COWASJP.COM – GELAR itu akhirnya datang juga. Sebuah gelar yang sangat istimewa bagi Arema, juara turnamen Piala Bhayangkara yang partai puncaknya sangat meriah dihadiri oleh presiden dan para pejabat tinggi. Lebih istimewa lagi dalam partai puncak itu Arema mengalahkan tim yang selama ini sulit ditaklukkan, Persib Bandung.
Kemenangan Arema 2 – 0 atas Maung Bandung itu sudah cukup sebagai bukti Arema menjadi tim terbaik di Indonesia saat ini. Pertemuan kedua tim itu layak disebut sebagai final ideal karena mempertemukan dua tim terbaik di negeri ini. Kedua tim bukan saja memiliki keunggulan secara teknik dengan dukungan pemain berkualitas dan pelatih mumpuni, tapi keduanya juga didukung oleh pendukung yang sangat fanatik.
Foto: Istimewa
Kalau dibanding turnamen sebelumnya, Piala Bhayangkara ini lebih semarak karena finalnya mempertemukan dua tim terbaik. Dari segi komersial turnamen ini juga lebih sukses karena jumlah penonton yang memadati Stadion Gelora Bung Karno memberi pemasukan yang besar bagi panitia.
Pendukung dua tim finalis, Aremania dan Bobotoh memadati stadion terbesar di Indonesia itu sehingga nyaris tidak ada bangku kosong. Kedua tim juga berbagi gelar, karena tahun lalu Persib menjuarai turnamen Piala Presiden, sedangkan tahun ini Arema meraih Piala Bhayangkara.
Setelah pembekuan PSSI oleh Kemenpora disusul jatuhnya sanksi FIFA pada sepakbola Indonesia, semua aktivitas sepakbola terutama kompetisi terhenti. Untuk mengisi kekosongan itu, digelar berbagai turnamen yang melibatkan klub-klub ternama. Nasib PSSI sebagai induk organisasi sepakbola nasional yang tidak menentu, tidak mengurangi minat masyarakat untuk menyaksikan tim-tim elit negeri ini berlaga.
Foto: ongisnade
Stadion selalu dipenuhi penonton yang haus akan pertandingan yang bermutu. Bali yang selama ini luput dari percaturan sepakbola nasional, kini menjelma menjadi kekuatan baru dengan potensi penonton yang cukup besar. Prestasi Bali United pun tidak jelek, masuk jajaran empat besar Piala Bhayangkara, bersaing dengan Arema, Persib dan Sriwijaya FC.
Turnamen itu sedikit mengobati kerinduan masyarakat akan kompetisi sepakbola yang sudah lama berhenti. Masyarakat dan insan bola pun belum tahu, kapan kompetisi itu akan digelar lagi. Ada kabar bahwa usai Piala Bhayangkara ini akan segera digelar kompetisi, tapi masih belum ada kepastian. Konflik antara Menpora dengan PSSI yang berkepanjangan menjadikan kompetisi yang menjadi dambaan banyak pihak ikut terbengkelai.
Sebagai sebuah kegiatan insidental atau pengisi jeda kompetisi, turnamen itu sangat bagus, tapi bukan untuk jangka panjang. Setelah turnamen itu seharusnya kompetisi segera digulir, entah siapa pengelolanya, tentu idealnya adalah lembaga yang berada di bawah konfederasi nasional.
Bagi pemain, nasib mereka menjadi tidak jelas, karena klub menggunakan system ‘’argo’’ dalam mengontrak pemain. Artinya, pemain diikat kontrak selama mengikuti turnamen tertentu, setelah itu bebas kontrak. Maka tak heran bila usai turnamen banyak pemain yang keluar masuk klub. Kalau tidak ada turnamen, mereka menganggur lagi karena tidak ada yang dikerjakan.
Kita berharap para pemangku kepentingan sepakbola negeri ini menatap puluhan ribu manusia yang memadati Stadion Gelora Bung Karno yang penuh antusias mendukung timnya. Mereka mendamba kompetisi segera bergulir agar mereka bisa mendapat hiburan murah di tengah impitan hidup yang semakin berat. Setidaknya ada jalan keluar dari berbagai persoalan hidup. Sebagai olahraga rakyat, sepak bola mampu memberikan hiburan murah kepada masyarakat dari segala lapisan. Jangan sampai hidup yang sulit ini semakin sumpek karena tidak ada hiburannya.**