COWASJP.COM – BILA selama ini bisnis LPG menjadi monopoli Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tapi sekarang tidak demikian lagi. Pemerintah membuka peluang kepada swasta untuk bersaing dalam bisnis gas yang diperoleh dari perut bumi tersebut.
Kehadiran swasta menjadi pilihan buat konsumen. Dan hanya perusahaan yang bisa memberikan pelayanan terbaiklah, yang menjadi pilihan masyarakat. "Dengan kehadiran swasta akan lebih menguntungkan bagi konsumen. Sebab ada pilihan. Tidak monopoli lagi," kata Said Sutomo, ketua Yayasan Lembaga Kosumen Indonesia (YLKI) Surabaya.
Menurut dia, kalau ingin meraih pelanggan, selain bersaing dalam harga, perusahaan harus bisa memberikan pelayanan. Dia memberikan contoh, bila selama ini sering tabung meledak karena kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap penggunaan LPG, tapi diharapkan dengan kehadiran swasta hal-hal semacam itu tidak terulang lagi.
Pengusaha tidak hanya menjual LPG, tapi juga harus mau datang ke rumah-rumah konsumen bila dibutuhkan. Pengusaha harus bisa memberikan edukasi pada masyarakat agar bisa cerdas. Jangan justeru dibodohkan. Dan itulah yang dilakukan oleh pihak swasta saat ini.
Sebelum keluar gudang, tabung sudah dapat jaminan kalau tidak bocor. Sebab, tabung bocor itulah sebagai sumber malapetaka yang sering merenggut jiwa konsumen akibat tabung meledak. "Kalau di tempat kami, sebelum tabung keluar gudang, dites satu demu satu lebih dulu," kata Wahyu, salah seorang karyawan LPG swasta kepada Exist.
Bahkan agen-agen diminta untuk menimbang sebelum LPG yang diterimanya sebelumbdisalurkan ke masyarakat. "Konsumen betul-betul kami manjakan," tambah Wahyu. "Sebetulnya capeh, tapi kami harus memberikan yang terbaik buat konsumen," tambahnya.
Untuk menyalurkan LPG ke masyarakat sumbernya ada dua. Satu dari Pertamina, dan satu lagi dari swasta murni. Meski demikian, mekanismenya diatur oleh Pemerintah. Terutama LPG subsidi 3 kg yang lazim disebut dengan tabung melon, hanya Pertamina yang mengeluarkan DO nya.
Foto: nasaruddin Ismail/CoWasJP.com
Sedangkan yang ambil dari sumur swasta, mekanisme penjualannya diatur oleh swasta sendiri. Selain untuk industri, mereka menjual tabung sesuai kebijakan perusahaan.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Surabaya, mengingatkan swasta agar mampu bersaing dengan Pertamina. Dia tidak ingin seperti perusahaan telekomunikasi yang awalnya swasta gencar bersaing dengan Telkom berikut Telkomsel sebagai anak perusahaannya. Tapi akhir-akhir ini dirajai kembali oleh Telkom.
Kalau swasta tampil, nanti akan terjadi pertarungan harga. Sebab, itu swasta harus kuat. Soal harga kata dia, sebenarnya nomor dua. Ada faktor pendukung lainnya yang harus diperhatikan swasta. Diantaranya ketepatan waktu pengiriman ke pelanggan. "Jujur saja, yang sering terjadi selama ini, pengiriman ke pelanggan dilambatkan. Seakan LPG habis. Akhirnya harga dipermainkan. Inilah peranan swasta kalau ingin menyaingi Pertamina," ujarnya.
"Mestinya Pertamina sebagai pengendali, karena perusahaan negara. Tapi buktinya selama ini, justeru terbalik," komentarnya.
Yang tak kalah pentingnya adalah ukuran timbangan. Artinya, kalau menjual 12 kg, ya 12 kg benaran.Jangan bobotnya dimainkan. Yang terakhir adalah harga yang mampu terjangkau oleh masyarakat. " Saya harapkan pada swasta, berilah pelayanan lebih kepada kosumen. Harga beda sedikit, tapi layanannya bagus, masyarakat akan memilih pada yang layanannya bagus," tegasnya. (*)