COWASJP.COM – ockquote>
C a T a T a N: Munash Fauzi
----------------------------------------
KERINDUAN akan adanya kejuaraan bergengsi yang telah bertahun-tahun tiada menjadi mimpi di siang hari para legenda tenis Indonesia. Beberapa waktu lalu Yustejo Tarik, Lita Liem Soegiarto, Hardiman dan legenda lainnya berkumpul bersama di Malang.
Mereka berharap akan ada kejuaraan junior nasional lagi di Malang. ”Setidaknya dari Jakarta para petenis memberikan dukungan moral maupun material jika diperlukan,” ujar Pujo Prayitno, pelatih Jakarta, yang memberikan paparan tentang menurunnya (jumlah) petenis unggulan.
Para petenis kini menginginkan gengsi agar masuk jajaran dunia, padahal di Asia saja mereka sulit berbicara. Kini saatnya kejuaraan junior nasional memberikan kontribusi pada tenis nasional.
Umumnya para petenis itu hanya dibesarkan oleh pelatih dan orang tua sendiri. Tapi tidak dibesarkan lewat kompetisi dan atau turnamen bergengsi yang periodik. Yang menjadi agenda utama pembinaan Pelti.
"Jadi, sekarang kita sulit berharap lahirnya rising stars karena sepi kejuaraan dan harus dibiayai sendiri oleh orang tua masing-masing atlet,” tegas Pujo di sela coaching clinic.
Upacara kejurnas tenis 2016 Danlanud Abdurrahman Saleh Malang. (Foto: Munas/CoWasJP.com)
Kenyataannya, lapangan tenis di Malang terus berkurang. Semula ada enam di stadion, kini tinggal dua lapangan. Semula ada lima di jalan Surabaya, kini tinggal empat. Dua lapangan tenis di jalan Pahlawan Trip, kini tidak ada satu pun. Dua di jalan Brantas/Terusan Blitar Malang kini kondisinya kurang terawat.
Yang di stadion tidak ada lagi tribun untuk penonton. ”Keadaan lapangan yang terus berkurang dan tak terawat ini harus dibenahi. Infrastruktur yang baik adalah" sekolah" yang melahirkan petenis tingkat internasional,” komentar Ovan Tobing, pemerhati tenis yang jadi corong Aremania saat di lapangan.
Kondisi lapangan yang tidak diperhatikan Pelti itu hanya jadi sarang pemain dengan mental tanding tanpa peraturan jelas. Petenis yang bermain dengan kombinasi dua lawan tiga atau satu lawan dua sering berjalan dengan memperebutkan hadiah uang yang mereka sepakati bersama. Jelas sekali bahwa misi pembinaannya telah tergadaikan.
Keadaan ini akan semakin parah jika tidak segera dibenahi dengan penyediaan fasilitas yang lebih baik untuk para petenis junior.
“Kalau kondisi ini dibenahi, maka lapangan tenis di Malang akan melahirkan pemain junior yang handal. Kita sudah merindukan turnamen internasional di Malang. Agar semakin banyak turis yang datang ke Malang,” cetus Ovan Tobing dengan nada tinggi.
Sementara itu beberapa pelatih tenis di Malang menyayangkan akan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pentingnya kejuaraan junior nasional di Malang. Padahal dulu pelaksanaan kejuaraan junior nasional di Malang sangat tersohor, bahkan sering juara Indonesia lahir dari Malang.
Sayang, sejak tahun 1990-an kejuaraan junior itu vakum. Untungnya kini tergerak Kejuaraan Danlanud Cup mengawali kejuaraan junior nasional KU-10 hingga KU-21 yang diikuti sekitar 140 peserta. Biaya pendaftaran meramaikan kejuaraan Rp 250 ribu per petenis. Kejuaraan selama tiga hari 3-5 April ini dimenangkan oleh Irawan dan Septiani untuk Kelompok Usia-21.
“Harapan kami, turnamen ini menjadi awal yang baik. Jika para pelatih mau bersatu untuk mengorbitkan Rising Stars dari Malang, maka akan bangkitlah tenis junior Indonesia,” ujar Sueb, pemilik sekolah tenis jalan Ksatriyan Malang.
Dari sini jelaslah bahwa Pelti Malang harus bangkit dan mendukung penuh semangat kebangkitan komunitas tenis Malang. Kejuaraan tenis junior nasional kembali bergaung di Malang. Bukan mati tak mau hidup pun enggan.
Sementara itu, perguruan tinggi di Malang sudah memasyarakatkan tenis dengan memberikan Unit Kegiatan Mahasiswa Tenis. Para mahasiswa tersebut berlatih setiap minggu satu sampai dua kali sebagai mata kuliah. Juga ada kegiatan antar mereka sendiri. Di samping itu ada pekan olahraga mahasiswa setiap tahun.
Para mahasiswa rata-rata telah mempunyai kemampuan baik dari asal daerahnya. Perguruan tinggi yang aktif tenis antara lain Universitas Malang, Universitas Brawijaya, IKIP Budi Utomo, dan Universitas Muhammadiyah Malang. “di antara nereka ada yang telah jadi juara provinsi,” kata Santosa, salah satu pelatih mahasiswa.**