COWASJP.COM – ockquote>
O L E H: Imam Kusnin Ahmad
-------------------------------------------
MENURUT Kholid Mustofa, sesepuh Kampung Coklat, berawal dari kebangkrutan usaha ternak miliknya karena diserang virus Flu Burung pada tahun 2004.
Kamudian ia berpikir harus bekerja apa sebaiknya agar dapur keluarganya tetap ngepul? Kebetulan saat itu keluarganya punya kebun seluas 750 m2 yang sudah ditanami Kakao sejak tahun 2000.
"Tanaman kakao itulah yang menjadi inspirasi awal saya. yang ketika itu tiada pekerjaan. Sedang tuntutan ekonomi mengantar saya fokus menekuini kakao,’’ ungkap Kholid.
Hasil panen Kakao pertama dijual ke Sumberpucung, Kabupaten Malang, dengan harga Rp. 9.000/ Kg. Harga tersebut menjadi motivasinya. “Yang tidak dirawat saja bisa laku segitu, apalagi jika dirawat," katanya mengenang.
Akhirnya ia memutuskan untuk mendalami budidaya kakao dengan magang di PTPN XII Blitar dan Puslit Kota Jember.
Setelah magang di PTPN XII Blitar dan Puslit Kota Jember, akhirnya ia menekuni budidaya kakao dengan mengajak beberapa rekan yang kemudian membentuk Gapoktan Guyub Santoso.
Gapoktan Guyub Santoso berdiri sejak 1 Januari 2005. Pada perkembangannya Gapoktan Guyub Santoso membentuk badan hukum UD, CV dan KSU yang kesemuanya bernama Guyub Santoso dan bergerak di bidang pemasaran biji kakao baik di pasar regional, nasional maupun ekspor.
Setelah berhasil mengekspor, Gapoktan Guyub Santoso melakukan pengembangan dengan memulai memproduksi olahan coklat sejak tahun 2013. “Coklat dengan cita rasa original ber-merk GuSant menjadi produk unggulan Guyub Santoso,’’ katanya.
Hingga kini dari hari ke hari perkembangannya terus meningkat. Puncaknya mulai tahun 2013, setelah mendirikan Kampung Coklat. Setiap hari tidak kurang 2000 orang datang ke lokasi itu. Tidak jarang para pejabat pusat dan daerah datang ke lokasi itu.
Gus Ipul misalnya
Juga para anggota DPRD daerah dan Pusat, seperti Muhammad Sarmuji, anggota DPR-RI komisi VI yang membidangi Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan BUMN.
Biasanya pejabat yang datang sangat mengagumi tempat itu. “Luar biasa. Hebat. Gak nyangka kalau di Blitar ada wisata yang cantik seperti ini,” ungkap Sarmuji sambil berjalan melihat-lihat kebun kakao ketika itu.
Pria berkacamata tersebut menilai, industri wisata kreatif semacam ini harus terus didorong. Selain bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat juga sebagai motor penggerak yang akan membangkitkan industri pendamping. “Ya, kalau sudah ada kampung coklat seperti ini kan warga sekitar bisa turut merasakan manfaatnya. Kampung coklat dapat mendorong warga sekitar untuk membuat produk makanan. Dan ini sudah terbukti. Banyak warga yang menjual produknya disini,” lanjutnya sambil melihat makanan olahan di galery produk kampung coklat.
Sarmuji anggota DPR RI saatberkunjung ke lokasi itu. (Foto: cowasjp.com)
Owner kampung coklat Kholid Musthofa memberikan penjelasan mengenai wahana wisata yang ada di kampung coklat. Mulai dari pembibitan kakao hingga produksi coklat menjadi makanan olahan.
“Ini lahan pembibitannya, pak. Jadi wisatawan dapat belajar menanam kakao. Mereka juga bisa membeli bibit untuk ditanam di rumah,” terang Kholid sambil menunjukkan lokasi pembibitan.
Di ruang cooking class, Sarmuji dan Suswati mencoba berkreasi menghias coklat. “Wah ternyata lumayan menantang ya, kalau nggak biasa susah. Imajinasi harus tinggi. Hahaha," kata Sarmuji sambil tertawa.
“Cooking class ini memang didesain untuk melatih kreativitas wisatawan, pak. Jadi mereka bisa berkreasi sesuka hati mereka menghias coklat. Hanya Rp 5.000 per orang. Dan ini menjadi bagian wisata yang paling disukai wisatawan,” terang Kholid.
Sebelum meninggalkan kampung coklat, tak lupa Sarmuji berbelanja di galery. Ia pun berpesan agar wisata edukasi ini terus berinovasi.
”Sekarang sudah luar biasa. Namun perlu terus ditingkatkan inovasinya. Saya yakin kampung coklat akan terus berkembang dan tambah sukses,” tutupnya. sambil memilih oleh-oleh yang akan dibawa ke Jakarta. ***