COWASJP.COM – ockquote>
Oleh: JOKO INTARTO
---------------------------------------------------
Konsultan dan Praktisi Bisnis Media
PADA masa lalu, banyak orang yang berpendapat masa pensiun sama dengan mulainya ‘’masa tidak produktif’’. Tapi anggapan tersebut saat ini sudah tidak relevan lagi.
Buktinya, banyak orang yang justru semakin sukses setelah pensiun. Terutama, mereka yang mau pensiun dini atau berhenti bekerja pada saat masih belum saatnya.
Saya punya banyak contoh kawan yang masih muda-muda. Usianya baru menginjak 40 tahun. Tapi sudah tiga kali pensiun!
Mereka mulai bekerja pada usia 27 tahun. Berarti selama 13 tahun sudah berganti di tiga perusahaan. Bidang pekerjaannya sama. Posisinya saja yang semakin baik.
Kelompok ini, boleh dikategorikan sebagai profesional pensiunan. Artinya, setelah pensiun di satu perusahaan, mereka melanjutkan bekerja sebagai profesional di tempat lainnya.
Ada lagi yang setelah pensiun beberapa kali, kemudian mendirikan usaha sendiri. Ada yang mengeluti bidang yang sama dengan yang ditekuni selama bekerja. Ada juga yang tidak. Kelompok ini sebut saja entrepreneur pensiunan.
Profesional Modal Dengkul
Menjadi pensiunan profesional tentu lebih mudah. Sebab, mereka hanya perlu mendayagunakan kemampuan yang telah dimiliki untuk menghasilkan income. Profesional modal dengkul mungkin istilah yang cocok.
Istilahnya, tidak perlu belajar lagi. Begitu pensiun bisa langsung bekerja lagi di tempat lain, dengan gaji dan jabatan yang mungkin lebih baik.
Seorang wartawan yang pensiun dari sebuah perusahaan media bisa bekerja lagi menjadi redaktur di perusahaan media yang baru. Begitulah profesional pensiunan.
Seorang wartawan yang pensiun dari sebuah perusahaan juga bisa memulai bisnis di bidang yang sama. Misalnya, mengelola penerbitan buku. Kalau memiliki kemampuan bahasa asing yang baik, dia bisa mendirikan perusahaan jasa penerjemahan naskah buku untuk penerbit lain.
Seorang layouter penerbitan media yang sudah pensiun juga bisa mendirikan perusahaan jasa pracetak untuk berbagai produk cetakan, mulai buku, majalah, undangan sampai brosur dan materi promosi lainnya.
Penyerahan keuntungan usaha jahe instan untuk kas Perkumpulan CowasJP. (Foto: Erwan W/CowasJP)
Jadi, modal untuk memulai bisnis adalah apa saja yang sudah dikuasainya. Menulis buku dengan menulis berita sama saja.
Dua-duanya menggunakan ilmu jurnalistik. Bedanya hanya pada teknik penulisannya. Tidak sulit bagi seorang wartawan berita ketika harus banting setir menjadi penulis buku. Terutama yang sudah biasa menulis artikel ilmiah popular dan features.
Bisnis Modal Dengkul
Profesi wartawan membuat seseorang memiliki akses yang sangat luas. Wartawan berkesempatan membangun komunikasi dengan narasumber yang memiliki beragam latar belakang. Wartawan berpeluang mendapat berbagai informasi bisnis menarik dalam tugas profesionalnya.
Akses jejaring itulah asset yang mahal bagi seorang wartawan. Melalui akses dan jejaringnya, wartawan bisa memulai sebuah bisnis modal dengkul ketika sudah memutuskan untuk segera pensiun. Akses dan jejaring itulah modalnya.
Saya salah satu pensiunan yang memulai bisnis dengan jurus modal dengkul itu. Alhamdulillah, usaha saya masih eksis hingga sekarang. Meski, kelasnya UKM.
Penulis ketika mengabadikan rekannya Cowaser Darul Farokhi untuk tivi streaming yang ditekuninya. (Foto: Erwan W/CowasJP).
