COWASJP.COM – ockquote>
C a T a T a N: Kholili Indro
--------------------------------------
pada 17 Februari 2006
INI tulisan Almarhum Kholili Indro, wartawan Jawa Pos, pada 17 Februari 2006. Tulisan beliau dimaksudkan untuk memperkaya buku “Melesat di Tengah Badai” yang urung dicetak itu. Tulisan beliau kami simpan dan baru sekaranglah kami publikasikan. Salah seorang wartawan olahraga terbaik Jawa Pos ini telah wafat 23 Juli 2016 sekitar pukul 23.40 WIB.
Kholili Indro almarhum (kiri) bersama Abdul Muis. (Foto: Istimewa)
Inilah tulisan persembahan Almarhum buat sepakbola Indonesia dan Persebaya:
ATTACK 4
REAL The Dream Team. Sukses arek-arek Green Force Persebaya merenggut mahkota juara Liga Indonesia (Ligina) III 1997 terbilang fenomenal. Sebab inilah hasil ’’kolaborasi’’ ambisi dan dendam kesumat Ketua Umum Persebaya Sunarto Sumoprawiro terhadap prestasi Persebaya.
Sejak Ligina digelar pada 1994, nasib Persebaya memang terus terpuruk. Cak Narto sebagai Wali Kota Surabaya gregetan dengan prestasi Persebaya yang tak kunjung membaik. Pada Ligina I dan II, manajemen Persebaya memang dikelola Letkol Budianto dan beberapa pengurus Persebaya lainnya. Namun prestasi Persebaya kerap kedodoran. Termasuk ketika untuk kali pertama menggunakan pelatih dan pemain asing pada Ligina II.
Ketua Umum Persebaya Sunarto Sumoprawiro (cak Narto). (Foto: Istimewa)
Dengan gaya kepemimpinannya yang khas arek Suroboyo, Cak Narto kemudian turun tangan langsung menangani Persebaya. Dia menempatkan dirinya sebagai manajer tim Persebaya di Ligina III.
Keputusan menjadi manajer ini disemangati oleh ambisi Cak Narto untuk melahirkan Persebaya juara. Sebab selama kepengurusannya, Persebaya belum berhasil meraih gelar juara. Karena gregetan inilah, Cak Narto kemudian membentuk gerbong tim super. Dia menarik duet pelatih Rusdy Bahalwan dan Subodro serta pemain-pemain terbaik nasional.
Di bawah mistar ada Agus Murod, di lini belakang ada Aji Santoso, Anang Ma’ruf, Hartono, Bejo Sugiantoro, Mursyid Efendi, dan pemain asing asal Brazil Justinho Pinhiero. Sedangkan di lini tengah ada Yusuf Ekodono, Uston Nawawi, Eri Irianto, pemain muda Jatmiko dan gelandang asing terbaik Carlos de Mello. Di lini depan, Cak Narto menggaet striker asing asal Brazil Jacksen F. Tiago dan striker lokal Reinold Pieter.
Carlos de Mello (Foto: sindonews)
Menggabungkan pemain-pemain terbaik nasional bagi sebagian pelatih tidaklah gampang. Sebab biasanya pemain bintang punya ego tinggi untuk menunjukkan dirinya sebagai pemain terbaik. Namun, duet Rusdy-Subodro bisa meracik secara apik para pemain yang saat itu memang lagi bersinar. Jadilah kolaborasi tim Green Force kali ini memang maton (layak dan berbobot).
Dalam perjalanan awal kompetisi sebutan sebagai the dream team kerap didengungkan untuk Persebaya. Ini klop dengan prestasi yang diraih Green Force dalam setiap pertandingan. Mereka menang dan menang.
Bahkan dedengkot Persebaya, HM Barmen sudah memprediksi Green Force tinggal menunggu mahkota juara saja. Ini karena skill dan teknik pemain-pemain Persebaya di masing-masing posisi sangat klop, sehingga dalam pertandingan mereka dengan leluasa membabat lawan-lawannya.
Aji Santoso yang moncer di Arema mampu memperlihatkan dirinya sebagai bek spesialis kiri yang mampu menyayat pertahanan lawan dari sisi kiri. Sedangkan Anang Ma’ruf yang pernah mondok di Primavera Italia mengiris pertahanan kanan lawan.
Terobosan di kedua sayap itu ditunjang keandalan lini belakang, tengah, dan depan. Uston Nawawi yang punya mobilitas tinggi didampingi breaker Eri Irianto yang juga memiliki cannon ball. Ketika lini depan yang ditempati Jacksen F. Tiago dan Reinold Pieter mengalami kebuntuan, maka Eri bisa menjadi alternatif dengan tendangan geledeknya yang keras menghujam gawang lawan.
Di lini tengah juga da Yusuf Ekodono yang punya teknik dan skill bagus sebagai pembagi bola. Yusuf yang lebih senior bisa menjadi panutan bagi rekan-rekannya yang masih muda.
Bukan hanya itu. Lini belakang yang ditempati libero Bejo Sugiantoro yang saat itu masih begitu muda bisa menjadi penyapu serangan lawan yang efektif. Ini karena dia ditunjang dua stopper yang mumpuni, Khairil ’’Pace’’ Anwar dan si jangkung besar Justinho Pinhiero. Untuk menghalau bola-bola atas inilah peran Justinho sangat besar bagi pertahanan Green Force.
Tim Green Force juga memiliki pemain-pemain pengganti atau pelapis yang tidak beda jauh kualitasnya, sehingga ketika terjadi pemain inti absen, kekuatan Persebaya tidak jomplang.
Rusdy Bahalwan dan Subodro yang jeli meramu strategi juga bisa meredam temperamental beberapa pemainnya dengan gaya khasnya yang kalem. Bahkan Rusdy selalu mengajak para pemainnya yang muslim untuk salat berjamaah. Hal ini sangat jarang dilakukan oleh pelatih-pelatih lain. Maklum saja Rusdy juga dikenal sebagai seorang mubalig, sehingga tak sulit bagi dia untuk memimpin para pemainnya salat berjamaah.
GAJI DAN BONUS TEPAT WAKTU
Hal lain yang membuat tim ini bisa tampil penuh semangat di tiap pertandingan adalah ketepatan Cak Narto mengucurkan dana untuk pemainnya. Gaji dan bonus besar bisa dipenuhi Cak Narto dengan tepat waktu. Istilahnya Cak Narto datang, persoalan beres. Cak Narto juga bisa mengayomi para suporter. Bahkan ketika di bertanding di Senayan, Cak Narto membuka dapur umum untuk suporter Persebaya.
Cak Narto tak hanya memanjakan pemain dengan uang dan uang. Cak Narto membangun mental pemainnya tidak hanya melalui oral, melainkan juga melalui tulisan penebar semangat di tiap sudut Wisma Persebaya. Cak Narto mengadopsi cara-cara Kopassus dalam menyemangati tentaranya melalui semboyan dan moto penyebar semangat.
Kolaborasi ini terbukti jitu. Persebaya mampu mewujudkan dirinya sebagai Real The Dream Team. Dalam grand final melawan Bandung Raya, Persebaya menang 3–1. Kemenangan ini terasa menggetarkan. Bukan hanya karena Persebaya bisa mengalahkan Bandung Raya secara teknik, namun mampu memperlihatkan dirinya sebagai tim yang menang secara mental.
Dengan sebutan the dream team yang disandang sejak awal Ligina III beban Persebaya memang terasa berat dan menyesakkan. Apalagi banyak yang memprediksi Persebaya bakal meraih gelar juara. Namun berkat kegigihan mental para punggawa Green Force, semua beban itu bisa dipikul bersama dan Persebaya merebut juara. *
DATA FINAL LIGA INDONESIA 1997
(28 Juli 1997 di Stadion Utama Senayan, Jakarta]
Persebaya Surabaya v Bandung Raya 3-1
Pencetak gol:
Persebaya: Aji Santoso (pen 58’), Jacksen F. Tiago (60’), Reinald Pieters (86’)
Bandung Raya: Budiman (84’)
Wasit: Kim Dae Hyung
Persebaya: Agus Murod (g), Aji Santoso (C), Anang Maruf/Hartono (80'), Sugiantoro, Justinho Pinhiero, Khairil Anwar, Carlos de Mello, Yusuf Ekodono (40')/ Jatmiko (43'), Uston Nawawi/Mursyid Effendi (87'), Jaksen F. Tiago (64'), Reinald Pieters.
Bandung Raya: Hermansyah, Surya Lesmana/Rehmalem P. (63') (72'), Nuralim (29'), Herry Kiswanto/Hendriawan (78'), Olinga Atangana, Dahiru Ibarahim, M. Ramdan, Alexander Saununu, Budiman, Deftendi/Stephen Weah (51'), Peri Sandria (c).
Topscorer: Jacksen F. Tiago (Brazil, Persebaya) 26 gol (25 pertandingan)
Pemain Terbaik: Nuralim (Bandung Raya)