Indonesia, Kata Mahfud Rusak

Menko Polhukam/Cawaprea Mahfud MD (tengah). (FOTO: instragram.com - mohmahfudmd)

COWASJP.COMInvestor pernah curhat ke Menko Polhukam, Mahfud Md, begini: “Pak, di Indonesia ini yang rusak penegakan hukum dan birokrasi,” ujar Mahfud di Konferensi Hukum Nasional di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (25/10/2023). “Maka, itulah yang harus kita benahi,” tambahnya.

***

IBARAT penyakit, itulah penyakit jantung Indonesia. Kronis-gawat. Bisa diartikan, bahwa hukum tidak tegak, birokrasi sengaja dibuat berbelit-belit. Keduanya menyatu ke korupsi. Aparat Penegak Hukum (APH) dan birokrat mencairkan (menjadikan uang) segala urusan.

Mahfud terkenal berani, blak-blakan. Hal yang ia katakan itu sudah jamak, diketahui mayoritas masyarakat Indonesia, dari dulu hingga kini. Tapi tidak ada pejabat tinggi negara yang berani mengatakan itu.

Mahfud: "Soal penegakan hukum, oke-lah… Kalau penegakan hukum itu kadang kala masalahnya adalah terjadi slintutan (Bahasa Jawa slank, artinya sembunyi-sembunyi). Ujung-ujungnya korupsi.”

Mahfud memberi contoh: "Misalnya, ada investor mau membangun pabrik baterai di Padang (Sumatera Barat). Sampai dua tahun, izinnya nggak keluar juga. Sebaliknya, ada investor lain yang baru (minta izin) tiba-tiba izin dikeluarkan. Karena, lewat di balik pintu. Saya kira itu yang harus kita bicarakan." 

Diperjelas: "Jadi, kalau orang ndak nyuap, maka ndak jalan. Kalau nyuap, kalau ketahuan, dipenjarakan. Dibilang ia (investor) nyuap. Padahal ia (investor) sebenarnya diperas.”

Sebab, logikanya semua investor bersikap efisiensi. Tidak mungkin investor menyuap, yang berarti pemborosan investasi, jika ia tidak diperas oleh pemegang otoritas terkait investasi. Karena investor sengaja dipersulit oleh birokrat, maka investor daripada pusing-pusing lebih baik menyuap.

Mahfud punya contoh lain. Kasus korupsi terkait PT Duta Palma. Mahkamah Agung (MA) malah memangkas hukuman uang pengganti bos PT Darmex Group dan PT Duta Palma, Surya Darmadi, dari Rp 42 triliun menjadi Rp 2 triliun.

Diuraikan: "Uang pengganti Rp 42 triliun itu dikabulkan oleh pengadilan. Betul perhitungannya. Pak Febrie Adriansyah (Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus), betul. Pengadilan mengabulkan, lalu diputus segitu. Tapi di MA dipotong. Nggak ada ini… kerugian keuangan negara. Yang benar hanya Rp 2 triliun. Uang pengganti diturunkan." 

Ia juga mencontohkan kasus Indosurya, yang membuat bos perusahaan tersebut bebas murni atas kasus penipuan dan penggelapan dana Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya. 

Mahfud: "Saya bilang ke Pak Kabareskrim Polri, kejar lagi, dari kasus lain. Juga kita sambil kasasi. Akhirnya divonis 18 tahun penjara dan denda Rp 12 triliun, padahal semula bebas murni di putusan pengadilan. Nah, yang begini-begini kita harus sepemahaman dalam proses hukum, kalau kita ingin menyelamatkan negara ini.”

Dari dua contoh di atas terjadi saling-silang. Di kasus PT Duta Palma, terdakwa Surya Darmadi divonis Pengadilan Negeri harus membayar uang pengganti kerugian negara Rp 42 triliun. Tapi di tingkat Mahkamah Agung uang pengganti disunat jadi Rp 2 triliun.

Di kasus KSP Indosurya, terdakwa Henry Surya oleh Hakim Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Syafrudin Ainor divonis bebas murni. Tapi setelah naik kasasi, Mahkamah Agung menjatuhkan vonis 18 tahun penjara serta denda Rp 12 triliun. Bedanya bagai langit dengan jurang.

Intinya hakim di tingkat Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung sama saja.

Ceplas-ceplos. Itulah Prof Mahfud. Guru Besar Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta sejak 1984.

