COWASJP.COM – BREAKFAST hari pertama menginap di Erboy Hotel cukup memuaskan. Hidangan pagi ini cocok dengan selera. Sesuai pula dengan predikat hotel bintang tiga. Meskipun tak terlalu besar namun hotel tujuh lantai ini bersih dan menyenangkan.
Tidur pun menjadi pulas, setelah hampir sehari penuh, Sabtu hingga Minggu kedatangan kami di Istanbul hanya bisa “menidurkan” diri di dalam pesawat. Di kamar yang tidak terlalu besar, ada mesin pemanas, tapi tak perlu digunakan. Dengan menutup rapat-rapat jendela, udara dingin tak terlalu terasa.
Usai sarapan, kami manfaatkan jalan-jalan menyusuri kawasan sekitar. Di pagi hari, dinginnya lebih terasa menusuk. Berjalan dengan sedikit menahan dingin. Kawasan ini, seperti juga di kawasan wisata lainnya, banyak hotel, toko dan restoran yang beroperasi hingga larut malam. Di dekat ini, juga ada arena pertunjukan tarian sufi. Penarinya beberapa orang pria yang berputar-putar dengan iringan sayup-sayup musik berirama Timur-Tengah.
Yang nanti pada malam berikutnya kami ikut menonton tarian yang dikenal dengan Tari Sema. Pagi ini jadwal kami mengunjungi Istana Topkapi Place. Aktifitas kantor dan perdagangan dimulai pkl. 09.00, sehingga kita baru meninggalkan hotel setelah jam tersebut. Istana Topkaki hanya berjarak sekitar 200 meter dari tempat kami menginap, tetapi perjalanan menjadi jauh karena untuk menuju gerbang utamanya, kita harus berputar.
Bagi yang senang berkunjung ke museum, di Istanbul terdapat banyak museum. Untuk menghemat anggaran, kami membeli tiket terusan untuk 13 museum. Harganya 85 TL. Padahal untuk masuk Museum Topkapi, per orang dipungut 40 TL. Sebelum mencapai gerbang utama Topkapi, kami melewati Museum Arkeologi. Di suatu kompleks di Distrik Eminonu diapit Istana Topkapi dan Taman Gulhane. Di sini ada loket penjualan tiket terusan seharga 85 TL.
Gerbang utama Istana Topkapi. (Foto: Yamin Akhmad/CoWasJP)
Sebetulnya harga tiket untuk Museum Arkeologi hanya 20 TL, namun seperti yang saya sebutkan di atas, dengan membeli tiket terusan seharga 85 TL, bisa digunakan untuk 13 museum yang ada di Kota Istanbul. Museum Arkeologi bukan target kunjungan wisatawan. Sehingga pengunjungnya tidak terlalu banyak.
Hanya ada satu dua pasangan suami-istri dari Jerman serta sekelompok Mahasiswa lokal sekitar 50 orang yang tampak serius mengamati berbagai koleksi yang ditampilkan. Dalam tiga gedung yang berdampingan, ditampil ratusan atau bahkan ribuan koleksi arkeologi berupa patung-patung, ukiran dari bebatuan, serta ada pula lukisan karya seniman masa lampau.
ISTANA TOPKAPI
Pagi itu, gerbang utama Istana Topkapi sudah ramai pengunjung. Mereka antri untuk membeli tiket masuk seharga 40 TL. Kami yang telah memiliki tiket terusan harus tetap antri, karena untuk ke pintu masuk yang juga menggunakan alat diteksi seperti di bandara, hanya bisa lewat loket penjualan tiket. Istana seluas 700.000 m2 dibangun pada pertengahan abad ke 15. Sejak tahun 1453 – 1853 atau selama 400 tahun Topkapi berfunsi sebagai Istana.
Merupakan kediaman resmi Sultan Utsmaniyah selama 400 tahun. Setelah itu hingga tahun 1924 dijadikan akomodasi untuk pejabat. Dan sejak tahun 1924 sampai sekarang dijadikan Museum yang menyimpan berbagai peninggalan sejarah Islam, termasuk jubah serta pedang yang digunakan Nabi Muhammad SAW dan para sahabat beliau.
Pembangunan istana ini dimulai 1449 atas inisiatif Sultan Mehmed II. Kompleks istana terdiri dari empat lapangan utama dengan banyak bangunan-bangunan kecil. Pada masa kejayaannya istana ini dihuni oleh 4.000 orang. Disamping untuk tempat kediaman kerajaan di zaman Sultan Ottoman dan keluarga kerajaan, juga menjadi pusat administrasi dari Kekaisaran Ottoman. Juga digunakan untuk acara-acara kenegaraan serta hiburan kerajaan.
Pada abad ke 17, kejayaan Istana Topkapi mulai memudar seiring dengan selesainya pembangunan Istana Dolmabahce yang letaknya persis di tepi Selat Bosphorus. Dan Pada tahun 1856, Sultan Abdul Mejid I memindahkan kediamannya ke Istana Dolmabahce. Butuh waktu dua sampai tiga jam bila mau meneliti semua yang ada di Istana Topkapi. Letaknya yang di atas bukit, maka apabila kita berada di teras belakang istana, akan terlihat jelas hiruk-pikuk kapal-kapal kecil yang melayari Selat Bosphorus.
