COWASJP.COM – SEBUTLAH ini komodifikasi bulan Ramadhan oleh televisi. Sepanjang Ramadhan tahun ini televisi benar-benar panen. Program siaran langsung tayangan sepakbola mendominasi semalam suntuk. Pagi hari bangun tidur kita sudah "sarapan" pertandingan Copa America Centanerio sampai menjelang tengah hari. Begitu malam tiba, kita boleh melirik dulu kompetisi lokal ISC. Lalu, kalau masih sempat terawih, sepulang dari masjid kita bisa menghabiskan waktu sampai sahur menonton sajian Piala Eropa.
Para khatib di mimbar masjid mengingatkan potensi gangguan terhadap kekhusyukan ibadah puasa kita. Itulah komodifikasi, ketika Ramadhan yang seharusnya bernilai ibadah dieksploitasi oleh media menjadi nilai jual.
Tapi, para penggemar bola mungkin merasa lebih khusyuk menonton bola sambil hati berzikir dan jari memilin tasbih.
Kebetulan Euro kali ini menyajikan tontotan yang sangat menarik. Rasanya, belum pernah ada sajian pertandingan Euro semenarik sekarang ini. Hampir semua pertandingan menarik. Tidak ada yang merasa sia-sia menonton. Semula banyak yang mengatakan kualitas Euro akan merosot setelah jumlah peserta melonjak dari 16 menjadi 24 negara.
Ini berarti hampir separo negara Eropa ikut putaran final. Toh, negara sepakbola besar seperti Belanda tidak bisa lolos pra-kualifikasi. Drama pertama sudah dimulai sejak itu. Yang menyisihkan Belanda bukan tim besar, tapi tim gurem Islandia.
Arjen Robben (kiri) menyesali kekalahan timnya dari Islandia dengan skor 0-1. (Foto: istimewa)
Maka, ketika putaran final berlangsung, orang banyak yang ingin tahu seperti apa sih permainan Islandia. Dan, ketika pada pertandingan pertama Islandia bisa menahan Portugal, kita baru sadar ternyata mereka punya "sesuatu". Apapun. Mereka bisa menahan Portugal. Dan, meskipun Ronaldo nggondok setengah mati karena menganggap Islandia bermental kecil, kita tetap bersimpati kepada Islandia.
Dan sekarang kita baru sadar pula bahwa Islandia lolos bukan karena kebetulan. Mereka punya kekuatan. Terbukti mereka membuat sejarah dengan lolos ke babak 16 besar sebagai runner-up di atas Portugal yang lolos karena keberuntungan sebagai ururtan ketiga terbaik.
Gracie, Platini. Kita harus berterima kasih kepada Platini. Dialah, semasa kepemimpinannya di UEFA, yang mempunyai ide untuk menambah jumlah peserta Euro menjadi 24 negara. Dia ditentang banyak orang tapi bergeming, dan sekarang terbukti dia benar.
Micahel Platini. (Foto:beritasport)
Tak ada pertandingan yang tidak layak tonton. Bahkan pertandingan "sekelas" Switzerland vs Albania pun sangat menarik dan penuh drama, karena ada dua bersaudara Xhaka yang saling berhadap-hadap sebagai lawan.
Granit sang kakak bermain untuk Switzerland dan adiknya, Taulant membela Albania.
Para pengritik mengatakan UEFA berlaku tamak dengan menambah peserta menjadi 24 tim. Format baru dengan empat tim urutan tiga terbaik lolos ke fase knock out dianggap merusak sepakbola menyerang. Tim yang tidak pernah menang, seperti Portugal, bisa lolos. Produktifitas gol di fase grup pun rendah.
Boleh saja mengkritik begitu. Tapi, inilah turnamen. Taktik dan strategi harus jitu. Toh, pada akhirnya pada babak knock out sampai final, strategi menyerang mau tak mau harus diterapkan kalau mau lolos.
Pada turnamen lain, umumnya orang menunggu sampai babak knock out untuk menonton lebih serius. Tapi, di Euro kali ini pertandingan menegangkan sudah terjadi sejak awal babak. Inggris melawan Wales menjadi derby yang banyak ditonton orang. Entah sejak kapan kita sadar adanya rivalitas dua negara Britania itu, tiba-tiba saja derby-nya sudah menjadi klasik dan sangat banyak ditonton orang.
Kita tahu rivalitas abadi Inggris vs Jerman, atau Jerman vs Belanda. Tapi Inggris vs Wales belum kita rasakan ketegangannya sampai dengan Euro sekarang ini.
Pun pula derby Jerman vs Hungaria, atau derby negara-negara Balkan yang mengejutkan. Semua menyajikan drama yang menarik dan menegangkan.
Foto: solopos
Tim-tim besar banyak yang terkaget-kaget. Tuan rumah masih dilindungi keberuntungan menang pada waktu tambahan. Juara bertahan Spanyol disengat listrik Kroasia yang tampil trengginas. Inggris terlalu berat menahan harapan sehingga jalan terseok-seok tidak mampu menjadi juara grup. Jerman tetap jagoan turnamen meskipun belum terlihat kelasnya sebagai juara dunia. Italia main seperti biasanya, pertahanan ketat dan serangan balik.
Tapi di babak 16 besar gerendel Italia harus menghadapi tiki-taka Spanyol yang halus dan licin.
Di babak 16 besar pertarungan akan lebih menarik. Siapa bilang Inggris vs Islandia tidak menarik? Tidak ada yang menjamin Inggris menang. Pelatih Hodgson sampai sekarang masih bingung memilih komposisi pemain terbaik. Bisa jadi, Islandia akan menyandungi Inggris.
Kejutan-kejutan akan muncul, dan ini membuat Euro semakin excited dan Copa America hanya menjadi sarapan saja. Orang tidak menangisi kegagalan Brazil dan Uruguay. Argentina boleh juara, Chile boleh juga. Tak ada emosi yang terlibat.
Tapi Euro menyedot emosi dari awal sampai akhir. Bintang-bintang besar bersinar terang seperti Gareth Bale, Luca Modric, dan Dimitri Payet. Ada yang telat bersinar seperti Ronaldo, dan ada pula yang redup seperti Ibrahimovic. Sayang, bintang-bintang muda belum memancar dan panggung masih dikuasai aktor-aktor lama.
Kejutan-kejutan sudah terjadi, dan tampaknya akan terus terjadi. Sangat mungkin tim-tim empat besar, Prancis, Spanyol, Jerman, Italia akan tersandung, dan tim kejutan seperti Kroasia akan mengulang sejarah seperti Denmark dan Yunani.
Siapa tahu.
Yang jelas, Euro adalah mimpi bagi kita. Setelah bangun dari mimpi kita harus menghadapi kenyataan sepakbola Indonesia yang karut marut. Ya nasib. (*)