COWASJP.COM –
O l e h: Imam Kusnin Ahmad
------------------------------------------
MENGELOLA Marching Band (MB) memerlukan kesabaran dan harus gila serta Bonek ( Bondo Nekat). Kalau tidak begitu, tidak akan sukses. Sebab, personel Marching Band (MB) lebih dari 100 orang. Mengelola tim MB tidak seperti mengelola olahraga lain. Misalnya sepakbola, bola voli, silat, dan tinju. Karena MB merupakan perpaduan olahraga dan seni.
Tim ini melibatkan 99 orang pemain utama untuk pegang alat brass, perkusi, gita pati, paramananda serta paramanandi. Ditambah 10 orang pemain colorguard. Plus crew 15 orang dan tiga orang pelatih.
MB bisa dibilang olahraga mahal karena membutuhkan dana di atas Rp 300 juta. Alat-alatnya mahal. Misalnya perkusi untuk standar internasional, satu set terdiri dari 6 snar drum, 5 bass drum, 4 kuarto, 12 marching bell, dan 10 simbal. Ini saja sudah lebih dari nRp 300 juta.
Belum termasuk Brass beraneka jenis. Mulai dari trumpet, flugel, melophone, trombone, barithone, dan tuba. Harga minimal Rp 2.500.000 hingga Rp 22.000.000 per alat.
Padahal untuk standar sebuah satuan, membutuhkan minimal 18 trompet, 12 flugel, 16 melophone, 12 trombon,12 bariton, 10 tuba. Harga alat standar, untuk trompet @. Rp2.500.000, flugel @ Rp 3000.000, melophone @ Rp 4.000.000, trombon @ Rp 4.000.000, bariton @ Rp 6.000.000, dan Tuba @ Rp 22.000.000.
Masih ada alat lagi namanya timpany, grand marimba, selophone, chines gong, dan lima jenis simbal lainnya yang harganya lumayan mahal.
Untuk bisa menyukupi itu semua dibutuhkan kekompakan minimal lima unsur, manajemen, pengurus, pemain, pelatih, donatur, dan orang tua. Semua unsur harus kompak dan satu jiwa. Tidak boleh selegenje.
Selegenje satu saja satuan akan bubrah. Contoh sudah ada pemain, namun tidak ada pelatih, latihan tidak akan jalan. Dan sebaliknya. Semua sudah terpenuhi, tapi pemain tidak mendapat izin orang tuanya, tim tidak akan jalan.
Penulis pernah jadi manajer tinju, pencak silat, dan manajer Tim MB Masama Al Stars, Blitar. Ketika itu penulis sudah pindah tugas dari Surabaya ke Bumi Bung Karno. Blitar. Kebetulan di kampungku ada sebuah yayasan Islam. Namanya yayasan Al-Ma’arif. Sesuai namanya, yayasan ini di bawah naungan ormas Nahdlatul Ulama dan kami ditunjuk sebagai manajernya. Inti dari penunjukan itu agar satuan yang semula masih drum band bisa meraih prestasi.
Sebagai jurnalis kami manfaatkan semua jaringan yang ada. Khususnya dengan Bupati Blitar dan Pengurus PDBI Blitar.
Ternyata tidak selancar yang saya bayangkan. Mengapa? Ternyata kepengurusan PDBI (Persatuan Drum Band Indonesia) Blitar masih gabung antara Kabupaten dan Kota Blitar. Sedangkan pengurusnya saat itu mayoritas bertempat di kota. Otomatis mereka banyak berpihak pada satuan yang berada di Kotamadya. Ini tantangan tersendiri bagi kami.
Di balik itu, Bupati Blitar H Imam Muhadi sangat peduli dengan satuan Masama. “Udahlah Kang. Tunjukkan prestasi dulu. Tidak usah khawatir. Pasti aku bantu,’’ kata bupati Imam Muhadi ketika itu menyemangati.
Prestasi Masama ketika itu masih biasa-biasa saja. Artinya hanya prestasi di lingkungan Kabupaten Blitar. Pesaing beratnya hanya satuan Drum Band di Kota Blitar.
Kami langsung tancap gas. Mengumpulkan semua unsur, yayasan, kepala sekolah, pembina, pemain, dan orang tua. “Waktu itu saya tanyakan kepada pengurus yayasan dan sekolah, Masama ini apakah hanya dipersiapkan menunjang cari murid atau untuk meraih prestasi maksimal.”
Kalau hanya untuk mendongkrak jumlah murid, tidak terlalu repot-repot. Sebab, di lingkungan kami masih jarang ada yayasan memiliki satuan Drum Band. Dengan seringnya Masama mendapat undangan ke kampung-kampung, sudah cukup untuk promosi sekolah. Tidak butuh persiapan tetek mengek. Istilahnya Goni. enek sego muni.
Foto: Kusnin CoWasJP.com
Kesimpulan rapat, ada tiga tujuan pokok yang harus dicapai satuan ini. Pertama harus berprestasi, kedua untuk ukhuwah, dan ketiga bertujuan untuk membesarkan nama lembaga pendidikan. Nama daerah dan lembaga ikut naik pamornya di tingkat regional maupun di kancah nasional.
Lembaga ini memiliki siswa yang banyak. TPQ 300 anak, TK 200 anak, MTs 750 anak, dan sekitar 800 anak sekolah lainnya. Lokasinya di kawasan segitiga: Kabupaten Blitar, Kediri, dan Tulungagung.
Tahap demi tahap kami laksanakan semua program peningkatan. Dari hasil evaluasi, beberapa hal harus dirombak. Kalau sebelumnya hanya satu satuan, kemudian kami bentuk dua satuan. Drum Band dan Marching Band. Drum Band dengan nama Gita Masama diperuntukkan bagi siswa kelas 1 dan 2 MTs. Marching Band (MB) dengan nama Masama All Star diperuntukkan bagi siswa Aliyah dan alumni.
Manajemen juga dipisah. Gita Masama, manajernya Kiai Hitam Syuhaily. MB Masama All- Star, kami pegang. Namun dalam latihan tetap dilakukan bersama-sama. Caranya dengan membagi waktu latihan.
Pelatih pun diganti. Geger Yuana (Blitar)diganti Drh H Agus Jamhari (Surabaya). Hasilnya, para pemain sangat rajin dan semangat. Kalau sebelumnya latihan hanya sekali seminggu, hanya hari Minggu, kini ditambah Rabu dan Jum’at.
Pada event-event tertentu, para pemain harus Training Center (TC) di sekolah. Apalagi kalau waktu liburan. Dengan pola seperti ini anak-anak jadi terampil di semua sektor. “Alhamdulillah anak-anak sudah bunyi, meski pakai alat apa adanya,’’ ungkap pelatih H Agus Djamhari ketika itu.
Setelah berkembang lumayan, tim harus uji coba. Gaung bersambut, bersamaan dengan itu Masama dapat undangan mengikuti Kejuaraan Tingkat Jawa Timur. Waktu itu akhir tahun 2001. Masama mengirim dua tim sekaligus. Tim Drum Band dan Marching Band. Alhamdulillah dua-duanya meraih juara umum. Keberhasilan itu menambah semangat tim untuk mengukir prestasi lebih tinggi lagi.
Karena juara, maka Masama diminta Pengprov PDBI Jatim mewakili Jatim di Kejurnas Palembang. Waktu itu pikiran saya gundah. Antara senang dan susah. Senang karena ditunjuk mewakili Jatim. Susah kalau memikirkan dana. Sebab, tim harus menyediakan dana sendiri. Alhamdulillah ada jalan keluar. Setelah koordinasi dengan Bupati Blitar, beliau siap membantu. Meski ada beberapa syarat.
“Kang untuk berangkat saya bantu Rp 25 juta. Tapi kalau nanti masuk tiga besar. Biaya akan saya ganti semua. Bahkan saya tambah bonus,’’ janji bupati ketika itu.
Padahal untuk bisa berangkat, tim harus menyiapkan dana minimal Rp 300 juta. Untuk biaya transpor, penginapan, konsumsi,seragam, dan tetek bengek lainnya.
Kami coba menghubungi beberapa relasi untuk jadi sponsor. Kami kontak Mbak Oemi sekretaris redaksi Jawa Pos (JP) dan asistennya. Mbak Luluk. Mbak Oemi bilang ya dicoba saja. Tapi harus mengajukan proposal. “Ka (Ika) buat proposal. Nanti tak bicarakan dengan Bos,’’ kata Mbak Oemi saat itu.
Proposal aku buat dan dikirim ke kantor JP di Surabaya. Alhamdulillah 2 minggu sebelum berangkat ke Pelembang, Mbak Oemi mengabarkan bahwa hotel dan komsumsi ditanggung oleh Sumatera Express Palembang, anak perusahaan JP di Palembang yang di pegang oleh Mas Suparno.
“Ka oke. Sumex membantu penginapan (hotel dan konsumsi). Tapi, nanti kamu membantu sedikit-sedikit ya, karena dananya besar,’’ tambah Mbak Oemi.
Kolega lainnya ada yang gol, ada yang tidak. “Saya hanya bisa bantu kaos tim, bes. Nanti dananya tak transfer,’’ kata H Imam Nahrowi, Ketua Garda Bangsa Jatim, yang kini Jadi Menpora.
Dari semua kebutuhan yang ada, tim hanya bisa memperoleh dana Rp 65 juta. Padahal untuk transpor saja dibutuhkan dana Rp 74 juta. Karena harus membawa 2 bus, 1 truk alat dan mobil L 300. Untuk bus saja harus mengeluarkan dana Rp 65 juta. Kontrak selama 12 hari pergi-pulang.
Akhirnya tim berangkat. Dua sepeda motor gres terpaksa digadaikan sebagai jaminan pada travel bus. Tim berangkat dengan nawaitu dan tidak ingin membebani orang tua pemain. Kami hanya minta doa orang tua agar Masama meraih juara.
Tim berangkat dengan kekuatan 132 personel. Terdiri dari 114 pemain, crew, sopir, dan kernet. Selama perjalanan Blitar-Palembang, tim 6 kali makan. Tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Uang pribadi crew harus dirogoh untuk mencukupi semuanya. Alhamdulillah semua lancar dan bisa sampai Palembang.
“Mas Ika, penginapan tim kita di Asrama Haji Palembang. Semua sudah disiapkan. Tinggal masuk saja. Sarapan pagi juga sudah siap,’’ kata Mas Suparno melalui HP. “Trims Bess. Syukron katsir,’’ jawabku ketika itu.
Tim sampai Palembang pas menjelang subuh. Kami benar-benar bersyukur. Apalagi tempat menginapnya sangat representatif, baik untuk istirahat maupun untuk latihan. Luar biasa bantuan Mas Suparno.
“Ayo Masama harus tampil maksimal. Selain membawa nama daerah. kita membawa nama besar Jawa Pos Group,” seruku kepada seluruh personel. Semua pemain benar-benar semangat dan semua dalam konsisi sehat wal-afiat. Ini bisa dilihat ketika mereka latihan. Tim dokter dan tim masseur terus memantau kesehatan pemain.
Sebab, kunci sukses adalah kondisi pemain harus benar-benar fit. Sebab mereka harus main di tim drum band dan marching band. Sesuai aturan panitia, satu tim diperbolehkan mengikuti dua kategori. drum band dan marching band.
Siang malam selama 8 hari anak-anak dipersiapkan secara matang. Targetnya merebut semua medali yang dipersiapkan panitia. Alhamdulillah, kerja keras tim terbayar. Kedua tim kami berhasil merebut juara umum, karena bisa merebut 8 medali emas dari 10 medali yang diperebutkan. Belum lagi tambahan medali dari semua sektor lomba. Misal pemain snar drum, terompet, dan Gita Pati terbaik.
Bisa merebut juara tidak gampang karena harus menyisihkan tim-tim lain yang sangat luar biasa.Termasuk tim tuan rumah Sumatera Selatan dan tim Kaltim.
Kami hanya gagal di nomor rampak karena dianggap medali hiburan. Alhamdulillah Masama juara umum, baik Drum Band maupun Marching Band-nya.
Kabar baik itu langsung kami sampaikan ke Bupati Blitar. Dengan gayanya yang khas penuh keakraban, bupati langsung menjawab, ”Jangkrik cah-cah juara umum semua. Alhamdulillah. Tidak usah takut. Semua biaya akan aku ganti sesuai janjiku dulu.’’
Dan benar setelah tim tiba kembali di Blitar, semua biaya diselesaikan secara adat oleh Buapti. Bahkan, anak-anak juga diberi bonus.
Keberhasilan ini adalah awal dari kebangkitan Masama. Kemudian pada tahun 2003, Masama diundang panitia Grand Prix Jakarta. Arenanya di Senayan Jakarta. Surat undangan tiba April 2003. Lombanya berlangsung akhir Desember 2003. Tim punya waktu persiapan 7 bulan. Waktu itu targetnya tidak muluk-muluk. Hanya masuk enam besar nasional. Sebab, Masama tahu diri. Satuan yang akan dihadapi adalah satuan tangguh luar biasa.
Kami harus menambah alat 4 tuba, 5 barithon, dan beberapa alat tiup lainnya. Banyak jalan menuju Roma. Bersamaan dengan itu Masama diajak kerjasama dengan PT Citra Pamerindo Malang.
Masama diminta mengisi acara setiap pembukaan acara yang diselenggarakan oleh Citra Pamerindo.
Masama dikontrak 28 kali tampil di beberapa kabupaten dan kota di Jatim. Sekali main dibayar Rp 10 juta plus konsumsinya. Kontrak kami ambil dengan niatan mengasah mental tim. Tour Jatim bersama PT Citra Pamerindo dimulai. Setiap akhir pekan, anak-anak tampil. Dari situ dana terkumpul, selanjutnya bisa untuk membeli alat yang kurang.
Masama akhirnya bisa mengikuti kejuaraan Grand Prik di Senayan. Empat lagu disiapkan: Malaguna, Back To Picture, Allahu Akbar, dan Bunga Terakhir milik Beby Romeo. Luar biasa, anak-anak tampil maksimal. Meski tim dari kampung rasa percaya dirinya sangat tinggi. Masama masuk tiga besar dari 36 peserta yang bertarung dalam even tahunan tersebut.
“Kita sudah melebihi target karena masuk tiga besar,’’ ungkap Agus Djamhari pelatih Masama. “Anak-anak main luar biasa,’’ tambah Martin, pembantu pelatih utama.
Foto: Kusnin CoWasJP.com
Menginjak tahun 2004 ada informasi bahwa Drum Band akan masuk cabor (cabang olahraga) yang dipertandingkan di Pekan Olahraga Nasional (PON). Untuk itu diperlukan tim yang harus bisa memperagakan empat jenis mata lomba. Karena, tim yang diminta adalah tim satuan kecil dengan jumlah 18 pemain utama dan 4 pemain tambahan. Maka, tim melakukan seleksi intern memilih 22 orang terbaik.
Masama pun berlatih seperti permintaan PB PDBI, yakni latihan LBB (lomba baris berbaris), Speed ( kecepatan dalam berbaris), Endurance (ketahanan dan kekompakan tim) dalam berjalan 8 Km dengan membawa alat dan latihan unjuk gelar dengan pemain 22 orang. Hampir 4 bulan Masama latihan.
Celakanya semua biaya, tetap dibebankan pada tim, meski sebenarnya ini adalah tanggung jawab Pengurus Besar PDBI. Setelah jadi, CD dikirim ke seluruh pengurus daerah PDBI se Indoensia. “Ya sekalian promosi,’’ celethuk Kiai Hitam Suhaili.
