COWASJP.COM – ockquote>
O l e h: Sri Rahayu
---------------------------
MENINGGALKAN Hatyai, Thailand, sekitar pukul 11.55. Berarti saya berada di Hatyai tidak lebih dari tiga jam. Mulai dari kedatangan bus pukul 09.30 sampai keberangkatan bus.
Nggak banyak yang saya lakukan di sana. Karena selain waktu yang mepet, juga sangu cekak. Ya udah, harus balik KL kalo nggak ingin mbambung.
Begitu bus berjalan sekitar 10 menit, saya sudah tepar.
Hampir pukul dua siang waktu Kayu Hitam Kedah, Malaysia, kenek bus atau mungkin sopir cadangan berteriak. "Paspor cap. Paspor cap!"
Untunglah beberapa menit sebelumnya saya sudah bangun, jadi nggak kaget. Terbangun, mungkin lebih tepatnya. Karena merasa ada yang aneh dengan jalan bus. Berbelok-belok, pelan memasuki jalan di pertokoan Thailand.
Saya buka mata. Benar! Ternyata bus memasuki kawasan sejenis pertokoan baru yang tidak terlalu ramai.
Dengan mata yang masih riyep-riyep, saya meluncur mengikuti penumpang lain yang setengah lari menuju bagian imigrasi Thailand. Karena masih belum sadar betul dari tidur, jadinya lupa mengambil foto kantor urusan keluar masuk negeri gajah itu.
Calon penumpang di Tbs yang sama-sama mbambung. (Foto Sri Rahayu/CoWasJP.com)
Berbaris di depan konter, yang kalo nggak salah, tiga buah. Para penumpang menyiapkan paspor yang umumnya berwarna merah maron. Tidak seperti paspor saya yang berwarna hijau.
Dibanding dengan tadi pagi, ketika memasuki Thailand, penumpangnya kali ini benar-benar beda.
Mata mereka umumnya sipit. Beberapa ceweknya bercelana pendek sekali. Kalo di Indonesia, mereka pasti jadi obyek pembangkit syahwat. Tapi di sini rupanya tidak.
Karena, ketika para wanita setengah telanjang yang menurut saya nggak cantik itu datang ke agen bus, sepertinya nggak ada laki-laki yang melirik, baik terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi.
Jika kemarin saat berangkat dari Tbs Kuala Lumpur, hampir sebagian besar wanitanya berjilbab. Kali ini sebaliknya, hanya saya dan satu orang lagi yang berjilbab.
Proses imigrasi sama sekali nggak ruwet. Paspor saya paling lama lima menit berada di tangan petugas. Dia perhatikan wajah saya, yang mandi terakhir kali kemarin pagi itu. Tok tok... paspor di stempel dan beres. Saya meluncur ke ruangan di belakang petugas. Rupanya itu pintu keluar dari Thailand.
Di luar pintu, Konsortium Bas yang sudah membawa saya dari Hatyai, sudah menunggu.
Oh ya, saya mau cerita tentang bus ini. Kenapa saya selalu pakai bus yang sama dalam tiga perjalanan saya.
Karena ini adalah wanti-wanti bos saya, Novita Dwi Tantika yang mengharuskan saya naik bus tersebut.
Padahal sih, nggak diwanti-wanti pun saya akan naik bus itu. Karena di samping saya sudah merasakan sensasinya (baca tulisan sebelumnya), juga nggak mau ribet cari bus lain.
Karena begitu turun di Hatyai, di depan saya sudah ada kantor pembelian tiket bus tersebut. Kalo ada yang mudah, kenapa cari yang susah? Ya kan?
UNTUNG ADA PENJUAL ES KRIM
Setelah keluar dari ruang imigrasi saya berusaha balik ke depan untuk mengambil foto. Tapi?!? Saya kecewa, karena jalan menuju ke depan tertutup pagar. Nggak ada pilihan, saya pun balik kanan, mengikuti penumpang lain menuju bus.
Salah seorang penumpang membeli es krim. (Foto Sri Rahayu/CoWasJP.com)
Untunglah di samping bus ada pedagang es krim di dalam gerobak. "Lumayan!" pikir saya. Karena saya bisa menjadikan foto penjual es krim ini untuk ilustrasi tulisan. Bukan hanya dia jualan di Thailand, tapi gerobaknya juga khas. Banyak gerobak seperti itu digunakan pedagang kaki lima. Eh.. kakinya berapa ya? Saya lupa menghitung he he..
Coconut ice cream, itulah nama minuman yang dijualnya. Harganya 40 bath, sekitar Rp14 ribuan uang kita.
Mungkin karena terbiasa kerja cepat atau karena melayani penumpang bus yang segera pergi, maka tangan penjual itu terampil sekali memindahkan makanan ke dalam mangkok batok.
Ya... cup atau mangkok untuk es krim ini adalah batok dari kelapa muda atau degan dalam bahasa Jawa.
