COWASJP.COM – ockquote>
Laporan Eksklusif: Kamal Mushthofa
----------------------------------------------------
dari Dubai
ADA satu pertanyaan besar yang mengurung benak generasi muda Indonesia kelahiran tahun 1990-an. Mengapa Belanda menjajah negeri ini sangat lama? 350 tahun! Mengapa “wong Londo” (orang Belanda) ngotot mengusai ibu pertiwi tiga abad lebih?
Jawaban yang kami peroleh dari buku sejarah tak memberikan penjelasan yang terang benderang. Penjelasan buku sejarah terasa formal dan normatif. Tak substansial.
Kalau sekadar untuk perluasan wilayah, mengapa harus jauh-jauh ke Asia Tenggara? Dan, mengapa harus di Indonesia? Dibutuhkan energi dan biaya sangat besar dan terlalu boros?
Di mana logikanya? Belanda yang nun jauh di sana harus buang-buang energi dan biaya buat mencengkeram Nusantara. Padahal, mereka bukan jagoan migas (minyak dan gas bumi). Bangsa Belanda tidak hebat dalam explorasi pertambangan. Bagi generasi usia dua puluhan, seperti kami, benar-benar sulit memahami ulah wong Londo itu.
Alhamdulillah. Kini semua jawabab sudah kami temukan di Dubai! Ya, di pergelaran Gulfood inilah jawaban yang sangat memuaskan kami peroleh. Allah telah membuka hijap yang menyelimuti logika rasionalitas kami.
Kini kami baru paham dan sadar, mengapa Belanda jauh-jauh melanglang buana ke Nusantara, menjajahnya, dan tak mau hengkang dari Zamrud Khatulistiwa. Belanda tidak ingin memperluas wailayah negeri. Sama sekali tidak. Bukan itu tujuan mereka.
Mereka sangat tahu bahwa Negeri Zamrud Khatulistiwa sangat kaya akan hasil bumi. Gudang rempah-rempah terbesar di dunia! Tak ada negara lain sehebat Nusantara. Tak ada bangsa lain yang dikaruniai Allah dengan beragam kekayaan seperti Indonesia.
Kekayaaan alam inilah yang menjadi target pengerukan. Mereka mau mengambil itu semua. Mereka ingin menguasai rempah-rempah kita. Mereka “menggarong” kayu manis, lada putih, lada hitam, jahe, kunyit, dan cabe Indonesia. Mereka “membegal” cengkih dan pala Nusantara.
Mereka ingin menjadi penguasa kopi dan kakao dunia. Mereka sangat tahu, bila ingin jadi raja rempah dunia, hanya ada satu jurus: kuasai Indonesia. Kuasai Nusantara. Selesai.
Mata hati saya benar-bemar dibuka oleh Allah saat melihat semua itu di Gulfood, Dubai. Kami harus menuliskannya dengan huruf kapital: KOMODITAS INDONESIA TIDAK ADA DUANYA DI DUNIA.
Republik Rakyat Tiongkok yang gembar-gembor tentang kualitas jahenya yang top, ternyata nggak ada apa-apanya bila dibandingkan jahe Indonesia.
Memang, tampilan fisik jahe China sangat hebat. Tapi, bicara rasa, Indonesia tetap nomor wahid. Bicara soal rempah, alat ukur utamanya adalah rasa! Bukan performa.
''DITELIKUNG'' INDIA
Kami, Kamal Mushtofa, ingin menguji lebih jauh. Saya coba mendatangi perusahaan Jameel International Foodstuff Trading (JIFT) yang bermarkas di Syria. Perusahaan besar yang memiliki kantor cabang di Dubai, Riyadh, dan Jedah. JIFT memberikan jawaban sangat meyakinkan. Mereka setiap bulan mengimpor 3 - 4 kontainer lada putih dan lada hitam dari negara kita. Jahe kering 2 - 3 kontainer. Kunyit kering 2 kontainer.
Wouw. Ini baru satu perusahaan Syria. Perusahaan sekelas ini jumlahnya sangat banyak. Kami jadi makin bangga sebagai warga Indonesia. Bangga sekali!
