Kereta Cepat-Cepat Untuk Apa

Kereta cepat Ukraine Express buatan Hyundai, Korea (foto : Agung Pamujo/CoWasjp.com)

COWASJP.COM – ockquote>

O l E h: Agung Pamujo

-------------------------------

SALAH satu isu top nasional sekarang adalah kereta cepat.  Sayangnya, top bukan karena citra positif. Lebih banyak dibicarakan negatifnya. Mulai dari biayanya yang super besar --5,5 miliar dolar Amerika Serikat atau Rp 70 triliun lebih--, kontroversi perijinan dan jenis proyeknya (murni swasta atau juga melibatkan pemerintah?). Yang aling penting: untuk apa? 

Saya tertarik untuk membahas yang terakhir saja deh. Untuk apa? Untuk siapa membangun kereta cepat ini. Apa urgensinya sehingga harus dibangun sekarang? 

Lantas saya kembali ingat ke Ukraina. Saat berkunjung ke negeri eks pecahan Uni Soviet untuk meliput Euro 2012 lalu, saya beberapa kali naik kereta cepat Ukraine Express. Saat itu --Juni 2012-- kereta cepat itu kebetulan memang baru dioperasikan. Dan, memang, dioperasikan khusus  untuk menyambut event yang juga disebut Piala Eropa 2012 itu. 

Sebagai tuan rumah kejuaran sepakbola antarnegara Eropa itu --bersama Polandia--, Ukraina kebagian menjadi penyelenggara di empat kota. Selain di ibukota Ukraina, Kiev, juga di Donetsk, Kharkiv dan Lviv. Jarak antarkota itu lumayan jauh. Dari Kiev, paling jauh adalah ke Donetsk, sekitar 700 kilometer lebih, hampir mirip Jakarta-Surabaya. 

Untuk membantu penonton Piala Eropa itulah, pemerintah Ukraina membangun Ukraine Express. Terbukti, kereta baru itu hanya melayani rute ke empat kota itu. Peresmian mulai operasinya pun pada awal Juni 2012, menjelang dimulainya kejuaraan. 

Pemerintah Ukraina menggandeng pabrikan asal Korea, Hyundai untuk membangun kereta cepat yang terhitung pertama beropasi di kawasan Asia Timur itu.  Itu sebabnya, di sana --saat itu-- kereta itu lebih populer dengan sebutan Hyundai, daripada Ukraine Express. 

Dan, Hyundai itu sangat membantu penonton. Saya pun merasakan. Pertama, bisa hemat biaya hotel kalau kita naik kereta yang berangkat malam, sampai di tujuan pagi. Kedua, waktu tempuh 1,5 kali lebih cepat. Kiev-Donetsk yang seperti Jakarta-Surabaya itu hanya 6,5 jam.  

Gerbong kelas 1, tempat duduknya 2-2, reclyning seat, harga tiket Kiev Donetsk saat itu Rp 535 hryvnia (mata uang Ukraina, sekitar Rp 600 ribu). Sedangkan kelas 2, 3-2, recylining seat juga, harga tiket 426,5 hryvnia (sekitar Rp 475 ribu). 

Meski 3-2 gerbong kelas 2 itu tidak kalah nyaman dengan naik Argo Anggrek yang tarif Jakarta-Surabaya bisa mencapai Rp 550 ribu. Bahkan lebih nyaman, karena lebih lapang. Selain juga kelebihan lain: ada wifi dan --ini yang penting-- tidak berisik dan tidak terasa guncangannya. 

erbong-eksekutijm0gz.jpg

Gerbong kelas 1 kereta cepat Ukraina Express (foto : Agung Pamujo/cowasjp.com) 

Selama Euro 2012 itu, kereta selalu penuh. Terbukti, kalau mendadak membeli tiketnya, tidak selalu dapat. Itu sebabnya, saya juga pernah naik kereta malam kuno yang ada kabin tidurnya untuk perjalanan antarkota di Ukraina saat itu. Selain,memang karena ingin tahu. 

Kereta malam kuno jarak tempuhnya dua kali lebih lama. Sementara harganya tidak selalu lebih murah. Untu kelas IV (1 kabin empat orang) memang lebih murah. Namun, untuk kelas 1 (1 kabin sendiri) bisa 50 persen lebih mahal dari naik Urakine Express dengan rute sama. 