The Power of Cowas
Saya begitu gembira, ketika beberapa bulan lalu mendapat undangan di group Whatsapp dengan nama ‘’Cowas’’. Sebuah grup chatting kawan-kawan yang sudah pensiun dari ‘’Jawa Pos’’. Ada pensiunan wartawan, fotografer, desain grafis hingga percetakan dan pemasaran.
Saya merasa gembira karena melalui kumpulan ini, saya tahu senior-senior saya banyak yang sudah menjadi profesional baru dan menjadi businessman baru. Sebagian besar eksis. Sebagian besar berhasil dalam bidangnya masing-masing.
Yang pensiunan dari usaha percetakan sekarang mendirikan percetakan sendiri. Yang pensiunan grapics designer sekarang punya jasa pracetak. Yang dulunya wartawan sekarang punya pabrik pengolahan jahe instan dengan order 25 ton sebulan.
Dhimam Abror Djuraid (kiri) dan kakaknya Husnun Djuraid. Kini Abror didapat jadi Ketua Dewan Pengurus. (Foto: CoWasJP.Com)
Karena sebagian besar anggota Cowas adalah pensiunan wartawan, ilmu jurnalistiknya melahirkan sebuah website dengan domain www.cowasjp.com. Sejak online dua bulan lalu, media Cowas sudah nangkring di Alexa dengan rangking antara 7.000 – 9.000. Posisi yang cukup bagus untuk sebuah website baru di Indonesia.
Dari lima kali pertemuan, saya baru ikut dua kali. Yakni, pertemuan keempat dan kelima. Pertemuan kelima berlangsung di objek wisata air terjun Sedudo, Nganjuk, Jawa Timur, 6 Maret 2016. Sebanyak 90-an orang pensiunan ‘’Jawa Pos’’ hadir.
Penyerahan BG dari boss PT ASA (Astana Shoga Asia) kepada Konco Lawas Imawan Mashuri. Semuanya CoWas. (Foto: CoWasJP.Com)
Dalam beberapa pertemuan sebelumnya, digagas ide membentuk ‘’payung hukum’’ untuk mengakomodasi keinginan untuk membantu anggota yang belum beruntung. Forumnya tetap perkumpulan, tetapi punya badan hukum.
Idenya cukup revolusioner, karena tidak mengandalkan iuran. Kumpulan Cowas merekomendasikan pendirian badan usaha yang akan dikembangkan anggotanya.
Salah satu modelnya pun berhasil dibuat dan diimplementasikan melalui bisnis jahe instan Cowas. Darul Farokhi selaku inisiator bisnis jahe instan memberikan donasi kepada perkumpulan secara setiap bulan. Donasi itu berasal dari sebagian keuntungan bisnis jahe instan yang modalnya berasal dari investor anggota Cowas.
Meski termasuk ‘’telat lahir’’, Cowas menjadi sebuah kumpulan yang mampu mempertemukan para pensiunan menjadi kekuatan baru. Model perkumpulan Cowas ini, menurut saya, kelak akan menjadi model yang bisa diaplikasikan oleh siapa pun.
Enam BG senilai Rp 9 juta untuk CoWas dari produsen Jahe Instan: PT Astana Shoga Asia. Iki konkret Rek! (Foto: CoWasJP.Com)
Para pengurus Cowas bisa menjadi mentor yang baik. Bila Anda ingin membuat seminar motivasi untuk karyawan yang saat ini masih galau menghadapi masa pensiun, panggil saja Cowas.
Ada Arief Affandi yang mantan wakil walikota Surabaya sebagai ketua dewan pembina. Ada Dhimam Abror sebagai ketua umum. Ada Misbahul Huda yang mantan CEO jaringan percetakan ‘’Jawa Pos’’. Ada juga Darul Farokhi mantan CEO penerbitan koran ‘’Jawa Pos Group yang mengelola bisnis jahe instan.
Ilmu ‘’pensiunan produktif’’ dari para pensiunan pasti lebih aplikatif dibanding ilmu para konsultan. Apalagi kalau konsultan itu belum pernah pensiun!
Tabik!
Kompak gembira di dalam bus. (Foto: CoWasJP.Com)
Rombongan bus Tret tet tet dari Surabaya. (Foto: CoWasJP.Com)
Di dapur pabrik jahe instan. (Foto: CoWasJP.Com)