Salah satu ruang di Istana Topkapi. (Foto: Yamin Akhmad/CoWasJP)
Gerbang utama Istana Topkapi ditandai dengan dua menara berbentuk persegi delapan sebagai ciri arsitektur Bizantiun. Ada prasasti tertulis pintu gerbang utama dibuat tahun 1542. Melangkah ke dalam, ada dua bangunan besar yang pada zaman dulu digunakan sebagai pusat administrasi kerajaan. Sedangkan bangunan kedua meruapakan tempat berkumpulnya pejabat kerajaan. Setiap bangunan memiliki taman yang dihiasi dengan Burung Merak dan Rusa. Tetapi saat ini setelah jadi museum, hanya tinggal beberapa ekor Rusa yang berkeliaran di taman. Sementara dua gedung lainnya merupakan tempat pertemuan rahasia para petinggi kerajaan serta satunya lagi untuk gedung sekolah keluarga kerajaan.
Saat ini, seluruh gedung sudah diisi dengan berbagai macam peninggalan sejarah, termasuk peninggalan Nabi Muhammad SAW berupa Pedang Beliau(Pedang Nabawi), mantel, gigi Rasulullah yang tanggal saat perang Uhud. Pedang para sahabat, Abu Bakar as Siddiq, Umar bin Khattab, Utsman bi Affan dan Ali bin Abi Talib. Ada juga busana milik Fatimah Azzahra putri Rasulullah. Yang menakjubkan adalah cetakan telapak kaki kanan Nabi Muhammad SAW, yang tercetak saat peristiwa Mi’raj. Sedangkan telapak kaki kiri beliau konon tersimpan di Masjid Al Aqsa, Jerusalem. Sayangnya di dalam gedung tak dibolehkan mengambil gambar. Setiap sudut di ruang-ruang itu selalu ada petugas yang mengamati setiap pengunjung.
Yang tak kalah menarik dari istana ini, adalah ruangan dapur yang cukup besar dengan peralatan canggih pada zamannya. Ini menujukkan betapa beragamnya budaya kuliner di Turki yang masih dipertahankan sampai sekarang. “Kuliner Turki terkenal beragam. Sampai sekarang ada pasar khusus yang menjual berbagai macam bumbu masak kuliner Turki,” kata Bayu Dewangga yang setia mendampingi kami.
Masjid Biru atau Masjid Enam Menara dari kejauhan. (Foto: Yamin Akhmad/CoWasJP)
Sudah sekitar dua jam lebih kami berkeliling di dalam area Istana Topkapi, belum semua sudut didatangi. Waktu yang panjang tidak terasa, karena disediakan tempat-tempat istirahat. Kalau lelah berjalan, bisa duduk-duduk
sejenak. Kami pun harus meninggalkan Istana Topkapi, karena ingin melaksanakan sholat dhuhur berjamaah di Masjid Sultan Ahmet II atau yang lebih dikenal dengan Blue Mosque (Masjid Biru) yang letaknya sekitar satu kilometer dari Istana Topkapi. Untuk menuju Masjid Biru, kami melewati sebuah gedung bersejarah yang begitu mashur yakni Hagia Sophia. Bekas gereja termegah pada eranya, tetapi setiap Senin museum ini ditutup untuk umum.
Itulah strategi jitu pemerintah Istanbul, untuk memperpanjang masa tinggal pelancong. Strage ini juga berlaku bagi Istana Topkapi yang tutup pada pada hari Selasa. Sehingga untuk mengunjungi dua museum yang paling terkenal di Istanbul ini wisatawan butuh dua hari bila mereka tiba di Istanbul Sabtu atau Minggu, perlu dua hari lagi untuk bisa mengunjungi Tapkapi dan Hagia Sophia.
Jadi kita lewati saja sambil ngambil gambar sejenak dari luar gedung. Lokasi di tiga tempat utama yang berdekatan ini, Istana Tokapi, Museum Hagia Sophia atau juga dikenal dengan Agya Sofya serta Blue Mosque, perlu waktu dua hari. Lumayan bisa menambah waktu nginap wisatawan.
BLUE MOSQUE
Sultan Ahmet Camii atau yang lebih dikenal dengan Blue Mosque (Masjid Biru) adalah salah satu masjid bersejarah di Istanbul. Disebut Masjid Biru karena ubin biru yang mengelilingi dinding interior disain. Meskipun saat ini dominasi warna merah dari karpet yang memenuhi ruang masjid lebih dominan dibanding warna biru yang tampak mulai memudar seiring perjalalan waktu. Dibangun antara tahun 1609 hingga 1616 di era pemerintahan Sultan Ahmat I. Sebelum ini, Hagia Sophia yang sejak penaklukan Konstantinopel, dialihfungsikan dari gereja menjadi masjid yang kemudian pada 1924 yang menandai berakhirnya pemerintahan monarki ke republik, Hagia Sophia dijadikan museum.
Interior Masjid Biru. (Foto: Yamin Akhmad/CoWasJP)
Dari kejauhan, Masjid Biru hampir-hampir mirip dengan bangunan Hagia Sophia. Namun ciri utama masjid biru ada pada menaranya yang berjumlah enam, karena itu sering pula disebut sebagai masjid enam menara. Dan ini yang membuat ciri khas Istanbul, yang saya jadikan sub judul sebagai kota seribu menara. Bukan gedung-gedung tinggi namun itulah menara-menara masjid yang tampak di mana-mana.
Ada satu hal yang bisa dicatat, bahwa menara masjid di Turki umumnya sama yang membuat beda, besar-kecilnya menara yang disesuaikan dengan besar- kecilnya bangunan masjid. Jumlahnya pun begtu, kalau masjid tidak seberapa besar, cukup dengan satu menara. Namun rata-rata ada dua, tiga atau empat menara. Saat kami berada di Istanbul awal Mei lalu, menara Masjid Biru yang tampak hanya lima, karena salah satu menaranya sedang dalam renovasi. (bersambung)