COWASJP.COM – ockquote>
O l e h: Bambang Indra Kusuma
----------------------------------------------
BISNIS asuransi di Indonesia yang ketat, menuntut layanan jasa keuangan ini harus lebih profesional. Namun, masih saja muncul berbagai kasus yang merugikan nasabah.
Sejumlah nasabah mempertanyakan komitmen Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera mengenai pemberian bunga. Salah satu yang mempertanyakan adalah Sutrisna, pemegang polis yang juga pengusaha konstruksi asal Bintaro.
Menurut dia, perusahaan asuransi tertua di Indonesia tersebut tak menepati janji dalam memberikan bunga senilai 12 persen, melainkan hanya akan mencairkan dana nasabah dengan bunga hanya 4,5 persen.
Pada 2008, dirinya mendapat iming-iming berinvestasi bidang pendidikan. Dia ditawari akan mendapatkan bunga per tahun senilai 12 persen, sehingga dirinya mulai tertarik untuk melakukan investasi.
Guna mempertegas tawaran tersebut, dibuatlah sebuah pernyataan yang berisi tentang pemberian bunga 12 persen yang ditandatangani oleh kepala cabang dan kepala wilayah AJB Bumiputera Tangsel.
Dia mendaftarkan dua putranya sebagai pemegang polis dengan nilai Rp 400 juta tanpa dicicil. Sesuai kesepakatan, dana itu bisa diambil selama sepuluh tahun atau ketika anak akan meneruskan pendidikan di tingkat SMP, SMA atau perguruan tinggi.
“Pada tahun ini, saya berencana mengambil uang di Bumiputera karena anak saya akan masuk kuliah. Saya kaget karena bunga yang diberikan hanya 4,5 persen. Bukan 12 persen seperti yang ditawarkan agen, kepala cabang dan kepala wilayah pada saat pertama mendaftar,” kata Sutrisna didampingi kuasa hukum dari Sidabukke & Partners, Edwin dan Sahat Marulitua Sidabukke di Jakarta.
Dirinya telah melakukan mediasi dengan pihak manajemen Bumiputera terkait hal tersebut. Akan tetapi tidak juga membuahkan hasil, agar investasi tersebut dapat dicairkan sesuai kesepakatan dengan bunga 12 persen. Menurutnya, yang terjadi kepada dirinya itu merupakan pelanggaran kesepakatan. AJB bersikukuh hanya akan mencairkan polis dengan garansi 4,5 persen. “Jalur hukum menjadi opsi terbaik menuntaskan kasus ini,” tuturnya.
Kuasa hukum Sutrisna, Edwin mengatakan bahwa dalam waktu dekat pihaknya akan menggugat Bumiputera ke Pengadilan. Sebab sudah berulang kali melakukan mediasi sejak Desember lalu agar mencairkan anggaran, sampai sekarang tuntutannya tak dikabulkan. Bumiputera hanya akan mencairkan dana dengan bunga 4,5 persen.
“Ini sama artinya dengan penipuan karena di awal dijanjikan bunga 12 persen. Harusnya, klien kami mendapat dana dari investasi plus bunga hampir Rp 500 juta, tapi hanya akan diberi jauh di bawah itu. Karenanya, kami akan memasukkan gugatan ke pengadilan,” ujar Edwin.
Sahat Marulitua Sidabukke, yang juga kuasa hukum Sutrisna menambahkan, jumlah yang semestinya diterima nasabah memang tidak besar. Namun, jika dihitung kerugian immaterial mencapai lebih dari Rp 5 miliar. Jadi jika ditotal dengan jumlah asuransi bisa sekitar Rp 6 miliar.
“Kami menuntut adanya pengembalian dan kerugian immaterial. Dasar yang kami pakai, nasabah sudah dirugikan karena tidak bisa mengambil dana untuk biaya kuliah. Imbasnya, nasabah memakai dana sendiri dari modal kerja. Selain itu, sanksi denda yang diatur dalam UU nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, besarnya Rp 5 miliar. Kami berharap nasabah lain yang memiliki kasus serupa bisa melakukan class action,” ungkap dia. (*)