Enam bulan sebelum penyelenggaraan PON di Palembang 2008, ada kabar bahwa Drum Band akan masuk cabor yang dipertandingkan, tapi sifatnya masih eksibisi.
Otomatis PDBI Jatim menunjuk Tim MB Masama All Star, dengan biaya patungan. Transpor, akomodasi, dan konsumsi selama di Palembang ditanggung KONI Jatim. Sedangkan biaya persiapan ditanggung satuan.
Lagi, kami koordinasi dengan Bupati Blitar. Untunglah bupati sangat baik dan memberi bantuan. “ Berangkat saja. Ini bisa mengangkat nama daerah. Tapi jangan lupa harus berprestasi. Kami hanya bisa membantu sedikit, Rp 25 juta,’’ kata Muhadi.
Untuk menyukupi kebutuhan itu, kami mengontak Mas Suparno lagi. Alhamdulillah, Sumex membantu lagi. Sebagai bentuk kerjasama, di jaket dan semua kaostim diberi label Sumex. Hasilnya lumayan. Kita bisa meraih beberapa medali emas dan perunggu. Hasil ini sudah di atas target KONI Jatim. Ya, namanya eksibisi medali sedikit dibagi-bagi.
Selanjutnya secara berurutan, tahun 2005 Masama All- Star juara umum di Jogjakarta. Tahun 2006 juara di Semarang, 2007 juara di Banyuwangi, 2008 cuti. Sebab 18 pemain inti Masama memperkuat tim PON Jatim dan berhasil meraih 2 medeli emas dan satu perunggu.
Tahun 2009 Masama All Star mendapat undangan dari panitia MWBC (Malaysia World Band Comopetition) di Kualalumpur. Meski sudah dipersiapkan secara matang, Masama batal berangka karena gagal mendapatkan tiket pesawat. Baru pada tahun 2010 MB Masama All Star berangkat dengan misi Go Internasional dan rekreasi ke Malaysia. Alhamdulillah, Masama All Stars masuk 4 besar dari 28 peserta di wilayah Asia Pasifik.
Dana dari mana didapat untuk bisa berangkat ke Malaysia. Tim di bantu Menpora Andi Malarangeng Rp 100 juta dan Bupati Blitar Rp 180 juta. Wapres Budiono Rp 10 juta dan sponsor lainnya. Namun, karena dana yang dibutuhkan sekitar Rp 650 juta, maka mobil satu-satunya yang kami miliki ikut raib untuk menutupi kekurangan.
Tapi kami bangga bisa membantu mengukir prestasi anak-anak di kampungku. Dan hasilnya bisa dilihat, hampir semua pelatih drum band dan marching band di Jatim rata-rata pelatih jebolan Masama All Stars.
Setelah itu undangan datang silih berganti. Tahun 2012-2023, Masama diundang untuk mengisi acara Global Peace di Gelora Bung Karno Jakarta, dan harus tampil di depan tokoh perdamaian dunia. Harus tampil bersama Slank, Rosa dan beberapa artis lainnya.
Selang beberapa bulan setelahnya diundang PP GP Ansor untuk ikut pembukaan Kongres GP Ansor di Surabaya. Tidak lama kemudian juga diundang PBNU dalam rangka mengisi rangkaian Harlah NU di Gelora Bung Karno yang dihadiri Presiden SBY.
Tahun 2013-2014 kami cuti sementara dari kegiatan Marching Band, karena kami ditunjuk sebagai Ketua Panitia Pembangunan Masjid Al-Musthofa di kampungku. Kami harus fokus dan memilih salah satu. Dan kami memilih fokus ke pembangunan masjid.
Alhamdulillah, masjid yang direncanakan dua tahun pembangunannya, bisa rampung 11 bulan. Langsung diresmikan oleh Bupati Blitar H Herry Noegroho, akhir Mei 2014. ***
Baca Berita-berita lainnya di CoWasJP.com. Klik Di Sini