COWASJP.COM – ockquote>
O l e h: Subur Setyo Budi
-------------------------------------
INILAH pertanyaan besar yang mengambang di lereng Gunung Semeru, yang belum terjawab dengan jitu sampai sekarang. Seharusnya penambangan pasir Semeru menjadi sumber andalan PAD (Pendapatan Asli Darah) Pemkab Lumajang, namun nyatanya jauh dari harapan. Apakah Pemkab Lumajang membutuhkan seorang Bupati yang hebat? Seperti yang dimiliki Pemkab Banyuwangi sekarang, Azwar Anas Abdullah. Kita belum tahu, apa jawaban pastinya.
Karena itu, harapan warga Kabupaten Lumajang kini bertumpu kepada Bupati Lumajang yang baru: Dr H Syahrazad Masdar MA. Yang jelas, Syahrazad Masdar telah mengoreksi nilai kontrak investor pasir. Inilah langkah awal yang berani dan benar. Syahrazad Masdar menegaskan bahwa nilai kontraknya terlalu kecil!
Gebrakan berikutnya adalah membatalkan kontrak pengelolaan pasir. Pasir Semeru yang kualitas tinggi harus dihargai tinggi pula agar memberikan sumbangan pada PAD secara signifikan. Soal pasir Semeru, bukan Lumajang yang buruh investor, tapi justeru investorlah yang mencari pasir Lumajang (Semeru). Pemkab akan menilai ulang agar nilai kontrak menjadi motor pembangunan Kabupaten Lumajang.
Silakan saja para investor berteriak. Tapi, perlu ditegaskan bahwa penguasa daerah (Bupati bersama DPR Kab. Lumajang) )wajib melindungi kekayaan alamnya dan mendistribusikannya untuk kepentingan warga Lumajang.
Yang pasti, pasir Semeru adalah jenis pasir terbaik di Indonesia. Kualitas pasirnya memenuhi mutu bahan material bangunan yang dibutuhkan. Baik dari segi bentuk, ukuran, warna maupun daya rekatnya sudah teruji. Bahkan diperkirakan jumlahnya mampu memenuhi kebutuhan pasir se-Jawa timur .
Para peneliti dari pemerintah maupun dari kalangan akademisi telah membuktikan kualitas pasir di Lumajang itu. Diperkirakan jumlah pasir Semeru tidak akan pernah habis sepanjang waktu. Jutaan kubik pasir itu terbawa banjir dari Gunung Semeru melalui sejumlah aliran lahar menuju ke laut selatan.
Keberadaan Gunung Semeru dengan kandungan pasirnya tentu saja diharapkan mampu membawa berkah kemakmuran bagi masyarakat Kabupaten Lumajang. Bahkan pemerintah setempat optimistis pasir Semeru jadi andalan utama untuk memperoleh PAD (pendapatan Asli Daerah).
Namun, setelah pengelolaan pasir yang banyak mengandung zat besi itu mulai diintensifkan sejak awal tahun 2000-an, ternyata hasilnya tidak sesuai dengan harapan. Silang sengkarutnya pengelolaan dunia pertambangan di Indonesia, dialami pula oleh pertambangan pasir Semeru. Agaknya, adagium ada gula ada semut menjangkiti semua pelaku aneka jenis tambang di negara ini.
Sebagaimana berita pasir sebelumnya, sekurang-kurangnya ada 2 investor, 1 bupati, 1 PNS (pegawai negeri sipil) dan dua orang pecinta lingkungan yang telah menjadi tumbal manisnya pasir semeru di Lumajang. Mereka sebagian kini harus menjalani hukuman dalam penjara, dan dua orang lainnya dianiaya dan dibantai beramai-ramai.
Sementara itu, Gunung Semeru merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa dan gunung berapi paling aktif di Indonesia. Gunung yang puncaknya dinamai Mahameru itu memiliki luas area 40 hektar. Material lava yang keluar dari magma menghasilkan abu vulkanik dan bebatuan dengan suhu panas mencapai lebih dari 3000 derajat Celsius.
Sebagian material lava yang dimuntahkan dari magma itu terlontar dari puncak dan turun menerjang apa saja yang dilalui menuju hilir sungai di bagian bawah lereng gunung. Lelehan lava yang terlontar dari mulut magma itu bisa berpotensi menjadi bencana lahar panas.
Sementara itu, sebagian material lava yang tidak ikut menggelontor dan menumpuk di puncak, hingga jutaan kubik. Kian hari lelehan lava yang menumpuk itu kian banyak, hingga meluber dan mengalir ke bagian luar puncak. Luberan lava panas inilah yang kalau pada malam hari tampak bagaikan lidah api menjulur ke bawah.
Apabila di puncak lama tidak turun hujan, tumpukan lava itu kian tinggi dan bentuknya bisa berubah-ubah. Namun apabila di kawasan puncak turun hujan lebat dan lama, maka lava tidak lagi mampu menahaan air hujan hingga akhirnya ambrol tak terbendung. Ambrolnya jutaan kubik lava Semeru itu mengakibatkan terjadinya lahar dingin Semeru.
Di kawasan selatan Lumajang ada 6 wilayah kecamatan terdiri 48 desa yang menjadi daerah pelanggan banjir Semeru. Bagian timur gunung ada 4 kecamatan, yaitu kecamatan Tempeh, Pasirian, Candipuro dan Pasruh Jambe. Sedangkan di bagian selatan semeru ada dua kecamatan, yaitu Pronojiwo dan Tempursari.
Dikatakan sebagai daerah pelanggan banjir karena semua sungai aliran banjir melewati 6 kecamatan tersebut. Sungai-sungai yang dialiri banjir hingga ke laut selatan itu terdiri Kali Leprak, Kali Rejali, Kali Regoyo, Kali Mujur, Kali Pancing dan Kali Glidik.
Apabila tak terbendung, luapan banjir semeru yang menghanyutkan lumpur, pasir, bebatuan dan pepohonan itu akan menerjang daerah permukiman serta areal perkebunan dan persawahan. Sudah tak terhitung, berapa banyak korban jiwa dan kerugian material akibat bencana banjir Semeru.
Bencana besar pernah terjadi tahun 1957 ketika lahar Semeru yang menghanyutkan pohon-pohon besar memporak-porandakan kota Lumajang. Namun bencana Semeru terbesar terjadi tahun 1976, ketika banjir dingin meluluh-lantakkan sejumlah desa di kecamatan Candipuro. Bahkan banjir di tengah malam itu mampu melenyapkan Desa Kebundeli hanya dalam waktu sekejap. Kejadian banjir yang memakan ratusan korban jiwa itu mengundang masyarakat dari berbagai provinsi datang langsung untuk memberi bantuan.
Bahkan Presiden Soeharto kala itu juga meninjau langsung ke lokasi banjir. Karena areal bekas Desa Kebundeli yang makmur itu berada di daerah yang paling rawan , akhirnya pihak pemerintah secara resmi menutup areal tersebut sebagai ‘daerah terlarang’ Sementara sisa penduduk dan Kepala Desa Kebundeli yang masih berada di penampungan segera ditransmigrasikan ke luar Jawa. (*)