Wajah Beku Sang Wali Negara

Foto dan ilustrRTP. Achmad Kusumonegoro, Wali Negara Jawa Timur 1948-1950 (kiri). Sedangkan foto kanan Van Der Plas, arsitek Negara Jawa Timur 1948-1950. (Foto: istimewa)

COWASJP.COMLELAKI tua itu berjalan pelan ke arah pelataran Ruko Graha Soetomo di Jalan Dr. Soetomo Surabaya. Pandangannya menajam ke arah bangunan lantai dua yang luasnya srkiyat 20 x 40 meter. " Di sinilah dulu kediaman Wali Negara Jawa Timur, Ndoro Raden Tumenggung Achmad Kusumonegoro", ujar Solichin ( 81 ) pada Cowasjp, setengah bergumam, kemarin.

Ucapan lirih Solichin seolah mencari pembenaran bahwa di bangunan Ruko yang bersebelahan dengan Pasar Pakis itu, 68 tahun lalu adalah rumah bercat putih yang "dingin"  karena didiami seorang Wali Negara, (presiden) boneka Belanda ketika Indonesia di zaman perang dingin. Alkisah, seorang Tokoh Belanda yang dikenal di zamannya yakni Meneer Van Der Plas melalui konfereensi di Bondowoso, pada 26 November 1948 telah berhasil meyakinkan Letnan Gubernur Van Mook di Batavia, untuk mengangkat R T Achmad Kusumo Negoro Bupati Banyuwangi 1947 - 1948 menjadi Presiden Boneka Negara Jawa Timur dengan sebutan Wali Negara. Karena itu Si Van Der Plas lah oknumnya yang dikenal sebagai arsitek terbentuknya Negara Jawa Timur. 

Ruko-di-Jalan-Dr-Soetomo5Vaj7.jpgRuko di Jalan Dr. Soetomo inilah 68 tahun lalu jadi kediaman RTP Achmad Kusumonegoro, Wali Negara Jawa Timur 1948-1950. (Foto: Koesnan Soekandar/CoWasJP)

Nah, Van Der Plas sendiri sebenarnya seorang sipil yang pernah menjadi Gubenur Jawa Timur sebelum Bala Tentara Jepang mendarat di tanah air. Karenanya lelaki jangkung yang tingginya sekitar 178 Cm dan  brewokan ini diangkat sebagai tangan kanan Van Mook. Ada kemungkinan" tangan kirinya" di Jawa Timur, ya Ndoro Achmad Kusumo Negoro tadi itu.

Sang ndoro, masih mrnurut Solichin sebenarnya tahu kalau dia dijadikan boneka, tapi dia juga manusia, ingin pangkat lebih tinggi,  seperti juga R. TJakraningrat yang sudah lebih dulu diangkat jadi Wali Negara, Negara Madura yang memiliki daerah kekuasaan di Pulau Madura dan sekitarnya. Sementara Wak Ndoro Achmad diberi kekuasaan oleh Belanda Puaskah Achmad?

Tentu saja puas, karena sejak akhir November 1948 dia sudah memboyong istri dan Amalia (6 ), putri tunggalnya ke rumah resmi Wali Negara di Jalan Dr Soetomo 138 Surabaya. Sementara menurut Solichin, ketika baru menempati rumah itu sekali sekali terlihat Van Der Plas bersama 'londo londo' lainnya mengunjungi.

Maklum, ketika itu daerah kekuasaan yang diberikan Belanda pada lelaki berperawakan sedang ini yakni Wilayah Surabaya sampai ke timur dan Malang. Nah, karena merasa menjadi Presiden Negara Jawa Timur, tentu saja dia harus ' Jaim' jaga image lah. Artinya jarang nyantai di terasa atau  sekedar baca koran sambil  minum teh. Tapi di balik menikmati kenyamanannya sebagai boneka, nun di tengah kota Surabaya sering terjadi protes dan demo rakyat agar Negara Jawa Timur dibubarkan. Protes itu tak cuma sekali, tapi berkali kali. 

" Akhirnya Pak Raden Tumenggung Achmad Kusumonegoro yang sejak empat bulan menjabat sudah mulai  gelisah, tanpa syarat meletakan jabatannya sebagai Wali Negara terhitung sejak 9 Maret 1950, " ujar Solichin, sambil berlalu pelan pelan meninggalkan saya sendiri.