*** 

Kembali ke soal urgensi kereta cepat. Ukraine membangun Ukraine Express karena ada kepentingan menyambut Euro 2012. Jepang pun membangun kereta cepat legendaris Shinkasen juga karena jadi tuan rumah Olimpiade Tokyo 1968. 

Momen olahraga seringkali memang menjadi alasan atau urgensi pembangunan satu fasilitas baru di sebuah negara atau kota.  Selain membangun fasilitas olahraga --misalnya stadion atau venue pertandingan--, banyak negara yang menjadi tuan rumah sebuah event olahraga akbar lantas membangun infrastruktur baru. Termasuk, China yang menjelang menjadi tuan rumah Olimpiade Beijing 2008 juga membenahi fasilitas subway atau kereta bawah tanahnya. 

Mungkin Brasil yang boleh dibilang tidak begitu gencar membangun/membenahi infrastruktur baru saat menjadi tuan rumah Piala Dunia 2014 dan kemudian tahun ini akan menjadi tuan rumah Olimpiade 2016.  Negara-nya Neymar ini tentu saja tetap melakukan persiapan. Namun, utamanya yang dibangun adalah stadion. 

Ada memang pembenahan bandara dan jalan. Tapi, tidak sampai membangun fasilitas baru, seperti kereta cepat misalnya. Saat bepergian antarkota di Brasil, selain naik pesawat, alternatifnya adalah naik bus malam, dengan waktu tempuh bisa 3 kali cepat Ukraina Express. Bisa jadi Presiden Brasil Dilma Roussef sadar betul bahwa negaranya tidak terlalu kaya.

pam-ngetikZkBTD.jpgPenulis di gerbong kelas 1 kereta malam Ukraina (foto : Agung Pamujo/cowasjp.com)

Pengeluaran Brasil dalam persiapan menjadi tuan rumah Piala Dunia dan Olimpiade, kabarnya tidak lebih dari 10 miliar dolar AS. Bandingkan, dengan China yang untuk Olimpiade Beijing 2008, menghabiskan dana persiapan 43 miliar dolar AS. Yunani yang ''miskin'' pun membelanjakan 19 miliar dolar AS saat menjadi tuan rumah Olimpiade 2004. 

Nah, kembali ke rencana membangun kereta cepat di Indonesia. Urgensinya apa sehingga kita yang tidak jauh lebih dari kaya dari Brasil sampai harus membelanjakan uang 5,5 miliar dolar AS untuk kereta cepat? Apalagi, kereta cepat itu ''hanya'' sampai Bandung. 

Indonesia memang akan menjadi tuan rumah Asian Games 2018. Momen ini dipakai untuk memacu penyelesaian pembangunan mass rapid transport (MRT) di Jakarta. Cocok. Wajar.

Sementara, kereta cepat Jakarta-Bandung, apa kaitannya dengan Asian Games? Wong, kota kedua penyelenggara pertandingan selain Jakarta, malah Palembang, di Sumatera. Memang --kita semua tahu-- ada alasan dari para pejabat pendukung proyek kereta cepat Bandung ini. Katanya, kereta cepat ini akan berdampak ke pengembangan ekonomi wilayah yang dilalui. Artinya, wilayah antara Jakarta-Bandung. 

Kalau alasannya demikian, mengapa tidak sekalian Jakarta-Surabaya? Bukankah urgensinya lebih besar, agar wilayah sepanjang Jakarta-Surabaya juga berkembang? Apalagi, kalau dilihat kebutuhan untuk memangkas efisiensi waktu tempuh, lebih penting ''mempercepat'' Jakarta-Surabaya daripada Jakarta-Bandung yang dengan Argo Parahyangan juga sekitar tiga jam saja. 

Atau, mengapa malah tidak memprioritaskan pembangunan di luar Jawa? Yang jelas lebih tertinggal dalam segalanya dibandingkan yang sudah dinikmati penduduk di Pulau Jawa. 

Sekalil lagi. Indonesia memang perlu memiliki kereta cepat. Perlu sekali, malah. Tetapi, mengapa kok malah Jakarta-Bandung.  Apa urgensinya kok harus dibangun sekarang? Untuk apa sih kok cepat-cepat harus dibangun sekarang meski masih banyak yang menentang? 
Untuk apa cepat-cepat? (*)

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda