COWASJP.COM – ockquote>
C a T a T a N: Slamet Oerip Prihadi
-------------------------------------------------
TAHUN 2006 menjadi tahun tantangan bagi Green Force Persebaya. Wakil Walikota Surabaya, Arif Afandi, mengemban tugas berat untuk mengembalikan Persebaya ke kasta puncak (Divisi Utama). Green Force tahun lalu tersungkur ke Divisi Satu gara-gara meninggalkan arena Delapan Besar Divisi Utama PSSI 2005, tanpa izin Panpel dan PSSI.
Alhasil, Ketua Umum Persebaya yang juga Walikota Surabaya, Bambang DH, diskorsing 10 tahun.
BACA JUGA: Tiga Skenario Hidupkan Persebaya
Manajer Persebaya saat itu, Saleh Ismail Mukadar, diskorsing 2 tahun. Sedangkan Persebaya diskorsing 24 bulan tidak boleh mengikuti kompetisi. Kemudian direduksi menjadi 16 bulan.
ATTACK 8
SEBELUM menceritakan sukses Arif Afandi bersama pelatih Freddy Muli mengentas kembali Persebaya ke kasta terpuncak (Divisi Utama), kami perlu mengilas balik perjalanan Haji Santo. Beliau aman, tidak kena skorsing. Meninggalkan markas Persebaya di Karanggayam, kemudian tiba-tiba muncul di markas Persis Solo.
Arif Afandi. (Foto: istimewa)
Posisinya di belakang layar, tapi mendapatkan wewenang mengatur siasat agar Persis Solo yang sudah lama tenggelam sejak 1948, bisa menembus kembali kasta Divisi Utama tahun 2006 juga.
Hebatnya, Persis kemudian sukses menembus final Divisi Satu 2006 dan menantang Persebaya! Akhirnya Persebaya lah yang juara setelah menumbangkan Persis 2 – 0 di Stadion Brawijaya Kediri.
Meskipun gagal juara, namun Persis dan Persebaya sudah pasti promosi ke Divisi Utama.
Perlu dicatat, inilah hebatnya Haji Santo, meskipun pindah ke klub lain, perjuangannya untuk menyelamatkan Persebaya tetap dilakukan. “Saya menghadap Ketua Umum PSSI (HAM Nurdin Halid) di LP Cipinang. Di situ saya dimarahi habis-habisan oleh Pak Nurdin. Saya diam saja, wong memang salah. Saya tunggu sampai semua uneg-uneg Pak Nurdin tuntas dan emosinya mereda. Barulah saya ajukan permohonan. Ampunilah Persebaya dan izinkan Persebaya ikut kompetisi lagi musim depan (2006). Permohonan saya dikabulkan, asalkan jangan mengulangi kesalahan yang sama,” tutur Haji Santo kepada kami beberapa hari setelah menghadap Ketua Umum.
Persebaya boleh kompetisi lagi, tapi harus turun ke kasta Divisi Satu. Yang terpenting Persebaya bisa berkompetisi di musim berikutnya. Jangan sampai tidak ikut kompetisi! Seperti itulah pikiran strategis Haji Santo.
Almarhum Haji Santo. (Foto: sportdetik)
“Saya sadar, bahwa bahasa sepakbola berbeda jauh dengan bahasa politik. Satu fraksi sah-sah saja melakukan walk out di sidang DPR. Tidak ada sanksinya. Tapi klub sepakbola jangan sampai melakukan walk out ketika kompetisi sedang berjalan. Sanksinya amat berat. Persoalannya bukan dengan PSSI saja, tapi juga dengan AFC dan FIFA,” pesan inilah yang disampaikan Haji Santo kepada kami.
Setelah itu, kami lama tidak kontak lagi dengan Haji Santo. Sampai di suatu malam, ketika babak penyisihan wilayah Kompetisi Divisi Satu menyisakan 7 pertandingan lagi. Kami berada di lantai 4 Graha Pena, markas Redaksi Jawa Pos. Zainal, staf Koordinator Liputan, memberitahukan bahwa ada telepon dari teman lama. Penting!
Eh, ternyata Haji Santo yang menelepon.
“Tumben nelpon Pak Haji?” kata kami.
“Saya perlu bantuan sampean lagi. Tolong sampean lihat jadwal pertandingan Persis. Sisa 7 pertandingan. Tolong sampean bikin orek-orekan. Di mana Persis harus mengambil 3 poin penuh, dan di mana perlu melepas poinnya. Saya pingin Persis juara grup dan menantang Persebaya di final,” pinta Haji Santo.
“Tunggu 30 menit Pak Haji. Nanti saya fax-kan hitungan saya,” jawab kami.
Kami pun membuat hitungan di dua lembar halaman folio. Ada beberapa catatan, antara lain di pertandingan ini Persis harus menyimpan pemain-pemain andalannya. Agar mereka tidak kena akumulasi kartu kuning. Jangan emosi harus menang. Nanti, pas harus mengambil poin penuh, beberapa pemain inti tidak bisa main karena akumulasi kartu kuning.
Hal seperti ini sering terjadi di dunia sepakbola Indonesia. Waktu itu dikenal istilah wasit remote control. Wasit akan memberikan kartu kuning terstruktur terhadap pemain berbahaya satu klub yang dinilai sebagai pesaing berat. Tentu ini atas pesanan klub lawan dengan imbalan tertentu. Dengan begitu ketika klub pemesan bertemu dengan Persis, pemain andalan Persis tidak bisa main karena kena akumulasi kartu. Target minimum merebut 1 poin pun bisa gagal teraih.
Fax dikirimkan oleh Zainal ke nomor telepon yang disebutkan Haji Santo. Kemudian Haji Santo menelepon lagi.
“Terima kasih ya. Betul, Persis perlu mewaspadai ancaman kartu kuning dari wasit ya. Hahahahaha,” kata Haji Santo diakhiri tertawa lepas. Haji Santo paham, dan tahu di mana harus “bermain.” Tapi kami tidak ingin memikirkan soal itu. Yang penting berhitung agar irama tempur klub meninggi di empat pertandingan akhir. Jangan sampai lengah terhadap kemungkinan penggembosan lewat sliding nonteknis.
Setelah itu, kami tidak pernah kontak lagi, sampai suatu malam menjelang pertandingan pamungkas penyisihan grup Delapan Besar di Stadion Manahan, Solo. Haji Santo adalah orang yang tak pernah melupakan jasa orang lain kepadanya. Beliau kembali menelepon kami.
“Suhu, sampean saya undang menonton pertandingan akhir Persis di Stadion Manahan ya. Berangkat saja. Nanti akomodasi dan transpor saya sediakan,” kata Haji Santo.
Padahal kami sudah lupa pernah membuatkan hitung-hitungan poin untuk Persis, tapi ternyata beliau tak pernah melupakan. Dan benar, di Solo kami telah disediakan kamar hotel dan mobil antar jemput dari hotel ke stadion. Pulangnya kami diberi uang transpor. Ya kami terima saja. Ini tidak ada kaitan dengan penulisan berita.
“Sebelum pulang ke Surabaya, sampean perlu saya ajak ke rumah pribadi saya di Solo,” katanya. Kemudian beliau mengajak kami ke rumahnya yang sangat sederhana. Seperti inikah rumah orang yang sering membantu orang lain dengan uang jutaan rupiah itu? “Saya kalau punya rejeki selalu saya bagi-bagi. Tidak pernah saya makan sendiri. Sampean lihat sendiri rumah saya. Tidak ada perabot mewah di sini. Yang penting saya punya banyak teman,” tutur beliau.
Menjalin persaudaraan di atas segalanya. Inilah kehebatan Almarhum Haji Santo. Dan, tahun 2006 beliau sukses menyelamatkan Persebaya dari hukuman tidak boleh ikut kompetisi selama 16 bulan, sekaligus mengangkat Persis ke Divisi Utama. Penantian teramat panjang (58 tahun) sejak Persis juara Kompetisi Perserikatan PSSI 1948. Persis tenggelam di kasta bawah sejak 1949 – 2005.
Persebaya pun juara Divisi Satu dan kembali ke Divisi Utama. Luar biasa! Adakah tokoh sepakbola Surabaya saat ini yang menandingi keunggulan beliau? Belum ada.
Foto: Sportdetik.com
BABAK DELAPAN BESAR DIVISI SATU 2006
Pertandingan 8, 10, dan 13 Agustus 2006.
GRUP A
Di Stadion Gelora 10 Nopember, Surabaya.
PSSB Bireun, Persma Manado, PS Pelita Jaya Purwakarta dan tuan rumah Persebaya Surabaya.
Persebaya juara grup.
GRUP B
Persiraja Banda Aceh, Persikabo Bogor, Perseman Manokwari dan tuan rumah Persis Solo.
Persis juara grup.*
FINAL
Rabu 16 Agustus 2006, di Stadion Brawijaya Kediri.
Persebaya v Persis 2 - 0
Kedua gol Persebaya dicetak oleh duet striker Ever Barrientos dan Marcelo Braga. *
Baca juga berita-berita menarik lainnya Di CoWasJP.com