COWASJP.COM – > Oleh: Agung Pamujo
BIAR tuntas. Dan, alhamdulilah memang tuntas. Tercapai. Ya, keinginan untuk meliput Piala Dunia yang merupakan salah satu motif saya jadi wartawan, akhirnya tercapai. Karena itu, saya mohon ijin menuntaskan tulisan serial mBonek di Ukraina ini sampai ke ujungnya : mbonek hingga Copacabana.
Saya bisa meliput Piala Dunia 2014 di Brasil, memang ada hubungannya dengan liputan ke Piala Eropa 2012 di Ukraina. Seperti mimpi. Setelah dipindah dari desk olahraga, kemudian malah keluar dari Jawa Pos, berlanjut meninggalkan Jawa Pos Group, dan pada 2014 itu status saya bekerja di Majalah BUMN Track, sepertinya tidak ada jalan untuk bisa mewujudkan mimpi ke Piala Dunia.
Karena itu, mimpi bisa melanjutnya keinginan meliput Piala Dunia pun saya sebenarnya tidak berani. Saat media mulai membuat ‘’pemanasan’’ tentang Piala Dunia 2014 yang akan berlangsung di Brasil, saya dalam posisi seperti Jokowi waktu itu: nggak mikir, nggak mikir ...he .. he.. he.
Akhir 2013 sampai awal 2014 saya sibuk menyusun buku tentang CSR Bank BRI yang memberi beasiswa kepada mahasiswa asal Papua. Berlanjut, mulai Januari 2014, saya menerima tawaran bergabung di Majalah BUMN Track. Masih ditambah, diamanati jadi komisaris sebuah perusahaan asuransi. Benar-benar jauh kan dari ‘’jalan menuju Copacabana’’?
Penulis (paling kiri) bersama suporter Jerman di depan Hotel Sao Fransisco, Rio de Janeiro. Dua dari kanan adalah Pak Chandra. (Foto dokumen Agung Pamujo/Cowas)
Namun, jalan itu secara ajaib (berlebihan ya? hehehe) ternyata ada. Dan, datangnya dari Ukraina. Lebih tepatnya --seperti yang saya tulis di atas-- jalan itu terkait dengan liputan saya ke negeri eks pecahan Uni Soviet itu, meliput Euro 2012. Dan, sebenarnya, datangnya dari Semarang.
**
Adalah sekitar awal Maret 2014, ketika ada masuk pesan melalui whatsApp saya, dengan nama pengirim Chandra Widjaya. Itu adalah nama di contact list di HP saya untuk Ketua Taekwondo Indonesia Jawa Tengah, saat itu. Pak Chandra yang juga pengusaha di Semarang dan mania bola itu menulis kira-kira begini: Halo Pak Agung, apa kabar. Nggak liputan ke Brasil?
Saya berkenalan dengan Pak Chandra menjelang ke Ukraina pada 2012 . Kami bertemu di Kedubes Ukraina di Jakarta, saat sama-sama mengurus visa. Sebagai sesama Semarang, kami bertukar kontak, dan janjian bertemu saat di Ukraina. Dan, begitulah, kami sering nonton bersama di Kiev, di Donetsk. Usai dari Ukraina, masih saling kontak. Tapi, jarang. Sampai masuk pesan pada Maret 2014 itu.
Pesan itu pun lantas saya jawab : Kabar baik Pak. Semoga Pak Chandra juga begitu. Belum ada rencana ke Brasil, Pak. Nggak ada sponsor. Pak Chandra lantas menjawab: Ah, masak Pak Dahlan nggak bisa memberangkatkan wartawannya ke Brasil?. Saya pun membalas: Saya tidak di Jawa Pos lagi Pak. Lantas, percakapan dengan kalimat kira-kira seperti di atas itu, berhenti.
Setelah itu, tidak ada kontak lagi. Saya pun nggak mikir lebih lanjut soal ke Brasil. Sempat memang tergoda: iya ya, saya kan pingin meliput Piala Dunia. Tapi, saat harus realistis dengan fakta bahwa saya bekerja di majalah tentang BUMN, saya pun mengabaikan godaan itu.
Sampai kemudian Pak Chandra lagi kontak saya lagi. Kali ini lewat telepon. Intinya, dia ‘’mengajak’’ saya ke Brasil. ‘’Pak, ayo berangkat ke Brasil. Ini saya sudah pesan tiket dan hotel. Tapi, ada teman yang batal berangkat pak. Jadi tiket dan hotelnya ngganggur,’’ katanya, saat itu, awal Mei 2014.
