COWASJP.COM – TAK banyak tokoh politik yang mampu bertahan menghadapi berbagai gelombang perubahan politik. Salah satunya adalah tokoh Partai Golkar Akbar Tanjung. Politisi ulung di Indonesia ini adalah orang yang berhasil memimpin Golkar di saat sulit. Ia berhasil menjaga partai penguasa Orde Baru itu tetap hidup di zaman reformasi. Politisi licin didikan Soeharto yang tetap eksis sampai kini.
Berita Terkait Sebelumnya: Mega, Sosok Personifikasi PDI Perjuangan
Jika ada pemilihan politisi sejati paska Orde Baru, Akbar Tanjung menjadi salah satunya. Lainnya adalah sosok pemimpin Ormas Islam terbesar di Indonesia; KH Abdurahman Wahid alias Gus Dur. Keduanya punya kelebihan dalam kerajinan politik (political crafting). Punya kemampuan merajut berbagai ganjalan menjadi peluang. Kepiawiannya diakui semua golongan.
Akbar merupakan politisi humble dengan jaringan lintas generasi. Ia bisa menerobos kaum tua. Tapi juga bisa berteman dengan anak-anak muda. Dia selalu memanggil adinda kepada para yuniornya. Juga tetap membalas ramah setiap sapaan dan pesan singkat yang dikirim melalui ponselnya. ''Apa kabar adinda?,'' sapa dia setiap kali saya berjumpa.
Di kalangan para wartawan, Akbar adalah politisi yang tak pernah bosan memberi penjelasan. Ia bisa sabar melayani pertanyaan yang berulang-ulang. Sepuluh kali pun pertanyaan sama diajukan, ia tetap jelaskan secara bergantian. ''Ini yang membuat Bang Akbar tetap eksis sampai sekarang,'' kata seorang wartawan senior suatu ketika.
Beberapa kali menjadi anggota kabinet dalam pemerintahan Soeharto, Akbar memegang kendali Ketua Umum Golkar di masa reformasi. Di saat lengsernya Orde Baru yang selama 32 tahun Golkar menjadi pilar utama pemerintahan. Ia memimpin partai di saat bandul politik berubah. Ketika segala yang berbau Orde Baru dibenci dan berusaha dihabisi.
Akbar Tanjung (Foto: merdeka)
Banyak pihak menuntut partai berlambang pohon beringin itu dibubarkan. Sebab, dianggap ikut bertanggungjawab terhadap sistem otoriter selama Soeharto memerintah. Partai ini dianggap sebagai bagian dari perusak tatanan bangsa di era sebelum itu. Ia dianggap sebagai penghambat reformasi politik karena Golkar merupakan produk Soeharto.
Presiden Gus Dur sempat mengeluarkan dekrit membekukan Golkar. Hal itu dilakukan bersamaan dekrit presiden Gus Dur untuk membekukan DPR/MPR serta mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat. Untung, dekrit yang dikeluarkan presiden itu tidak efektif dan malah mempercepat proses pelengserannya dari kursi presiden.
Berita Terkait Sebelumnya: SBY, Bisakah Bikin PD Kembali Pede?
Dalam situasi seperti itu, Akbar Tanjung menjadi orang pertama di Golkar. Ia harus menghadapi berbagai hujatan dan cercaan yang ditujukan ke partai dan dirinya. Ia juga harus menghadapi ancaman fisik ketika berkunjung ke daerah-daerah. Beberapa acara temu massa Golkar juga menghadapi pembubaran paksa. Di Jember, ia sempat kucing-kucingan dengan massa yang membubarkan acara Golkar.
Perusakan terhadap aset Golkar juga terjadi di beberapa daerah. Kantor Golkar di Jatim dijarah dan dibakar. Gedung mereka di Blitar diambil alih secara paksa oleh massa.
Ancaman, teror, dan cercaan menjadi santapan sehari-hari Akbar Tanjung selama deti-detik transisi politik tersebut. Partai penguasa selama 32 tahun itu menjadi tidak dikehendaki kahadirannya dalam kehidupan politik di Indonesia.
Akbar Tanjung (kiri) bersama Almarhum Gus Dur. (Foto: nasional.news.viva)
Singkatnya, Akbar menjadi tumbal Golkar di saat Orde Baru tumbang. Ia menjadi semacam sansak hidup. Sasaran pelampiasan kemarahan para politisi dan massa yang mendendam pemerintahan Orde Baru. Ia menjadi sosok yang ikut dibully dan dibenci ketika Soeharto tumbang.
Bagaimana dia menghadapi itu semua? Akbar yang sejak muda bergulat dengan berbagai organisasi ini punya daya tahan yang dahsyat. Menghadapi gelombang politik yang demikian, ia tidak tergulung. Ia tetap tegar dan lolos dari gelombang tersebut. Ia menjadi salah satu dari sedikit politisi produk Orde Baru yang mampu bertahan hingga kini.
Akbar mampu lolos dari berbagai jebakan politik yang berusaha dijeratkan kepadanya. Ia sempat ditahan beberapa saat di Gedung Bundar, Kejagung, dengan tuduhan korupsi. Namun, upaya itu gagal total. Ia bisa meloloskan diri dari pemeriksaan.
Sungguh, sebagai politisi, ia licin seperti belut kecemplung oli. Belut adalah jenis ikan berkulit licin. Warnanya hitam kecoklatan. Badannya bulat panjang.
