COWASJP.COM – ockquote>
O l e h: M. Nasaruddin Ismail
------------------------------------------
MESKI pensiun dari Jawa Pos 12 tahun yang silam, namun saya baru hengkang dari Graha Pena (markas besar Jawa Pos) dua tahun yang lalu. Lumayan lamanya. Saya generasi Kaliasian di redaksi yang terakhir hengkang dari gedung yang menyerupai pena itu.
Sudah menjadi ketentuan di Jawa Pos Group, pada usia 50 tahun harus pensiun. Usia yang sebenarnya masih produktif. Meski begitu, bila dibutuhkan perusahaan bisa diperpanjang. Namun, statusnya kontrak. Tentu gaji atau honornya jauh di bawah saat belum pensiun.
UU ketenagakerjaan di Indonesia memang tidak mengatur berapa usia pensiun. Karena itu pensiun usia 50 tahun, yang diterapkan Jawa Pos, ya sah-sah saja.
UU No. 13 Tahun 2003, tentang tenaga kerja, misalnya, tidak mengatur kapan pensiun dan berapa batas usia pensiun (BUP), untuk pekerja sektor swasta.
Kalau pun banyak yang menentukan pensiun usia 55 tahun, itu karena pekerja bisa mengambil jaminan hari kerja tua (JHT) dalam usia tersebut. Itu tertuang pada pasal 14 ayat 1 UU No. 3 Tahun 1992 tentang jaminan masa kerja. Landasan inilah yang banyak diterjemahkan usia pensiun tenaga kerja swasta 55 tahun.
Tapi, bukan itu yang ingin saya jelaskan dalam tulisan ini. Saya ingin ceritakan kalau uang pensiun dari Jawa Pos, bisa menguliahkan dua anak. Caranya, saya wujudkan uang pensiun dengan satu unit taksi.
Foto: CoWasJP.com
Dan dari hasil taksi itulah, saya bisa menguliahkan dua putri, Ririn di komunikasi UPN dan Eva di Fakultas Ekonomi, UNAIR. Sebab, ketika pensiun mereka masih duduk di bangku SMA.
Lebih dari separoh uang pensiun yang diwujudkan sebuah taksi yang sehari-hari beroperasi di Bandara Internasional Juanda. Kedekatan saya dengan TNI AL memuluskan untuk mendapatkan taksi yang dikelola oleh Primer Koperasi TNI AL (Primkopal), Pangkalan Udara TNI AL (Lanudal), Juanda.
Salah seorang perwira tinggi (Pati) TNI AL yang akrab sejak dia perwira muda, memberikan rekomendasi, sehingga bisa mendapatkan taksi yang umumnya hanya bisa dimiliki perwira penerbang TNI AL itu. Saya memang meliput di lingkungan TNI AL selama 30 an tahun. Sejak jadi wartawan hingga pensiun.
Berbagai jenis kapal perang, termasuk kapal selam, pernah saya ikut berlayar. Dan semua jenis pesawat Satuan Udara TNI AL, termasuk pesawat latih, sudah saya naiki. Sehingga sangat akrab dengan mereka hingga sekarang.
Foto: CoWasJP.com
Sebagian besar dari uang pensiun, saya bayar mobil sedan Toyota Limo (Vios) yang saat itu seharga Rp 138.000.000. Lengkap dengan izinnya. Saya tinggal terima kunci.
Dari Taksi Wing dengan nomor lambung 88, nomor yang saya pilih, yang menurut kepecayaan Tionghoa kuno, hongsuinya bagus, akan mendapatkan rejeki banyak. Berkat taksi itu pula, dua putri saya bisa menyelesaikan kuliahnya. Bahkan untuk menyambung hidup setiap hari.
Dari penghasilan kotor, pemilik mendapat 45 persen. Selebihnya untuk sopir, BBM, Primkopal dan Angkasa Pura I Juanda.**