COWASJP.COM – ockquote>
C a T a T a N: Darul Farokhi
---------------------------------------
ADA angan yang tertahan. Ada rindu yang terlalu. Ada cita yang terbalut realita. Semuanya terhenti. Berbaur kusut dalam usaha membangun kejayaan berbasis parameter: HARTA.
Kini...tak banyak jatah umur yang tersisa. Tahun demi tahun telah kujalani bersama keluarga. Ngrumpi. Diskusi. Ngaji, sampai berlari dan berlari memburu rejeki. Semuanya saya lakukan demi sebuah tanggung jawab sebagai tulang punggung nafkah keluarga.
Apa yang salah? Gak ada. Alur sebuah perjuangan bertumpu pada nawaitu masing-masing. Tak ada pihak lain berwenang memvonis: salah atau benar. Allah pun memberikan keleluasaan kepada hambanya untuk memilih. Hanya...rambu dan norma yang ditebar. Semua diturunkan ke muka bumi sangat rigit. Tak lapuk digerus roda zaman. Berlaku bagi semua suku/bangsa: universal.
Dulu....kupilih berjibaku di grup JP sebagai ajang perjuangan. 'Kuliah' di kampus Karah Agung. Mengais bekal. 'Lulus.....!'. Lanjut terbang ke Papua, membangun perusahaan koran: Cenderawasih Pos. Lulus. Loncat ke Palembang: bikin Sumatera Ekspres. Lalu, kembali ke kampus karah Agung membangun Jawa Pos News Network (JPNN) bersama Prof Sam Abede Pareno dan kawan-kawan.
Berbagi dengan Lurah/Kepala Desa dan Camat sekabupaten Nganjuk. (Foto: Darul/CoWasJP)
Tak lama berselang, dapat peluang turun gunung lagi. Kali ini, sasaran serangan ke pinggiran Jakarta. Tepatnya: Tambun, Bekasi.
Bikin koran lagi? Tidak. Ini babak baru bagi grup JP. Sang Komandan berkenan masuk ke ranah percetakan umum. Nyambung dengan taipan Cester S Patanroi. Perusahaan Packaging Printing milik Cester, kami take ofer....(maaf) tanpa bayar.
Setahun di Tambun, muncul tantangan baru lagi. Perusahaan harus berkompetisi dalam strategi produksi fisik koran: cetak jarak jauh. Sawah di Singopuran, Kartosuro pun kami sulap jadi markas cetak jarak jauh koran JP. Titik. Pulang. Kembali ke kampung nan sepi di pinggiran Kali Brantas.
Itulah sekilas sejarah hidup. Semua saya jalani dengan semangat dan ikhlas. Nawaitunya: pingin meningkatkan kapasis manfaat diri pada sesama.
Berhasil....? Belum. Masih setengah. Semua perusahaan itu memang terus tumbuh. Sekarang, banyak hamba Allah yang mengais nafkah lewat pintu rizqi yang dipasang Allah di perusahaan-perusahaan itu.
Jumlahnya sudah sangat banyak. Tapi, bagiku, itu baru setengah nawaitu sy yang terwujud; yaitu: niat membangun 'pesantren' dalam penampakan lain: perusahaan. Sementara, nawaitu mendorong kapasitas diri bermanfaat langsung bagi sesama, masih kurang setengah lagi.
Saya pun pamit ke Pak Boss untuk pulang. Targetnya saya, pingin mengejar PR yang kurang setengah lagi. Meski pamitan cukup alot, akhirnya terwujud.
Babak baru saya jalani. Kali ini, 'ndilalah,' pasti kersane Allah, terbuka lahan perjuangan di NTB. Ada sebuah kabupaten pemekaran yang sedang membangun BUMD.
Bismillah....berangkat berjuang ke KSB: Kabupaten Sumbawa Barat. Kerangkanya: membangun sebuah perusahaan baru. Asiiiik. Berkat bimbingan Bupati yang Kiyai besar: KH Zulkifli Muhadli, alur perjalanan niat berjalan lancar. Sampai suatu saat,'ibu pertiwi' memanggil untuk merevitalisasi perusahaan daerah. So....kembali ke kampung memenuhi panggilan 'ibu pertiwi'.
Para peserta menyimak pembicara dalam acara pertemuan di depan Lurah/Kepala Desa dan Camat sekabupaten Nganjuk. (Foto: Darul/CoWasJP)
Jujur saya sampaikan, berjuang di dua BUMD sangat sulit. Kreasi dan inovasi demi mewujudkan cita-cita kemanfaatan diri bagi sesama, tak semulus yang saya bayangkan. Gagal total. PR yang masih setengah lagi pun tak bisa saya gapai. 'Itu bukan maqam sampean mas', kata sahabat karibku, Joko Intarto.
Kini....Saya harus melepas semuanya. Pemurnian niat. Revitalisasi aksi. Mencuci riak-riak pengganggu. Berkat bimbingan dan nasihat IBU, semua terasa lebih indah. Istri dan anak-anak mendukung penuh. Alhamdulillah.
Lepas dari BUMD Nganjuk....kami bulatkan tekat menebar ilmu dan pengalaman, langsung ke desa. Gerakan nasional membangun BUM Desa, terasa sebagai panggilan Ilahi. Ladang perjuangan baru yang terasa lebih dengan getaran hati.
Ada keterpanggilan hati yang tak terbendung. Ada rindu yang terlalu untuk merealisasi PR yang tersisa. Ada angan yang tertahan untuk berkiprah lebih optimal pada ranah keummatan.
Klop. Banyak kepala desa ingin membangun BUM Desa yang mantap. Banyak harapan besar yang membuncah. Tapi, hampir semuanya khawatir/takut salah langkah. Bila ini terjadi, niat baik mereka pasti berujung musibah. Na'udzubillah.
Suara-suara serupa saya dengar langsung dari para kepala desa dan camat. Semuanya terungkap saat diminta berbagi pengalaman di Pendopo Nganjuk. Kepala desa, camat dan LSM kumpul membahas revitalisasi BUM Desa.
Kenapa takut?
Sistem administrasi dan pelaporan BUM Desa tak sama dengan SILOKDES. Beberapa tahun terakhir, staf administrasi keuangan desa, masih harus belajar kuwat untuk aplikasi Silokdes. 'Apa jadinya bila harus ditambah beban bikin: business plan, laba rugi dan cash flow BUM Desa? Ngeriii,'' kata Burhanuddin El Arif, aktivis Jarkom Desa.
Gayung bersambut. Otoritas pendorong kemajuan desa bertekat mewujudkan BUM Desa yang dikelola secara profesional. Bila program ini dikawal penuh, dia yakin BUM Desa akan jadi tulang punggung ekonomi desa. ''Tolong dibantu ya Pak Darul,'' kata Kepala Bapemasdes Nganjuk Gunawan Widagdo.
Bupati Nganjuk Taufiqurrahman bersama pelaku UMKM potensial. (Foto: Darul/CoWasJP)
Alhamdulillah....perjuangan mewujudan nawaitu hidup lebih bermakna, semakin dekat. Saya tarik beberapa pemuda dari Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) Nganjuk. Bersama Jarkom Desa, kami siapkan mereka sebagai tim pembimbing manajemen BUM Desa.
Kami tidak membentuk tim yang pandai adu argumen. Tidak banyak menebar wacana. Mereka kami siapkan untuk membimbing langsung operasional manajemen BUM Desa.
Mulai dari pembuatan Business Plan, jurnal-jurnal keuangan, sampai laporan keuangan: neraca, laba rugi dan cash flow.
Berdasarkan pengalaman, tata kelola manajemen seperti ini tidak bisa sekadar diterangkan. Harus lebih banyak praktik yang terkawal. Dengan cara ini, insha Allah, para awak BUM Desa bisa cepat menyerap penularan skill.
Awalnya, diskusi kecil itu hanya membahas pengawalan teknis. Materi diskusi pun berseliweran tentang tata kelola. Sampai muncul pertanyaan,''Apa ada potensi bisnis di desa yang bisa dikelola secara wajar? Maksudnya, dengan gaji karyawan setara perusahaan umum? Bila tidak, pengawalan ini akan mubadzir''.
Semua peserta terdiam. Sesaat kemudian, saya minta mereka konsentrasi. 'Coba kita bedah potensi perusahaan yang fokus pada usaha pertanian warga. Besaran aksinya kita batasi satu desa saja''.
Sinkronisasi dengan Kepala Dinas Pertanian Nganjuk. (Foto: Darul/CoWasJP)
Astaghfirullah.....berdasarkan hitungan detil masing-masing, ternyata potensi desa sangat besar. Omset yang bisa dihimpun mencapai di atas Rp 5 milyar. Sebuah peluang sangat potensial untuk sebuah BUM Desa.
Lebih menakjubkan lagi, bila besaran omset desa ditarik dalam skala kabupaten. Tentu, untuk mewujudkan ini harus dibentuk perusahaan holding. Sebuah perusahaan yang sahamnya dimiliki masing-masing BUM Desa. Kalkulasi kasarnya: omset yang bisa digarap mencapai Rp 1.3 T. Apakah ini kecil....?
Itulah sekilas yang menghentak hati saya untuk berpartisipasi. Saya bertekat untuk berbagi dengan warga desa. Langsung. Saya yakin, dengan cara ini, setengah cita-cita saya bisa lunas terbayar.
Semoga Allah selalu memberikan kekuatan dan bimbinganNYA. Aamiin.....***