COWASJP.COM – ockquote>
“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi segala umat (pada masa masing-masing).” (Q.S. Ali Imran: 33)
KUTIPAN ayat tersebut mengawali ceramah taraweh seorang ustadz di Masjid Kampung saya. Banyak ibrah (pelajaran) yang bisa dipetik dari ayat tersebut, lanjutnya. Allah menyebut Adam dan Nuh sebagai pribadi, sedangkan untuk Ibrahim dan Imran disebut sebagai keluarga. Tentu ada makna yang mendalam di dalamnya.
Lalu, penceramah itu menguraikan. Adam dan Nuh, keduanya “tidak sempurna” dalam membuat keluarganya tetap beriman. Dalam keluarga Adam, ada seorang Qobil yang membunuh saudaranya, Habil. Sedangkan dalam keluarga Nuh, istri dan anaknya, Kan’an, sampai akhir hayatnya tetap kafir. “Sedangkan keluarga Ibrahim merupakan potret keluarga ideal. Luar biasa! Mulai dari pola asuh, pola didik dan perhatiannya pada putra dan keturunannya,’’ urainya.
BACA JUGA : Cara Mendidik Anak Menurut Al Qur'an
Dari garis keturunan Nabi Ibrahim, lahirlah para nabi dan rasul. Dari garis keturunan Ismail, lahirlah seorang Rasul, Muhammad SAW. Sedangkan dari garis keturunan Ishak, lahirlah Yakub, Yusuf dan seterusnya para nabi untuk Bani Israel. Nabi Ibrahim juga sangat memikirkan keturunannya. Banyak sekali doa Nabi Ibrahim yang membuktikan betapa beliau memperhatikan anak keturunannya. Seperti Rabbana hablana min azwajina wa dzurriyatina qurrota a'yun waj'alna lil muttaqiina imaama (QS Al Furqan 74) dan Rabbi habli minash shalihiin. (QS Ash Shaffaat: 100)
Dari nama-nama yang disebut tersebut, ada kesamaan yang sangat penting bagi keluarga muslim sampai saat ini. “Yakni keteguhan dan kegigihan untuk memastikan keluarga dan anak keturunan berada dalam jalur yang benar. Mengarahkan untuk tetap menyembah Allah. Dan itu dilakukan tanpa henti sampai akhir hayat,’’ tambah pengelola Rumah Tahfid ini.
BACA JUGA : Lima Pondasi Keluarga Islam
Diuraikan, Nabi Nuh tetap meyakinkan anak dan istrinya untuk menyembah Allah hingga saat banjir datang. Dari perahu yang dibuatnya, Nuh terus mengajak anggota keluarganya untuk menyembah Allah dan naik ke perahunya. Tapi, sang anak tak mau naik dan akhirnya tenggelam oleh azab Allah.
Hal yang sama juga dicontohkan oleh Nabi Muhammad. Bagaimana Rasulullah terus meyakinkan pamannya, Abu Thalib, untuk meninggalkan agama nenek moyangnya. ‘’Ikhtiar untuk menyelamatkan Abu Thalib tersebut tidak pernah berhenti sampai akhir hayatnya sang paman,’’ tambahnya.
BACA JUGA: Syeikh dari Gaza Galang Dana
Nabi Yakub juga mencontohkan hal yang sama. Terus meyakinkan anak keturunannya hingga sampai saat-saat terakhir hidup. Kisah tentang Nabi Yusuf dan saudara-saudaranya juga menggambarkan bagaimana cara Nabi Yakub mendidik anak-anaknya. Sehingga menjelang ajalnya, beliau menanyakan satu hal kepada anak-anaknya.
‘’Wahai anakku apa yang akan kamu sembah jika ayahmu ini meninggal?’’ Maka anak-anaknya pun menjawab,’’ Wahai ayahku, kami akan menyembah Tuhanmu.’’
Begitulah, para nabi, para “Keluarga Istimewa” yang disebut Allah di dalam Al Qur’an mengajarkan bagaimana menjaga anak dan keturunan untuk selalu berada di dalam keimanan kepada Allah SWT. (*)