Di bidang investasi, Indonesia sangat menarik buat investor. Cantik dan menarik. Bak gadis desa yang cantik, tapi tidak berdandan. Polos apa adanya. Tapi punya kecantikan alamiah.

Dikutip dari laman US Department of State berjudul "2022 Investment Climate Statements: Indonesia" diurai begini:

"Indonesia merupakan negara tujuan investasi asing langsung (Foreign Direct Investment-FDI) yang menarik. Karena demografinya yang relatif muda. Permintaan pembelian dalam negeri yang kuat. Situasi politik relatif stabil. Sumber daya alam melimpah, dan kebijakan makroekonomi yang baik."

Terutama, sumber daya alam melimpah. Alias kecantikan alamiah.

Dilanjut US Department of State: "Pejabat pemerintah Indonesia sering menyatakan bahwa mereka menyambut baik peningkatan FDI yang bertujuan untuk menciptakan lapangan kerja. Memacu pertumbuhan ekonomi dan menarik investor asing. Terutama yang berfokus pada pembangunan infrastruktur, manufaktur berorientasi ekspor, industri kilang pertambangan, dan investasi ramah lingkungan."

US Department of State juga paham, untuk memperbaiki iklim investasi, pemerintah Indonesia menerbitkan Omnibus Law Cipta Kerja (UU No. 1/2020) pada Oktober 2020 untuk mengubah puluhan undang-undang yang dianggap menghambat investasikan. 

Perjanjian ini memperkenalkan pendekatan berbasis risiko untuk perizinan usaha. Menyederhanakan persyaratan lingkungan hidup dan sertifikat bangunan. Reformasi pajak untuk memudahkan berusaha. Peraturan ketenagakerjaan yang lebih fleksibel. Serta penetapan daftar investasi prioritas. 

Dilanjut: "Hal ini juga menyederhanakan proses perizinan usaha di tingkat daerah." 

Pernyataan US Department of State itu, sama seperti dikatakan Mahfud.

Terus... US Department of State melanjutkan, bahwa pada saat yang sama, investor menyatakan khawatir terhadap peraturan teknis yang membatasi, inkonsistensi kebijakan, inefisiensi birokrasi, kurangnya infrastruktur, masalah kesucian kontrak, dan korupsi.

US Department of State mencatat, Agustus 2021, Kementerian Penanaman Modal, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Indonesia meluncurkan Online Single Submission (OSS) Berbasis Risiko. Itu sistem online terintegrasi. Memangkas hampir semua proses perizinan (kecuali di sektor minyak dan gas, serta keuangan). 

Berdasarkan OSS, bisnis yang dianggap berisiko lebih rendah akan menghadapi lebih sedikit persyaratan administratif untuk mendapatkan izin dan lisensi. Atau disederhanakan.

Pemerintah Indonesia menghapuskan persyaratan izin mendirikan bangunan, dan melonggarkan izin lingkungan, yang dianggap pemerintah sebagai sumber utama korupsi dalam proses perizinan usaha. 

Sistem OSS menyederhanakan penerbitan izin, namun mengintegrasikan kewenangan lintas kementerian yang tumpang tindih ke dalam satu sistem. Baik di tingkat nasional maupun daerah.

Omnibus Law mewajibkan pemerintah daerah terintergrasi sistem perizinan mereka ke OSS. 

Undang-undang ini memperbolehkan pemerintah pusat untuk mengambil alih kewenangan pemerintah daerah jika kinerja mereka tidak berjalan baik. 

Sampai di sini. Persis, tak ada terbuang, dengan uraian Prof Mahfud.

Mahfud sangat paham ini, sebab ia terlibat langsung sebagai pejabat tinggi negara. Ia mengungkapkan kelemahan Indonesia, yang ibarat sakit jantung. Kronis-gawat. Tapi, juga tidak segera mati. Sejak Indonesia merdeka hingga kini. Penyakitnya tetap itu.

Mahfud juga mengatakan (tertera di paragraf pertama tulisan ini): “Maka, itulah yang harus kita benahi.” 

Ucapan Mahfud yang ini, bukan selaku Menko Polhukam lagi. Sudah beda. Sudah sebagai Cawapres, mendampingi Capres Ganjar Pranowo di Pilpres, 14 Februari 2024. Di sinilah repotnya pejabat Indonesia. (*)

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda