COWASJP.COM – ockquote>
O L E H: Ariyono Lestari
-------------------------------------
KENANGAN jaman Orde Baru kembali terasa belakangan ini. Terutama yang enak-enak: rupiah perkasa, harga bensin murah, sembako juga murah, keamanan yg terjaga dan sebagainya. Yang menyakitkan sudah dilupakan.
Padahal, kalau diingat, pemerintahan Orde Baru sangat represif kepada rakyatnya. Jaman dipimpin Jenderal Besar Soeharto, tak ada yg berani kasak kusuk ngrasani pemerintah. Mengritik Soeharto menjadi hal yang tabu dan "dosa besar". Dan, di jaman itulah muncul istilah disukabumikan, kata halus pengganti dibunuh.
Di jaman itu, pak Harto bilang dua kata saja: "Tak gebug.", esoknya sudah jadi headline koran2 dan lapsus majalah berita. Masih ingat istilah "setan gundul" dan otb (organisasi tanpa bentuk) kan yg diramesi oleh koran2 setanah air?
Tak sedikit lawan2 politik penguasa Indonesia 32 tahun itu yang dipaksa meringkuk di penjara tanpa proses pengadilan hanya dituduh menyebar kebencian terhadap pemerintah lewat pasal2 karet di KUHP. Pasal2 inilah yang belakangan santer beredar kabar akan dihidupkan lagi di era Jokowi.
Pers pun tunduk takluk, bahkan tiarap. Bahkan seperti diutarakan Gubernur NTB Tuan Guru DR KH Zainul Majdi, dalam tulisan Dahlan Iskan di blognya, masyarakat sudah tidak mempercayai berita dari media massa karena disetting oleh penguasa, kecuali berita hal 10 karena isinya iklan duka cita.
Sedemikian parahnya kondisi pers saat itu, kini sudah dilupakan orang. Bahkan, betapa sulitnya wartawan yg melipun kunjungan Soeharto pun, sudah dilupakan orang. Saya pernah meliput kunjungan acara pak Harto saat d Gresik, merasakan bagaimana harus masuk karantika seminggu mendapat penjelasan tata cara peliputan Pak Harto. Wartawan tulis tidak boleh berdiri, wartawan foto tidak boleh beranjak dari tempat yang disediakan.
Soeharto, Foto: kaskus
Kegetiran itu sudah terlupakan karena rakyat Indonesia terkenal sebagai rakyat yang pemaaf. Yang diingat justru ini: karena represif itulah, kondisi negara sangat aman. Bandingkan dengan kondisi saat ini di mana perampokan dan pembunuhan marak di mana-mana. Bahkan sering terjadi saling tembak antara aparat dengan penjahat, hal yang tak pernah terjadi di era Soeharto
Karena represif, pejabat negara menjadi sangat berwibawa dan terhormat. Tak ada satu pun orang yang berani melecehkan menteri2 pak Harto.
Yang diingat: karena represif justru membuat menteri2 tunduk patuh pada satu komando: Presiden Republik Indonesia Soeharto.
Sebagai pembantu Presiden, menteri2 yg dipilih Soeharto menjalankan fungsinya sesuai bidang. Tidak ada menteri selegenje dengan tugas yang diberikan pak Harto. Maka, pemerintahan pun berjalan sebagaimana mestinya.
Di era Habibie, suasana pemerintahan juga masih terjaga meskipun pers sudah diberi kebebesan lebih dengan dihilangkannya SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers) yang selama Orde Baru menjadi senjata untuk membungkam pers.
Memasuki era Gus Dur, pers semakin bebas. Presiden yang sebelumnya menjadi figur yang tersentuh, kini terbuka untuk dikritisi. Di era SBY bahkan makin parah. Presiden sebagai penguasa negara tak hanya bebas dikritisi, tapi bahkan sering dilecehkan. Foto hasil olahan Photoshop yg melecehksn SBY beredar bebas di media sosial, seperti face book dan twitter. Tetapi, di era Kabinet Indonesia Baru ini menteri2nya masih berjalan pada relnya,.masih relatif patuh pada perintah juragannya.
Nah, di era Presiden Joko Widodo yang akrab dipanggil jokowi inilah kondisi negara makin parah. Selain rakyat lewat medsos makin bebas melecehksn presiden dan jajarannya, para menteri pun sering selegenje dengan presiden.
Joko Widodo, Foto: sujanews
Karena itulah, belakangan.muncul istilah baru yang cukup menggelitik, yaitu Kabinet Gaduh.
Istilah Kabinet Gaduh muncul dari para netizens lewat akun2 face book. Istilah itu jadi mendapat pembenaran karena selama Jokowi memimpin yg baru seumur jagung ini memang sering diwarnai kegaduhan politik. Mulai dari upaya penggembosan KPK dengan ditersangkakannya 2 pimpinan KPK Bambang Widjojanto dan Abraham Samad, kagaduhan calon kapolri BG, lalu muncul kasus Buwas yg "ditendang" dr jabatan Kabareskrim karena ngutik-utik kasus pelindo 2.
Belakangan kagaduhan politik semakin menjadi-jadi dengan mencuatkan Freeport Gate yg berhasil melengserkan Setya Novanto dari kursi ketua DPR RI. Tingkah para pembantu presiden yg selegenje, saling serang antarmenteri, komen2 ngawur dan kecenderungan para menteri yg tidak sendiko dhawuh pada titah "sang raja".
Jadi, istilah Kabinet Gaduh nampak pas disematkan pada pemerintahan Jokowi. Karena, kegaduhan politik bak cerita bersambung, hampir setiap hari ada. Lantas, kalau gaduh terus, kapan kerjanya.
Kalau di Jawa Pos dulu ada kalimat lucu: "Yak apa kejae...?" nampaknya perlu disampaikan juga ke Orde Gaduh ini. Akhirnya, yang dinikmati rakyat sekarang tinggal stiker di bokong truk bergambar Pak Harto melambaikan tangannya, "Piye? Isih enak jamanku to?"
Baca berita-berita Lainnya di CoWasJP.com. Klik Di SINI