Wah, tawaran menarik itu. Dari diskusi lebih lanjut, memang voucher hotel bisa saya manfaatkan. Tapi, tiket pesawat (penerbangan Jakarta-Sao Paulo pp dengan Singapore Airlines) kan tidak bisa diganti nama. Saat itu, saya searching, harga tiket sekitar Rp 30 juta. Pak Chandra tetap ‘’memaksa’’ saya berangkat. Dia janji bantu separo harga tiket. ‘’Ayolah Pak Agung,’’ katanya, waktu itu.
Saya bisa mendapatkan tiket sekitar Rp 20,5 juta, dengan menggunakan Citibank Card yang saat itu kerjasama dengan Emirates. Dengan bantuan Pak Chandra Rp 15 juta, artinya saya cuman perlu nambah Rp 5,5 juta. Saya perhitungkan dengan keperluan lain-lain (transpor lokal, tambahan biaya hotel karena saya berencana dua minggu di Brasil, makan, dll), saya perkirakan nambah Rp 15 juta. Rp 15 juta bisa dua minggu di Brasil, dan mewujudkan mimpi lama,menurut saya worthy lah.
Namun, meski secara ‘’ekonomi’’ masuk, saat itu saya belum langsung oke. Saya merasa tetap kurang sreg kalau sekadar jalan-jalan ke Brasil. Apa pun saya orang media. Saya harus melakukan liputan. Nah, jalan itu akhirnya datang dari BUMN bidang media, LKBN Antara.
Saya pun kemudian bisa deal dengan pemimpin redaksi Antara, bahwa saya membantu liputan Piala Dunia 2014 dari sisi lain. Karena Antara sudah mengirim wartawan resmi juga. Yang patut saya syukuri, Antara akan memberi fee atas tulisan saya itu. Alhamdulillah. Saya pun bertekad menulis sebanyak-banyaknya, hingga bisa mendapat fee untuk menutup Rp 15 juta itu.
***
Begitulah, Rabu, 2 Juli 2014, jam 00.40 WIB, saya terbang dari Bandara Soetta menuju Bandara Guarulhos, Sao Paulo. Terbang 23 jam di udara, dan alhamdulillah tetap bisa puasa, hampir 21 jam.
Tidak banyak kesulitan di Sao Paulo, maupun Rio de Janeiro, yang membuat saya harus mBonek. Puasa juga tidak terlalu berat, karena waktu puasa malah lebih pendek. Cuaca juga tidak terlalu panas. Kecuali, saat beberapa kali mampir ke Copacabana. Pantai di pinggiran Rio de Janeiro itu, benar-benar panas. Panas cuacanya, dan lebih ‘’panas’’ lagi, pengunjung perempuannya. Hehehe.
Tapi, sejujurnya, saya juga tidak begitu perform di Brasil. Jauh dari apa yang bisa didapat di Ukraina. Tidak bisa mbonek di stadion, baik di Stadion Corinthians, Sao Paulo maupun Maracana, Rio de Janeiro..Tidak bertemu bintang kecuali old cracks yang secara kebetulan bertemu di Copacabana (Ivan Zamorano, Christian Karembeu, Michel Platini).
Foto di pos liputan beberapa stasiun televisi, di depan Stadion Maracana, Rio de Janeiro. (Foto dokumen Agung Pamujo/Cowas)
Namun, secara pribadi, saya tetap bersyukur. Akhirnya terwujud mimpi meliput Piala Dunia. M. Ilham, wartawan Jawa Pos yang meliput di Ukraina dan kebetulan saat itu juga meliput di Brasil, berkata dengan nada canda: ‘’Sampean kini tuntas, sudah haji.’’ Ilham memang yang bilang, bagi wartawan olahraga, ke Piala Eropa ibarat umrah, ke Piala Dunia ibarat haji.
Saya bisa bilang, bahwa ini berkat Pak Chandra, sosok baik yang pada 30 Mei 2015 lalu mendahului kita karena kecelakaan saat ikut kegiatan balap sepeda Tour de Colo Muria Kudus. Saya juga bilang, berkat Antara yang membuat saya mantap berangkat ke Brasil karena memuat tulisan saya. Namun, saya yakin semua berkat keyakinan plus ikhtiar. Kesimpulannya, silakan mbonek, tapi lengkapi dengan keyakinan dan ikhtiar. Maka Anda bisa sampai di Ukraina, Copacabana, di mana saja! (habis)
Link tulisan saya soal Piala Dunia 2014 di Antara :
http://bola.antaranews.com/berita/443881/penggemar-bola-amerika-latin-pilih-dukung-jerman
http://www.antarasumut.com/berita/139675/foto
http://article.wn.com/view/2014/07/14/Brasil_rayakan_kekalahan_Argentina/