COWASJP.COM – PROGRAM besar Imawan Mashuri membangun jaringan usaha pertanian dan peternakan bersama Konco Lawas Jawa Pos (Cowas JP) perlu dipubliksikan lewat Cowasjp.com. Dengan begitu seluruh Konco Lawas yang berminat bisa memperoleh informasi awal yang lengkap.
Setelah memperoleh informasi awal yang lengkap, Konco Lawas yang berminat tentu perlu meninjau langsung semua kegiatan di bawah naungan PT WIL (Wono Ijo Lestari) tersebut. Untuk pendalaman sebelum action. Silakan nanti menghubungi Imawan Mashuri dan mengatur jadwal kunjungannya.
BACA JUGA: Belajar Bikin Green House Dua Tahun pada Orang Prancis
Namun, sebelum mengurai program ulat sutera dan kedelai hijau, kami perlu menambah cerita tentang ternak lele. Ketika kami bersama Konco Lawas Eko Kletek, Mansyur Efendi, dan Yarno taksiah ke rumah Abdul Muis, Sabtu malam 4 Juni 2016, tak sengaja terjadi diskusi soal lele. Ibu mertua Abdul Muis sedo di usia 79 tahun. Almarhumah serumah dengan Abdul Muis dan keluarga di Belimbing V, Pondok Candra, Surabaya.
BACA JUGA: Bangun Jaringan WIL untuk Konco Lawas
Mulanya kami memberitahukan kepada Eko Kletek bahwa Imawan Mashuri punya program usaha untuk Konco-Konco Lawas JP. Karena Eko “Kletek” Budiono punya halaman yang luas di belakang rumahnya, sangat tepat jika ternak lele dikembangkan di sana. Dan, Eko tertarik.
Saat itulah Pak Putut, teman Abdul Muis, yang juga takziah bertanya: “Apakah bisa tong biru bergaris tengah 2 meter menampung 4.000 ekor lele siap panen? Saya tidak percaya,” tutur Pak Putut yang mengaku pakar ternak lele dan tanaman pangan.
“Saya ini biasa beternak lele. Bahkan lele bisa dipanen di usia 58 hari . Per kilogram berisi 8 sampai 10 ekor lele saat dipanen. Nggak usah sampai 3 bulan. Tapi saya nggak yakin dalam tong garis tengah 2 meter bisa muat 4.000 ekor lele siap panen,” katanya.
Kolam biru 4x6 meter tempat lebih kurang 15.000 ekor lele siap panen. (Foto: suhu/CoWasJP.com)
Pak Putut lantas bercerita bahwa dia juga bisa membuat pakan ternak sendiri. Termasuk “menyemai” bakteri untuk airnya. Dia bisa membuat medium dan pupuk untuk cocok tanam lombok dan terong dalam pot. “Bisa panen berkali-kali. Buah lombok dan terongnya yang lebat, bukan daunnya yang lebat. Saya juga menanam pohon durian di Rembang. Umur 3 tahun sudah berbuah. Dan buahnya ada yang sangat besar. Sampai diunggah di youtube karena durennya besar luar biasa.”
Dia juga bisa menanam padi, sekali tanam panen tiga kali dalam setahun. Setelah panen tidak perlu membajak tanah lagi, membuat bibit dan menanam pokok padi yang baru. Sebab, setelah panen (pertama), tanaman padi yang sama bisa berbuah dua kali lagi. Kalau benar apa yang dikatakan Pak Putut, maka biaya produksi padi akan tertekan rendah.
Pak Putut saat merayakan ultah ke-16 puterinya. (Foto: Suhu/CoWasJP.com)
Luar biasa. Arek Ngagel Mulyo Surabaya ini punya kemampuan istimewa. Mungkin PT WIL perlu kerja sama dengan Pak Putut. “Saya biasanya memberikan pakan ternak atau pupuk kepada petani dan peternak dengan cara bagi hasil,” tuturnya.
Untuk menjawab pertanyaan Pak Putut, apakah bisa tong biru bergaris tengah 2 meter memuat 4000 ekor lele siap panen, kami menghubungi pakar lele Cowas JP, yaitu Junaidi yang juga Direktur PT WIL . Komunikasi kami lakukan lewat WA. Dan inilah jawabannya:
“Ada beberapa tahapan/pola Sam. Kalau yang kita terapkan sekarang , saat bibit kecil (ukur 2-3 cm) sekali masuk bisa 8.000 ekor per tong biru garis tengah 2 meter. Setelah seminggu kita grading jadi dua ukuran (dipisah di 2 tong, lebih kurang 4000 ekor/tong). Dua minggu lagi di grading lagi, yang ukuran di atas 10 masuk kolam pacu/pembesaran. Kita pakai kolam bawah/kolam kotak terpal ukuran 4 x 6 meter bisa isi 15.000 ekor sampai panen ).”
Dari kiri: Rudi Setyo Widodo, Abdul Muis, Junaidi (Direktur PT WIL), dan Umar Fauzi. (Foto: Suhu/CoWasJP.com)
Berarti lele yang siap panen berada di kolam terpal biru bentuk empat persegi panjang ukuran 4 x 6 meter bermuatan sekitar 15.000 ekor.
ULAT SUTERA
Ternak ulat sutera yang akan dikembangkan oleh Imawan Mashuri juga sangat menarik. Selama ini yang kita ketahui, ulat sutera itu makanannya daun murbei. “Tapi berkat rekayasa genetik, kini ulat sutera doyan makan godhong pohong (daun ketela pohon) dan godhong jarak,” tutur Imawan Mashuri.
Ulat sutera dengan makanan godhong pohong di ruang uji coba Unitri Malang. (Foto: Suhu/CoWasJP)
Kalau makanannya bisa godhong pohong akan lebih mudah dan murah, karena tidak mudah menanam murbei. Tapi pohong (ketela pohon) bisa ditanam di mana-mana. Tidak harus di daerah ketinggian dan bercuaca dingin.
Ulat sutera dengan makanan godhong pohong di ruang uji coba Unitri Malang. (Foto: Suhu/CoWasJP)
“Kami akan bekerja sama dengan Perhutani. Di lereng timur Gunung Arjuno tersedia 8.000 hektar. Di sanalah kami akan merintis gudang makanan ulat sutera, yaitu kebun pohong dan jarak,” kata Imawan. Dia juga menjalin kerja sama dengan pakar sutera Taiwan dan India.
Ulat sutera dengan makanan godhong pohong di ruang uji coba Unitri Malang. (Foto: Suhu/CoWasJP)
Di lereng Gunung Arjuno, Imawan juga bekerja sama dengan LKMDH (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa Hutan). Mereka bersama warga desa di lereng Gunung Arjuno yang akan menggarap kebun pohong dan jarak.
Kerja sama juga dilakukan dengan Unitri (Universitas Tribhuana Tunggadewi) Malang. Di universitas ini telah dirintis budi daya ulat sutera dengan makanan godhong pohong. Prosesnya tak lama. Mulai telur sampai menetas jadi ulat kemudian menjadi kapas (bahan baku sutera) hanya membutuhkan waktu 23 hari.
Ulat sutera dengan makanan godhong pohong di ruang uji coba Unitri Malang. (Foto: Suhu/CoWasJP)
“Kita tidak perlu memikirkan pemasarannya, karena semua produksi kapas ulat sutera akan dibeli oleh fabrikan Taiwan dan India,” jelas Imawan. Jika nanti pengusaha Indonesia ada yang berminat membangun pabrik kain sutera, ya silakan saja kalau ingin membeli poduksi kapas sutera CowasJP.
Kepompong ulat sutera membentuk kapas. (Foto: Suhu/CoWasJP)
KEDELAI HITAM
Tentang program cocok tanam kedelai hitam, Imawan Mashuri bekerja sama dengan Unilever. Mereka inilah yang akan membeli semua produksi kedelai hitam Cowas JP. Kedelai hitam adalah bahan baku utama pabrik kecap.
Imawan Mashuri (Foto: Suhu/CoWasJP).
Imawan bersama PT WIL sudah menjalin kerja sama dengan Bandara Abdulrachman Saleh, Malaang. Di sana tersedia 450 hektar tanah. Berada di ketinggian 600 – 700 meter di atas permukaan laut. Ideal untuk cocok tanam kedelai hitam. Tanaman kedelai hitam sangat cocok untuk kawasan di sekitar Bandara karena tingginya hanya sekitar 70 cm. Tidak mengganggu dan tidak membahayakan jalur take off dan landing pesawat udara.
“Untuk uji coba telah dimulai menanam kedelai hitam di sana seluas 11 hektar. Penghasilan dari bertani kedelai hitam 65 persen lebih tinggi dari tanaman jagung dan tebu. Menguntungkan bagi para petani. Indonesia selama ini impor kedelai sangat besar untuk pembuatan tahu dan tempe. Dengan penggalakan tanaman kedelai hitam ini, kami berharap suatu saat nanti Indonesia surplus kedelai,” jlentreh Imawan.
Semua usaha ini, mulai ternak lele, green house, ternak ulat sutera, sampai budi daya kedelai hitam lebih bersifat sosial. “Kami tidak mencari keuntungan atau bisnis dari sini. Semuanya ini kami lakukan untuk membuka peluang rejeki bagi Cowas JP yang hidup pas-pasan,” kata Imawan.
Di mana dia akan berbisnis murni?
“Kami bekerja sama dengan pengusaha Jepang untuk memproduksi hidrogen yang bisa menghasilkan panas sampai 1.300 derajat Celcius. Enerji berbasis air atau H20. Air inilah yang diurai untuk memperoleh hidrogennya. Dari hidrogen itulah yang menghasilkan energi panas 1.300 derajat Celcius. Panasnya setara nuklir. Uji cobanya di Sumengko, Surabaya dekat pabrik kertas milik Jawa Pos,” ujar Imawan. Dari sinilah dia akan menggali keuntungan besar. Dan, CEO Jawa Pos Group, Dahlan Iskan, tertarik untuk menggelutinya bersama Imawan.*