Beda Tipis Syukur dan Kufur

Penulis (kiri) bersama Gus Amus saat menghadiri reuni CoWasJP 2015 di rumah Bapak Imawan Mashuri Lawang, Kabupaten Malang. (Foto dan ilustrasi: CoWasJP.Com/gedhebug)

COWASJP.COM – ockquote>

O L E H: HUSNUN N DJURAID

------------------------------------------

BANYAK yang beranggapan bersykur itu sekadar  mengucap hamdalah setelah menerima atau mendapatkan sesuatu yang menyenangkan. Itu artinya, bersyukur dengan lisan. Padahal, syukur memiliki arti yang luas, menyangkut hubungan kemanusiaan dan ketuhanan.

Rasa syukur membawa dampak yang sangat besar dalam kehidupan yakni sabar menerima apa pun, baik yang menyenangkan maupun yang menyakitkan. Orang yang hidupnya penuh rasa syukur tidak akan sedih bahkan menangis bila ditimpa penderitaan, tidak akan tertawa terbahak-bahak saat mendapat kesenangan. Syukur ibarat sebuah telaga yang airnya jernih dan segar untuk diminum.

Saat dimasukkan sesendok gula, air telaga itu tetap segar diminum. Begitu juga saat dimasukkan sesendok garam, air telaga itu sama sekali tidak berubah, tetap segar menyejukkan.

Itulah sebabnya Allah memberikan balasan istimewa untuk orang yang bersyukur, nikmatnya akan dilipatgandakan. Sebaliknya kalau ingkar (kufur) – lawan dari syukur – Allah akan memberi adzab yang sangat pedih (Surat Ibrahim ayat 7). Ada tiga syukur yang harus dilakukan manakala mendapat nikmat dari Allah.

Pertama, syukur qalbi, yakni menguatkan keyakinan dalam hati bahwa segala apa yang diterima itu datangnya dari Allah. Ketika menerima keberhasilan tidak menganggap bahwa itu semata-mata hasil usaha dan kerja kerasnya, tapi tetap karena kekuasaan Allah.

Banyak manusia tergelincir saat mendapat keberhasilan karena merasa sombong dan menganggap dirinya hebat, seakan-akan semua yang didapatkan hasil jerih payahnya sendiri. Padahal, tanpa campur tangan Allah, semuanya mustahil.

husnun-satuRYSf.jpg

Kedua, syukur lisan, yakni pujian kepada Allah yang sudah memberinya banyak nikmat. Hamdalah terucap dari lisannya ketika mendapat nikmat. Sykur lisan bisa juga diwujudkan dengan menyampaikan kepada orang lain mengenai nikmat yang diterimanya, seperti firman Allah dalam surat Adduha ayat 11 : Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau sampaikan.

Ini penting agar semakin banyak orang yang tahu tentang nikmat Allah tersebut. Bukan sebaliknya, saat menerima nikmat, tidak berucap syukur, hanya karena jumlahnya sedikit. Kerap dijumpai orang mengeluh atau menggerutu karena dia mendapat pemberian yang sedikit. ‘’Kenapa hanya sedikit.’’ 

Ucapan yang salah dari lisan justru akan membawa pada kekufuran  yang membuat semakin banyak mengeluh. Mendapatkan apa saja, baik sedikit maupun banyak, keluhan selalu muncul. Ucapan keluhan dari lisan itu tidak menggambarkan rasa syukur. Maka jangan heran kalau keluhan dan penderitaan itu akan berkepanjangan hanya karena kesalahan lisan berucap.

Seharusnya, seberapa pun yang diperoleh – sedikit atau banyak – lisan harus dibiasakan untuk mengucap syukur, Alhamdulillah. Jagalah lisan untuk selalu bersyukur. Kalau tidak mampu, diam adalah pilihan terbaik, sebab dengan lisan, beda syukur dan kufur sangat tipis.

Ketiga, syukur perbuatan dengan seluruh anggota badan. Memanfaatkan nikmat yang diberikan oleh Allah berupa badan yang sehat. untuk beribadah kepadaNya. Anggota badan adalah karunia Allah yang tidak ternilai, maka harus kita manfaatkan secara maksimal untuk beribdah kepada Allah. Semua yang kita miliki ini akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah.

Bahkan anggota tubuh ini nanti yang akan memberi kesaksian kepada Allah tentang segala perbuatan kita di dunia. Semua bersaksi, kecuali lisan yang dikunci tidak boleh memberi testimoni, karena lisan manusia kerap berbohong. Anggota tubuh yang lain akan memberikan kesaksian secara jujur tentang apa saja yang sudah dilakukan di dunia. Itulah sebabnya, semua organ tubuh ini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk beribdah kepada Allah.

Tiga hal yang terkait syukur harus menjadi perhatian utama saat kita menerima nikmat dari Allah. Hati, lisan dan anggota badan harus dijaga untuk tetap bersyukur, bukan sebaliknya, kufur nikmat. Meskipun nikmat itu sedikit – secara kuantitas – tapi kalau disyukuri akan ditambah dan terus ditambah. Menjaga hati, lisan dan anggota badan lain agar tetap bersyukur dan tidak kufur, perlu sikap istiqomah.

Dimulai dari hal yang kecil, saat menerima sesuatu, hati meyakini itu datangnya dari Allah, lisan kita berucap hamdalah, dilanjut dengan semakin rajin ibadah. Jangan sampai muncul sikap hati jumawa yang kemudian berlanjut pada ucapan sombong menutupi kebesaran Allah. Atau sebaliknya, tidak meyakini apa yang diterima itu pemberian Allah yang berubah menjadi keluhan.

husnun-duaeEzTh.jpg

Mengeluh adalah perwujudan sikap para pecundang karena menghadapi masalah. Sebaliknya, para pemenang menganggap masalah sebagai tantangan yang harus diselesaikan. Mengeluh saja tidak akan menyelesaikan masalah. Bersyukurlah dengan hati, lisan dan perbuatan, niscaya akan mendapat nikmat berkecukupan.

Ukuran cukup masing-masing orang tidak sama, tergantung bagaimana mensyukuri nikmat tersebut. Kalau menuruti keinginan tidak akan hentinya, meskipun sudah punya emas satu lembah, tetap masih ingin punya lembah kedua dan ketiga. Sahabat Abdullah Ibnu Mas’ud mengatakan, Rasulullah SAW selalu berdoa, Ya Allah aku mohon petunjuk, ketakwaan, keterjagaan dan kecukupan. (*)

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda