp.com/gedhebuk)

COWASJP.COM – style="text-align:center">O LE H: KOESNAN SOEKANDAR

-------------------------------------------

BERITA meninggalnya junior saya Djoko Susilo; Selasa siang kemarin, tak pelak lagi membuat saya tersentak. Pasalnya, karena kami berdua ada kedekatan yang selama ini belum terungkap. Kedekatan kami bukan soal mengajarkan cara cara memburu berita atau cara menulis berita features. Atau masakah pekerjaan. Sama sekali tidak. Apalagi Djoko bukan anak muda yang lugu  Dia sarjana dengan predikat Cum Laude, sehingga ilmu jurnalistik yang ditularkan seniornya dengan mudah dia serap.

Karena itu dalam waktu kurang dua tahun, jenjang kepangkatannya naik dengan cepat mencapai golongan 2 D. Memang sejak Dahlan Iskan memimpin Jawa Pos, manajemen kepangkatan diatur sedemikian rupa. Misalnya sejak tahun 1983 wartawan yang baru masuk, golongannya 2 B. Kemudian pesuruh dan sopir golongan 1.

Nah, di balik prestasi yang gemilang ternyata laki laki yang kelak menjadi Dubes Swiss ini memiliki sifat yang pemalu kalau tak mau dibilang" kuper" ketika itu. 

Hal itu terungkap ketika suatu malam pertengahan 1986 tiba tiba dia menemui saya, ketika saya sedang asyik mengedit berita ekonomi. Setelah basa basi sebentar, anak muda berkaca mata tebal ini secara tak terduga menyatakan ingin ibekenalan dengan gadis gadis Surabaya." Saya ini sudah 25 tahun ndak punya teman wanita. Khan pak Koes kenal dengan George Harry Susanto", katanya sambil tertawa menutupi malu.

Memang, Saya sendiri ketika selain menjadi penjaga gawang halaman  ekonomi bisnis juga merangkap menangani rubrik hiburan, sehingga saya akrab dengan George (alm) yang tercatat sebagai pimpinan grup Fashion terkemuka di Surabaya. Tentu saja juga tahu petsis siapa saja anak asuh George yang dikenal cantik cantik itu. 

Sungguh, sebenarnya saya agak.kaget, tapi saya tetap meyambut hangat permintaan Djoko. Setelah sepakat,  hari Sabtu siang aya pun berangkat bersama sama mengendarai jeep Jimmy Katana warna biru. 

Sesampainya di rumah George di Jalan Majapahit Surabaya, kami disambut hangat oleh tuan rumah. Kenudian kami pun dijamu teh hangat dan kue kue. Tak beraoa lama kemudian munculah anak asuh George. Tak tanggung tanggung enam orang remaja cantik menemui kami usia.mereja rata rata antara 16 - 17 tahun. Saya sempat melirik Djoko yang tengah berkenalan. Dan terlihat tiba tiba Djoko nampak terperanjat, ketika hampir serempak mereka mempersilakan: Silakan diminum Oom.". Mereka memanggil Oom pada Djoko. 

Nah setelah setengah jam kami berbincang santai, kami pun pulang. Di tengsh perjalsnan Djoko bergumam, " wah pak saya dipanggil Oom, apa saya kelihatan tua. Tolong saya butuh teman atau istrilah. Bukan ponakan, " sambungnya terkekeh kekeh. 

Ya. Begitulah, tapi pada Djoko saya tetap berjanji mencarikan istri yang usianya sepadan atau paling tidaj usianya 20 an tahun lah. 

Kembali dua minggu kemudian lagi lagi laki laki bujangan ini muncul di depan saya. Saya pun ingat dan kembali berjanji mempertemukan gadis manis yang tinggal di kawasan Wonorejo Surabaya. 

Kemudian tibalah hari Minggu siang kembali saya bersama Djoko menemui sang gadis yang keponakan seorang perwira menengah TNI AD ini. Djoko sendiri berjanji kalau nemang cocok lahir bathin dia ingin memoeristri gadis itu.

Sesampainya di rumah gadis itu, Djoko tiba tiba agak kikuk  karena ternyata yang menemui bukan gadis yang saya sebut namanya 'M' itu tapi ayahnya. Saya sendiri memang kenal baik dengan hampir seluruh keluarga M. Tapi kalau gadisnya hanya keluar sebentar menghantar minuman ke ruang tamu.

Kemudian yang banyak berbincang bicang ayahnya, Djoko pun jadi kikuk. Tak sampau satu jam kami pyn pamit pulang. Seperti biasa ditengah perjalanan Djoko saya tanya, " gimana Jok." Diam sejenak, " ya anaknys lumayan manis, tapi bapaknya..nunggu terus, jawab Djoko.

Kemudian atas saran saya seminggu kemudian Djoko dengan PD nya Djoko apel sendiri. Esoknya ketika kita sama sama ngantor, Djoko tidaj muncul muncul di meja saya. Saya tunggu sampai satu jam dia tidak juga melapor perkembangan terakhir kunjungannya ke gadis M yang belakangan pamannya jadi orang nomor satu di Surabaya itu. Akhirnya saya yang berinisiatif menemui dia keika sedamg membuat berita.

"Hallo gimana khabarnya gadis Wonorejo? " tanya saya. " Sorry pak mungkin gak cocok wetonnya.

Bapaknya galak kelihatannya. Tetap nungguin terus. Ndak enak..ndak enak, " jawabnya sambil meneruskan ngetik. Nah sejak itu saya pun sadar bahwa menjadi mak comblang itu tidak semudah membalikan tangan. Apalagi setelah gagal mencarikan istri Djoko, saya juga sibuk dengan pekerjaan says sendiri. Sementara Djoko harus tuga di AS dan London.

Belakangan kira kira tahu  1995 saya dengar Djoko telah mebikah dengan gadis pilihannya. Jodoh memang di Tangan Allah. Seperti juga di  Tangan Allah jua kini Djoko berada. Doaku untukmu.

karangan-bungaC9gMB.jpg

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda