COWASJP.COM – ockquote>
O l e h: M. Nasaruddin Ismail
----------------------------------------
LAKSAMANA MADYA TNI (Pur) Sumartono, Sabtu malam 9 Juli 2016 telah tiada. Lulusan terbaik Akademi TNI AL tahun 1978 kelahiran Wates, Kediri, itu meninggal dunia setelah kanker ganas menyerang rongga hidungnya yang baru diketahui beberapa bulan lalu.
Saya sangat terkesan dengan Almarhum Sumartono, karena setiap Ramadhan selalu menitipkan zakat malnya. Setiap tahun saya juga selalu mengingatkan tentang zakatnya tersebut.
Tahun lalu, misalnya, Almarhum menitipkan uang Rp 20 juta. "Tolong disampaikan pada yang berhak untuk menerimanya," pinta Sumartono, mantan komandan Kobangdikal itu melalui telepon. "Siap. Perintah saya lalsanakan," jawab saya dengan singkat.
Tahun ini tidak saya ingatkan. Sebab, sebelum bulan Ramadhan saya dibisiki, kalau hidungnya terserang kanker ganas. Sudah studium tiga. Padahal, sebagai seorang perwira tinggi, dia rutin check-up kesehatan. Fisik penggemar olahraga lari ini juga nampak selalu prima. "Selama ini dokter THT hanya menyatakan kalau hidung saya ada sinositis," ceritanya.
Suatu hari, belum genap setengah tahun yang lalu, Almarhum minta periksa dalam. Endoscopy pun dilakukan. Barulah diketahui kalau hidunya terdapat kanker ganas. Dan, sudah studium tiga. "Tolong jangan diceritakan kepada orang lain," bisiknya. "Siap," sahut saya lagi singkat.
Begitu mendengarkan cerita itu, tanpa terasa air mata saya membasahi pipi. Saya memang kenal beliau sudah lama. Sejak perwira menengah. Kala itu masih menjadi penerbang pesawat TNI AL di Juanda. Beliau pulalah Komandan Pusat Penerbang TNI AL yang pertama. Beliau juga merupakan penerbang yang memiliki sertifikat untuk uji kelayakan pesawat buatan PT Dirgantara.
Mendengar kalau beliau terserang kanker, 8 Februari lalu, sepulang dari kediaman Sumartono saya langsung ke rumah Dahlan Iskan. Sebab, beliau sangat pengalaman dan paham soal kanker. Dahlan Iskan anjurkan untuk isterahat dulu makan-makanan yang enak. Misalnya, daging, yang mengadung lemak, serta minuman yang mengandung alkohol. Dan perbanyak makan sayur serta buah segar.
"Gelontorkan dengan perbanyak konsumsi sayur dan buah-buahan," tutur kakek lima cucu itu.
Namun, lanjutnya, sebelum dikonsumsi agar dibersihkan. Sebab, buah-buahan dan sayur di Indonesia, banyak disemprot dengan obat hama. "Harus dibersihkan betul, baru dimasak atau dimakan," jelasnya, sembari duduk santai di teras belakang rumahnya.
Banyak penderita kanker yang minta nasehat dia. Bahkan ada yang disuruh berobat di Tianjin, tempat beliau ganti hati dulu. Semua fasilitas miliknya di Tianjin, seperti mobil dan apartemen, boleh digunakan selama di sana.
Apa yang diceritakan Dahlan Iskan itu, saya teruskan pada perwira tinggi bintang tiga yang pernah menjabat komisaris utama di sebuah perusahaan BUMN itu. Dan almarhum pun mematuhi nasehat mantan menteri BUMN yang pernah ganti hati di Tianjin, Tiongkok, 10 tahun yang silam itu.
Kepedulian sosial peraih Adimakayasa, penghargaan tertinggi bagi lulusan terbaik akademi TNI dan Polri itu memang luar biasa. Setahun lalu, saya ceritakan kalau di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC), tempat saya mengabdi, butuh AC. Dia pun belikan tiga AC untuk aula yayasan yang membina anak-anak berkebutuhan khusus yang beralamat di Semolowaru Utara V tersebut.
Tak hanya itu. Ketika saya membantu membangun masjid di Campoang, Situbondo, sebuah desa yang berada di lereng gunung perbatasan dengan Bondowoso, almarhum titip uang Rp 10 juta.
Uang tersebut, saya titipkan lagi ke sebuah toko bangunan di sebuah desa sebelum Pasir Putih, Situbondo. Pengurus masjid tinggal mengambil bahan bangunan di toko bangunan tersebutm
Alhamdulillah, bermodal awal uang Rp 10 juta tetsebut, maka terwujudlah sebuah masjid, untuk menggantikan masjid desa yang hanyut terbawa banjir bandang sekitar 8 tahun silam.
Almarhum ketika mendampingi KSAL di Kobangdikal. (Foto: Nasruddin Ismail/CoWasJP.com).
Yang paling anyar dan tak bisa saya lupakan. Tiap tahun kalau lebaran seperti ini, saya selalu datang silaturrahim ke kediamannya di komplex perumahan Puri Juanda. Saya selalu datang untuk menemui ibunda almarhum. Sampai saat ini, ibunya masih segar bugar, meski duduk di atas kursi roda. Sedangkan ayahnya pensiunan prajurit pangkat rendah di Koramil Wates, sejak almarhum SD sudah tiada.
Sabtu lalu saya SMS ke laksamana bintang tiga yang dikenal disiplin itu. "Mohon izin, saya mau ke rumah sekarang," tulis saya. Sambil menunggu balasan, saya pun makan siang di RM Tempo Doeloe, Juanda.
Maksud saya, begitu dibalas, 5 menit kemudian sudah tiba di sana.
Lebih dari satu jam belum juga ada balasan. Saya pun putuskan kembali ke rumah. Saya tidak tahu kalau saat itu beliau lagi sakit keras. Dan malam itulah, beliau tiada.
Begitu adik kandungnya SMS, barulah tahu kalau Sumartono sakit keras, dan meninggal. "Pak Nas, Mas Ton sudah tiada. Sekarang saya mau terbang ke Jakarta," SMS Ibu Yayuk, adik kandung almarhum. Saya terkejut membaca pesanan singkat itu.
Seluruh keluarga almarhum memang saya anggap keluarga sendiri. Karena itu, hubungan pun tidak sebatas sebagai awak media. Kami sudah seperti keluarga sendiri, meski awalnya hanya karena sering meliput di Pangkalan Udara TNI AL Juanda.
Selamat jalan laksamana. Semoga amal bhaktimu diterima di sisi Allah. Aamiin...aamiin. (*)