Kelapa muda yang sudah dikerok, diisi kolang kaling, roti, ketan putih. Lalu dimasukkan es puter lalu diberi toping kacang tanah dan pepaya kering. Mak nyus tenan dinikmati dalam cuaca panas. Hanya saja, kalo di Indonesia mau meniru es krim ini, pasti nggak menemukan mangkoknya. Karena saya belum lihat di sini ada kelapa sekecil itu.
Coconut ice cream harganya 40 bath kalau dirupiahkan sekitar Rp14 ribuan. (Foto Sri Rahayu/CoWasJP.com)
Setelah semua penumpang naik, bus merayap beberapa ratus meter dan kembali kami disuruh turun.
"Paspor! Paspor! Bawa bek, bawa barang!" teriak kenek kepada kami, seperti guru TK kepada muridnya.
Set set wet... saya ambil ransel, masuk imigrasi Malaysia. Petugas memperhatikan saya, lalu meminta saya untuk cap jari telunjuk di mesin. Tanpa bicara saya tunjukkan, telunjuk kiri saya yang sudah seminggu lebih selalu saya bungkus dengan plester. Sakit. Untunglah petugas nggak menyuruh saya mencopotnya. Juga menolak ketika saya tawari kedua jempol saya. Tok tok... paspor distempel dan saya meluncur ke ruangan di belakangnya.
Di sini sudah menunggu petugas wanita dengan mesin detektor barang. Breg breg... ransel dan tas kecil saya lempar, aman. Saya pun menyusuri jalan keluar yang dibatasi oleh pagar di kiri kanannya.
Ternyata, saya berada di tempat tadi pagi saya sholat Subuh. Niatnya untuk sholat Dhuhur, tapi keburu sopir bus cabut.
Sekali lagi, dalam jarak 100 meter dari pos imigrasi tadi. Dua orang tentara Malaysia naik bus dan memeriksa paspor kami. Nggak jelas apa maksudnya? Bukankah kami baru keluar dari imigrasi dan sudah dapat cap di paspor? Kenapa sekarang diperiksa lagi? Ya udahlah, itu bukan urusan saya!
Bus meninggalkan imigresen sekitar pukul setengah tiga sore menyusuri hiway Malaysia yang menurut saya sangat panjang. Karena hampir selama perjalanan itu, semuanya melalui jalan tol. Entah kenapa? Saya nggak ingin menikmati pemandangan alam siang itu? Mungkin karena capek banget.
Seperti tadi ketika meninggalkan Hatyai, saya langsung tepar dan baru bangun di Kayu Hitam Kedah untuk cap paspor.
Perjalanan kali ini lebih menyenangkan. Karena sensasi Larkin - Kuala Lumpur kembali terjadi. Wifi lancar, colokan bagus. Jadi saya bisa kirim berita tanpa takut kehilangan sinyal.
Bener kan?!?! Berita tadi pagi yang saya kirim, terpotong. Rupanya aplikasi GNotes yang saya pakai untuk mengetik, hanya mampu mengirim 2000 karakter. Jadi, berita yang saya pikir sudah tercopy semua, ternyata putus. Yah... dikirim ulang deh.. dengan susah payah. Beres!
Bus terus meluncur di jalan tol. Saya berusaha tidur, supaya badan tetap fresh. Waduh!! tiba-tiba ada yang 'krembug-krembug' di perut dan bagian belakang. "Bahaya ini?!?!" pikir saya setelah ingat, bahwa sejak meninggalkan Indonesia Selasa lalu. Saya belum jongkok sama sekali. (maaf).
Foto Sri Rahayu/CoWasJP.com
Sabar! Sabar! Tahan...hingga akhirnya bus menepi dan ternyata rest area.
" Toilet! Toilet!" Cik sopir membangunkan penumpang yang masih lelap.
wesss.... seperti Superman terbang, saya langsung menyerbu toilet wanita. Entah berapa lama saya di sana, hingga terdengar ketukan pintu cukup keras. "Bentar!" teriak saya dari dalam. Hah!! Saya tertawa sendiri, kirain di toilet Indo. Mana mereka mengerti kata-kata saya he he.
Langsung menutup hajat secepatnya. Ketika membuka pintu, nampak wajah-wajah kesal para penumpang yang berbaris dengan rapi. "Sorry.. sorry! Yang penting dah lega!" sambil menunduk malu, saya lalui mereka.
Tiga kali berhenti di rest area, akhirnya bus sampai di TBS sekitar pukul 22. 25.
Saya langsung menuju mushola, ganti baju dan sholat Magrib dan Isya.
Berharap bisa tidur di mushola TBS malam ini, ternyata diusir oleh petugas. Yah.. terima deh mbambung di terminal dan menulis berita ini.
Sengaja saya tidak mencari bus jurusan Johor Bahru, karena besok saya berencana ke menara kembar. Menjalankan tugas dari Bu Novita he he he. *