Licin sekali!
Yang menarik, sampai sekarang ia tetap menunjukkan dirinya sebagai politisi ulung. Meski pernah menjadi sasaran massa Gus Dur dan juga nyaris dipenjarakan di masa pemerintahan awal reformasi, Akbar salah satu tokoh yang selalu hadir dalam haul tokoh NU tersebut. Ia selalu datang di acara tahunan yang digelar Gus Durian di Ciganjur. Sikapnya itu menunjukan seorang politisi yang tetap menghormati kawan dan lawan.
Barangkali karena keluwesannya sebagai politisi itu, ia berhasil mempertahankan Golkar dari goncangan hebat. Malah, secara personal ia juga tetap menjadi orang penting di masa reformasi.
Buktinya, ia bisa terpilih menjadi Ketua DPR RI hasil pemilu 1999-2004. Ia satu-satunya politisi warisan Orde Baru yang tetap diperhitungkan semua pihak sampai sekarang. Sekian lama tetap menjadi tokoh sentral di Partai Beringin.
Bagaimana ia mampu bertahan? Pertama karena kepiawian politiknya. Kedua kuatnya jejaring yang dimiliki. Ia punya jaringan kuat ke mahasiswa karena pernah menjadi Ketua Umum PB HMI. Ia dihormati di kalangan pemuda, karena ia salah satu pendiri KNPI dan bertahun-tahun menjadi Ketua Umum KNPI.
Foto: Tempo
Pria kelahiran Sibolga, Sumatra, 1945, ini juga punya akar di pemerintahan karena ia beberapa kali menjadi anggota kabinet di zaman Orde Baru. Ia pernah menjadi Menteri Pemuda dan Olah Raga, Menteri Perumahan Rakyat, dan Menteri Sekretaris Negara.
Semua itu membuat ia punya banyak akar di Golkar. Sudah banyak orang yang menjadi kader dia di partai beringin tersebut. Jejaring lintas partainya juga menjadi kuat karena latar belakang dia sebagai aktifis mahasiswa dan kepemudaan.
Sebagai politisi ia punya modal kuat untuk bertahan dan tetap menjadi sosok besar.
Yang menarik adalah gaya politik Akbar. Meski ia keturunan Sumatra Utara yang dikenal keras dan meledak-ledak, dalam berpolitik ia dikenal kalem. Cara bicaranya. Logatnya. Dan perilakunya dalam menghadapi lawan.
Gaya politik Akbar terkesan snagta Jawa. Apakah ini karena pengaruh istrinya yang keturunan Karaton Solo? Entahlah. Yang pasti, ia berhasil menjadi kepercayaan Pak Harto yang dikenal sangat Jawa dalam berpolitik.
Ia punya berbagai langkah untuk menjadikan Golkar bertahan dan tetap besar paska reformasi. Misalnya, dengan mengubah nama Golkar menjadi Partai Golkar yang kemudian disahkan dalam Munaslub 1998 di Bali. Perubahan nama itu dipilih sebagai upaya untuk memperbaiki citra buruk sebagai partai alat penguasa di zaman pemerintahan Soeharto.
Kepemimpinannya di Golkar di era reformasi baru berakhir ketika dikalahkan Jusuf Kalla dalam Munas ke VII di Bali. Saat itu, JK --demikian politisi pengusaha asal Makasar ini dipanggil-- menjadi Wakil Presiden hasil pemilihan presiden secara langsung pertama bersama Susilo Bambang Yudhoyono. Modal JK sebagai wapres itulah yang membuat JK bisa mengalahkan Akbar.
Akbar Tanjung (kanan). (Foto: berita2bahasa)
Habiskah karir politik dia? Belum. Meski telah disingkirkan kelompok JK selama kepengurusannya, ia berhasil kembali menjadi orang penting di partai itu dalam kepengurusan Abu Rizal Bakrie 2009-20014. Ia dipilih menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar. Ganti kelompok JK yang terpental dari Golkar.
Tampaknya, ketika JK kembali memegang kendali kuasa sebagai Wakil Presiden Jokowi, Akbar kembali disingkirkan. Partai Golkar berusaha dipecah dengan munculnya DPP Golkar kubu Agung Laksono. Pada saat JK berusaha menyatukan kubu Agung dan Ical --panggilan akrab Abu Rizal Bakrie-- Akbar merasa ditinggal.
''Saya sudah dianggap tidak ada dalam proses penyatuan kembali,'' keluhnya.
Dalam tahapan penyatuan kembali dua kubu dalam Golkar ini, Akbar memang tidak dilibatkan. Tampak bahwa yang sangat berperan dalam proses itu adalah JK. Juga ada tangan-tangan Menko Polhukam Luhut H. Panjaitan yang memang dikenal sebagai orang dekat Ical.
Inikah sangkakala bagi karir politik Akbar? Wallahu a’lam bi sawab. Saya yakin ia tidak tinggal diam. Ia pasti masih tetap menggalang kekuatan. Pada saatnya, ia akan tampil dengan kekuatan barunya. Kecuali takdir telah menentukan yang lain.
Akbar memang tipologi politisi yang tidak pernah mati. ''Seng ada matinya,'' kata orang Ambon. *)
Baca Berita-berita lainnya di CoWasJP.com. Klik Di Sini