Yah...kini tinggal saya seorang yang memandangi tingginya pembatas Ruko Graha Soetomo dengan Pasar Pakis. Akh, .masih terbayang tahun 1952, di bagian depan dan samping tembok itu setiap hari  pulang sekolah, saya selalu melompati dari pasar sebelahnya. Tentu saja saya langsung menginjakan kaki ke halaman kediaman Sang Wali Negara yang baru dua tahun lengser. Wah...tentu saja abak usia delaoan tahun tidak mungkin berani menemui ndoro Kusumonegoro.

Lantas ketemu siapa? Siapa lagi kalau bukan menemui teman bermain saya Amalia yaitu putri tunggal Kusumonegoro. Sungguh, kami merasa cocok karena kami sama sama putra tunggal meski Amalia cewek. Kami juga tak mampu bahkan tak mau tahu perbedaan strata. Antara putri Wali Negara dan saya anak pedagang sembako di pasar yang tidur di pasar pula. Yang jelas Amalia memang tomboy. Dia bisa lari cepat kalau main kejar kejaran. Bukan cuma itu, dia juga jagoan memanjat. Tinggi..tinggi sekali. Sampai genting bagian dapur pun dipanjat oleh anak kelahiran Banyuwangi tahun 1944 ini. Kami memang sebaya sama sama menjelang usia 9 tahun.

Lantas bagaimana dengan Raden Tumenggung Achmad Kusumonegoro? Wah.sejak dua setengah tahun tidak menjabat Wali Negara lagi, kata Amalia, romonya jarang bicara. Hanya sekali sekali kalau mengingatkan putrinya belajar. Yang dikatakan gadis cilik hitam manis ini, cocok dengan sorotan bocah cilik seperti saya ini. Tidak cuma pendiam. Wajah Kusumonegoro dingin, bahkan beku. Tak ada senyum sedikit pun pada anak laki seusia putrinya.

Tapi kebekuan wajah itu, tiba tiba membuat saya terkejut bukan kepalang. Tak disangka Amalia mengatakan bahwa romonya ingin mengajak kami ke Pasar Malam di Ketabang ( sekarang THR Jalan Kusuma Bangsa ). Tentu ini luar biasa. Saya pun membayangkan akan naik mobil. E.ternyata tidak, kami bertiga naik becak. Tapi jangan bayangkan saya duduk di samping Kusumonegoro atau di samping putrinya. Tidak! " Kowe..lungguh ngisor ya, " kata lelaki berusia 40 tahunan itu. Yah..sudahlah yang penting nonto Pasar Malem. 

Di sana setelah putar putar kira kira satu jam kamipun pulang. " Sudah makan di restoran mana," tanya emak saya, ketika itu." Emak minum saja nggak kok. Andok, " sahut saya sambil mengambil nasi rawon.

Memang, bukan cuma itu saja yang membuat saya terkejut. Ini dia: Suatu siang Amalia dengan tergesa gesa menghampiri saya, sambil mengatakan  romonya nanti sore mengajak nonton pawai peringatan Sewindu Kemerdekaan RI tahun 1953 di depan Jogodolog. Ya..ya saya tahu pasti naik becak lagi, karena sejak lengser sebagai Wali Negara, Kusumonegoro sudah tidak punya mobil lagi.

O ya.. seperti biasa saya duduk bersimpuh di bawah (khusus untuk alas kaki). Habis bagaimana lagi itu " titah sang ndoro ". Sesampainya di acara pawai, Kusumonegoro pun berdiri berderet bersama sama rakyat yang lain. Saya pun sempat melihat dia juga memberikan salam hormat pada tentara dan para pemuda peserta pawai dengan cara mengangkat tangan ke arah pelipis. Sungguh, ini benar benar di luar dugaan di antara wajah beku itu, sepasang mata Kusumonegoro tampak tergenang air. Saya tidak tahu punya makna apa air mata itu. Seperti juga saya tidak tahu lagi, di mana sahabat kecil saya Amalia kini berada. Salam jauh..! Jauh..jauh sekali. (*)

Baca Juga Berita-brita lainnya. Klik DI SINI

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda