COWASJP.COM – Seluruh tempat hiburan karaoke bakal kena tarif royalti. Penarikan pungutan itu dikoordinasikan oleh Lembaga Manajemen Kolektif.
Besaran tarif royalti yakni Rp 50 ribu untuk lagu di tempat karaoke muncul setelah diberlakukan Undang-Undang Hak Cipta (UUHC) No 28 Tahun 2014.
Bagi pengusaha karaoke, besaran itu dianggap terlalu besar.
’’Spirit UUHC No 28 Tahun 2014 mengatur berdirinya Lembaga Manajemen Kolektif dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMK dan LMKN),’’ ujar Komisioner LMKN Imam Haryanto di Jakarta, Selasa (14/3).
Dengan adanya LMK dan LMKN, segala pengurusan bisa dilakukan dalam satu pintu, termasuk penagihan royalti lagu di rumah karaoke Rp 50 ribu.
’’Penagihan oleh LMK dan besaran royalti Rp 50 ribu, dipastikan sudah melalui tahapan, kajian serta studi banding. Jadi, tidak benar kalau ada pihak menuduh LMK tidak punya acuan,’’ katanya.
Studi banding sudah dilakukan LMK-LMKN ke berbagai Negara. Di antarnaya ke Malaysia, Singapura, Jepang, dan Korea Selatan. Selain itu, LMK-LMKN telah mengomunikasikan dengan berbagai pihak sehingga menghasilkan nominal tadi.
Ilustrasi: Karaoke kena pajak. (foto: istimewa)
’’Publik perlu tahu, penetapan Rp 50 ribu tidak asal-asalan. Melainkan sudah melakukan komparasi di negara-negara lain. Hasil studi banding itu menyatakan tarif di kita jauh di bawah negara-negara tersebut,’’ tandasnya.
Meski begitu, kata Haryanto, bagi para user yang merasa keberatan dengan tarif royalty tersebut, LMK-LMKN membuka ruang untuk dialog dan mediasi menyelesaikan persoalan.
’’Kami terbuka dialog dan mediasi terkait besaran tarif royalti tersebut, dan sudah ada beberapa kali upaya mediasi,’’ ungkapnya.
Direktur Hak Cipta dan Desain Industri, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Erni Widhyastari, mengakui dalam UUHC 2014, penetapan tarif royalti lagu ada ketentuan dan dilaksanakan LMK.
’’Kami berada di tengah-tengah antara LMK dan para user. Jika, penetapan royalti Rp 50 ribu itu dirasa keberatan tentu bisa dikomunikasikan dengan LMK-LMK, sehingga bisa dimediasikan dan dicari solusinya,’’ katanya.
Ada mekanismenya jika user keberatan. Kemudian, akan dikomunikasikan dengan LMK-LMKN sebagai pelaksana dari UUHC tersebut.
’’Kami kan regulator. Ada aturan dan tidak bisa memutuskan sepihak, sehingga kami akan pertemukan dengan LMK dan saya yakin ada titik temunya,’’ katanya. (*)