Kami belum puas sampai di situ. Kami ingin melacak dan mencermati lebih tajam. Astaghfirullah. Cerita selanjutnya sangat menyesakkan dada. Rasa bangga kami tadi tidak bertahan lama. Hanya beberapa menit saja. Mengapa?
Ternyata, perusahaan Syria ini harus mengimpor semua komoditas asal Indonesia tersebut dari India. Mengapa harus dari India? Ternyata perusahaan India dapat pasokan dari Indonesia. Apanya yang salah?
Karena saya tahu beda harga jual dan harga belinya sangat fantastis. India beli murah dari Indonesia, kemudian menjualnya dengan harga sangat mahal ke Syria dan negara-negara Jazirah lainnya. Lemes rasanya tubuh ini. Sudah lemes karena belum sarapan, kemudian terpukul kenyataan buruk ini.
Kami pun bergegas ke stan perusahaan yang punya cabang di Jambi: PT Rajdular Brother. Mumpung saat itu kami sudah berada di blok rempah. Alhamdulillah, tak sulit menemukan perusahaan itu. Lebih tak sulit lagi, karena perusahaan itu termasuk stan yang paling diminati calon buyers.
Menakjubkan. Sekitar dua jam di stan Rajdular Brother, 16 kontainer deal. Terjual. Ruar biasa. Perusahaan yang menancapkan kakinya di Indonesia sejak 2006 itu mematok deal penjualan sangat besar. Kayu manisnya saja deal 12 kontainer per bulan. Sisanya 4 kontainer jahe kering per bulan.
Anehnya, mereka sama sekali tidak canggung pasang tulisan besar: "We are largest supplier of Indonesian spices".
Rupanya, tulisan itu menjadi daya tarik tersendiri. Maklum nggak ada kompetitornya. Wajarlah mereka mengaku sebagai supllier rempah terbesar dari Indonesia. Dari catatan yang sempat saya lihat, perusahaan ini dapat 248 visitors. Sebagian besar visitors mencapai deal. Tentu dengan jadwal order masing-masing.
Bos-bos India itu pun terus saja menebar senyum. Beberapa pembeli besar kontrak dengan advance payment 50 persen.
Rasanya kami ingin berteriak: "Indonesia!!! Bangunlah!! Sampai kapan kita mau seperti ini...?? Potensimu melimpah. Rempah-rempah, buah, kacang-kacangan, biji-bijian sangat banyak. Bahkan, getah damar yang tidak ada di negara lain mana pun. Kita punya! Barang itu sangat dibutuhkan untuk produksi Gum Benjamin. Sebuah produk yang menjadi aroma terapi di hampir semua hotel di Timur Tengah.
Itu semua hanya ada di BUMI INDONESIA!! Sampai kapan kita mau seperti ini??
JUMPA RIA HERAWATI
Tiba-tiba angan kami melayang. Saya membayangkan ketemu Pak Jokowi. Saya akan ceritakan kebanggaan seorang pemuda Indonesia di pentas pameran pangan terbesar di dunia, Gulfood, Dubai. Tapi, saya juga akan menceritakan kegundahan kami.
Gundah akibat kemerdekaan yang terjajah. Punya potensi melimpah, tapi tak berkah. “Ditelikung” India. Dikarunia rahmah, tapi tak dioptimalkan menjadi berkah. Kami ingin teriakan ini benar-benar menjadi picu Kebangkitan Nusantara.
Kami yakin, melihat potensi pasar global, bangsa Indonesia akan sangat gagah berdiri dan berteriak lantang. Tidak ada masalah dengan anjloknya harga minyak mentah dan batu bara. Kita punya spices yang tersebar di semua daerah. Dan....harganya itu lhoo.... menakjubkan!
Stan makanan Indonesia, (Foto: CoWasJP.Com)
Betapa besar potensi yang kita punya. Betapa melimpahnya kekayaan alam yang kita miliki. Tapi mengapa harus orang lain yang mengambilnya? Inilah persoalan nyata saat ini di awal abad XXI.
