COWASJP.COM – BAGAIMANA puluhan flare (suar) bisa masuk ke dalam Stadion Gelora Bung Tomo (GBT), Surabaya, saat uji coba Green Force Persebaya versus PSIS Semarang, Minggu sore 19 Maret 2017? Inilah pertanyaan besar yang menjadi salah satu kajian serius Polrestabes Surabaya.
Telah diberitakan, puluhan flare menyala bareng, terang benderang dan memerahkan tribun Gelora Bung Tomo ketika laga Persebaya versus PSIS berjalan sekitar 75 menit. Mungkin Bonek nggak sabar lagi karena gol yang ditunggu-tunggu tak tercipta juga. Untunglah kemudian tercipta satu gol kemenangan dari tendangan penalti center back belia Persebaya yang masih berusia 18 tahun. Yaitu Rian – sapaan akrab Rahmad Irianto, putera center back legenda Persebaya, Bejo Sugiantoro.
“Flare adalah ekspresi suka cita kami, Pak,” kata Yudha, Bonek yang nonton di tribun barat (VIP). Kebahagiaan yang harus dilampiaskan setelah Persebaya tidak bisa tampil di pentas sepakbola Indonesia selama tiga tahun lebih.
Namun, apa pun alasannya, penyalaan flare melanggar aturan yang ditetap oleh FIFA. Setiap laga sepakbola di bawah naungan PSSI, AFC, dan FIFA harus steril dari flare. Yang pasti, AFC (Konfederasi Sepakbola Asia) telah menjatuhkan sanksi berupa denda USD 60 ribu = Rp 798 juta kepada PSSI gara-gara penonton menyalakan flare di laga semifinal dan final Piala Presiden 2017.
"Sebenarnya AFC meminta harus dibayar dalam waktu tiga bulan. Namun karena dendanya terlalu mahal, kami memohon agar bisa dilunasi dalam dua tahun dengan pembayaran setiap empat bulan," kata Direktur Hubungan Internasional dan Media PSSI, Hanif Thamrin, kepada Antara di Jakarta, Jumat, 17 Maret 2017.
Selain denda, Indonesia mendapatkan peringatan keras dari AFC akibat insiden serupa. Jika masih mengulangi kesalahan yang sama, AFC akan menaikkan jumlah denda dan menghukum Timnas Indonesia dengan pertandingan tanpa penonton.
"Denda bisa mencapai US$ 120 ribu (= Rp 1,6 miliar). Selain itu, AFC mengingatkan PSSI bahwa Indonesia masih memiliki utang hukuman akibat kesalahan sebelum Indonesia menerima sanksi FIFA. Jadi, hukuman lanjutan dalam bentuk apa pun akan semakin memperberat Indonesia," kata Hanif.
Pertandingan semifinal dan final Piala Presiden 2017 dilaksanakan pada Sabtu, 11 Maret, dan Minggu, 12 Maret, di mana beberapa penonton menyalakan suar seusai pertandingan dan setelah beberapa kali diingatkan penyelenggara pertandingan melalui pengeras suara, penonton baru memadamkan flare.
PERLU KESADARAN SUPORTER
Kendati sudah dilarang keras dan diancam sanksi, flare tetap saja dinyalakan oleh para suporter klub-klub sepakbola Indonesia. PSSI sendiri juga menjatuhkan sanksi buat klub tuan rumah. Sebagai contoh, 21 April 2014 lalu, Persepam Madura United dan Persegres Gresik United didenda oleh Komisi Disiplin (Komdis) PSSI.
Keduanya dikenakan denda masing-masing sebesar Rp 50 juta berdasar keputusan Komdis PSSI tertanggal 21 April lalu. Larangan penggunaan flare selama pertandingan sudah diatur PSSI sejak 2013.
Karena itu, kesadaran seluruh insan suporter sangat dibutuhkan. Percayalah, tanpa flare pun suasana pertandingan sudah sangat meriah. Pihak manajemen klub perlu bekerja sama dengan para tokoh suporter masing-masing untuk menggencarkan sosialisasi larangan flare tersebut.
DUA KEMUNGKINAN FLARE BISA MASUK
Yang jelas, kejadian macetnya jalan masuk (akses) ke GBT yang luar biasa, terdamparnya puluhan ribu Bonek di jalan di luar stadion, dan masuknya flare ke dalam stadion mendorong Polrestabes Surabaya melakukan evaluasi total. Agar di pertandingan Persebaya mendatang kejadian yang meprihatinkan itu tidak terulang.
Menurut Wakasat Intel Polrestabes Surabaya, Kompol Edy Kresno, ada dua kemungkinan tentang masuknya flare ke dalam GBT. Kemungkinan pertama, flare masuk pada Sabtu sore 18 Maret 2017. H-1. “Yaitu ketika Bonek dipersilakan memasang spanduk dan berbagai atributnya di tribun utara, timur, dan selatan GBT. Hal ini dilakukan agar di Hari H para suporter tidak repot-repot lagi membawa spanduknya. Nah, mungkin pada saat itulah ada oknum Bonek yang menyusupkan flare ke suatu tempat di tiribun,” kata Kompol Edy Kresno.
Kemungkinan kedua, flare masuk menjelang laga uji coba. Yaitu ketika Bonek masuk stadion. Sebab, dalam pengamatan petugas keamanan (Polrestabes Surabaya), screening terhadap semua penonton belum dilakukan lebih teliti. Yang melakukan screening adalah para petugas yang ditentukan oleh Panpel. Mereka mengenakan rompi hijau yang ada tulisan Guard di punggungnya.
Berarti, untuk laga Persebaya selanjutnya, terlebih bila sudah memasuki Kompetisi Liga 2 PSSI 2017, proses screening harus dilakukan secermat mungkin. Seluruh badan sampai tas yang dibawa harus diperiksa teliti. Barang yang diamankan hasil screening dalam uji coba Minggu sore 19 Maret itu hanyalah korek api dan botol minuman mineral. Juga ada barang-barang lain yang dianggap membahayakan. Tapi tidak ditemukan adanya flare. (*)