Belanda sudah lama enyah. Tapi masih ada bangsa lain yang “menelikung” kekayaan alam Indonesia. Ini semata-mata karena Bangsa Indonesia belum menjadi tuan rumah sendiri, belum menjadi penggarap dan juragan sendiri dalam pengelolaan hasil buminya yang sangat luar biasa itu.
Kami sedikit tahu tentang potensi rempah-rempah di sentra-sentra produksinya. Sebagai pemuda Jawa Timur, saya bisa dengan bangga mengatakan, ''Wis tah pokoke Indonesia top markotop!".
Saat sedang galau seperti itu, tiba-tiba saya tersadar. Ada sesama orang Indonesia: Ria Herawati. Kebetulan, kami sudah cukup tahu dia di FB, sebagai pemain damar besar di Lampung. Kami pun saling menyapa. Ketika kami minta dukungam tentang angan kami tadi, ternyata dia memiliki pendapat yang sama.
"Indonesia mempunyai peluang yang sangat menjanjikan di pasar internasional. Ini sebuah pameran yang sangat bagus untuk bisnis kita. Kita bisa mengenalkan produk kita dan mencari buyers dari seluruh negara di Dunia. Sayang, tak banyak orang Indonesia berkunjung ke tempat ini," ujar Ria.
Sambil ngobrol, kami sampai di hall 8 dan berjalan ke Za'abell Hall. Di situ terpajang jajanan khas Merah Putih. Ada teh botol Sosro. Ada kacang Dua Kelinci. Ada juga kopi Kapal Api. Di deretan itu, kebetulan sedang digelar demo memasak Mie Sedap dari PT Sayap Mas Utama/Wings Food Indonesia.
Menurut Enden Dhiaul Irfan, Head of Area International PT Dua Kelinci, "Acara seperti ini sangat penting. Kita perlu mengenalkan rasa khas Indonesia yang kaya rempah. Ini disukai banyak pengunjung.
Orang luar negeri itu selektif pilih produk. Kalau mereka nyicipi terus gak cocok, ya sudah. Pasti dilupakan. Kita di sini setiap mengeluarkan sample pasti diambil-ambil. Sampai-sampai ada yang ngambil satu kotak. Ha ha ha. Malah ada yang bawa kantong buat siap-siap borong.”
PEMERINTAH RI WAJIB MEMBANTU
Acara pameran seperti ini perlu. Perlu sekali. “Selain bisnis, kita juga bisa menarik pembeli dan menunjukkan bahwa brand kita tetap eksis."
Enden menjelaskan, partisipasi dalam pameran ini memang memerlukan biaya sangat besar. Sewa satu stand ukuran 4 X 4 saja 9.000 USD (Rp 120.600.000). Ini baru box-nya. Konstruksinya kena 2.500 USD (Rp 33.500.000). Stikernya, kita masih harus bayar lagi.
Sebuah harga yang sangat fantastis untuk ukuran pengusaha Indonesia.
Mungkin itu alasannya mengapa pengusaha rempah-rempah asli Indonesia tak satu pun yang muncul. "Sebenarnya untuk event sepenting dan sevital ini, pemerintah wajib memberikan bantuan. Lihatlah Vietnam. Pemerintah Vietnam turun tangan dan membantu. Pemerintah yang mengoordinasi dan akhirnya para pengusaha Vietnam mejeng satu blok dengan Malaysia dan Thailand. Lebih efektif.
Sayang, pemerintah Indonesia tidak membaca peluang ini. Padahal ini bagus untuk meningkatkan ekonomi Indonesia," papar Niko Ningsus Songko, B2B Manager dari PT Kapal Api.
Dia berharap di Gulfood yang akan datang, entah 22, 25, 28 bahkan 31 pun, Indonesia mempunyai stand semegah Brazil. Seindah Prancis. Atau...bahkan semeriah tuan rumah, Uni Emirate Arab.
Dan....itu sangat mungkin. Semoga Allah mendengar doa kita. Amiin... ***
Brosur PT Rajgular Brother pun mencantumkan Largest Suplier and distributor Indonesia. (Foto-Foto: CowasJP.Com)
Berita lainnya klik di sini: http://cowasjp.com