COWASJP.COM – ockquote>
Setiap zaman ada generasinya dan setiap generasi ada zamannya. Kisah ini satu buktinya. Sekadar untuk mengucapkan ulang tahun untuk pacarnya, mahasiswa ini membuat video dengan pesawat ringan, trike, dengan memanfaatkan action camera dan handphone Android. Liputan eksklusif ini dilaporkan oleh Erwan Widyarto, mantan wartawan Jawa Pos, dari Jogja.
----------------------------
SABTU pagi (8/4) itu hujan ringan sempat mengguyur landasan pacu Bandara Internasional Adisucipto Jogja. Aspal tergenang air, angin pun berembus kencang. Bagi pesawat berbadan besar, kondisi tersebut bukan penghalang. Namun bagi pesawat ringan bermesin kecil, trike, kondisi itu masalah besar.
BACA JUGA: Adisutjipto-Kemenpar Bersinergi, Sriwijaya Air Dukung Pariwisata Jogja
Jadwal terbang yang sudah dibuat oleh Tim Jogja Flying Club (JFC) pun harus mundur menunggu hujan reda. Hari itu, JFC "punya gawe" istimewa. "Arep nerbangke wong edan (Mau menerbangkan orang gila) ," seloroh Fashlan Hafisha, anggota JFC yang punya jadwal terbang hari itu.
BACA JUGA: Wisatawan Bisa Ikut Joy Flight di JIAS 2017
Wong edan? Orang gila mau terbang? Ternyata istilah itu untuk menggambarkan "kegilaan ide" Muhammad Gangsar Fitranto yang minta "diterbangkan" dengan pesawat trike di atas langit Jogja. Pemuda asal Semarang ini ingin membuat kejutan untuk sang pacar yang seorang pramugari Garuda.
Kebetulan sang pacar ulang tahun pada tanggal 11 April. Sedangkan pada hari itu, si Doi ada jadwal terbang (on duty) dan Gangsar yang kuliah di S2 Notariat Universitas Diponegoro ada jadwal ujian. Tidak bisa bertemu muka di hari tersebut. Maka, tanpa sepengetahuan sang pacar, Gangsar membuat ucapan selamat kekinian. Memanfaatkan peralatan yang "anak muda" banget. Yang khas Generasi Z. Generasi Zetizen. Dan diunggah di media sosial.
Gangsar ingin membuat video ucapan ulang tahun yang beda dengan orang lain. "Alternatif surprise yang simpel. Tapi tidak semua orang bisa melakukan," ujar laki-laki 26 tahun ini sebelum terbang.
Dirancanglah semacam "story board" untuk rancangan video ini. Gangsar mengudara dengan trike, membawa kertas bertulisan yang akan ditunjukkan ke arah kamera yang dipasang di tiang sayap trike. Kertas yang dibawa Gangsar ada tiga lembar.
Tulisan di kertas ukuran A4 yang sudah dilaminating itu berbunyi: Hai, Wita Aprillia Kuntari (lembar pertama), aku terbang setinggi ini (lembar kedua), cuma mau bilang (lembar ketiga).
Bilang apa? Yang mau dibilang Gangsar tidak ditulis di lembar keempat. Karena yang mau diucapkan Gangsar ditulis di sebuah banner /spanduk yang dibawa pesawat trike lain. Kata-kata di spanduk itu berbunyi: Dirgahayu Wita Aprillia Kuntari.
Rangkaian gambar-gambar itulah yang kemudian diedit menjadi sebuah video ucapan ulang tahun buat sang kekasih. "Àkan kami edit dengan durasi sekitar satu menit karena akan diunggah ke akun instagram dia," ujar Alan, panggilan akrab Fashlan Hafisha, yang menjadi penghubung awal terlaksananya ide ini.
Dari mana ide gila ini? "Masukan dari dia," ujar Gangsar menunjuk laki-laki yang mirip dengan dirinya. "Kembaran saya. Dia yang pernah terbang dengan pesawat seperti ini, yang punya ide ini. Saya pikir cocok dengan situasi, ya oke saja saya eksekusi," jelas Gangsar.
Pagi-pagi dari Semarang, Gangsar pun hanya berdua dengan kembarannya Muhammad Akbar Fitriawan. "Saya pamit ke dia (pacar, red) ada kerjaan di Jogja," kata warga Perumahan Bukit Agung, Semarang ini.
Membuat video dengan memegang kertas di ketinggian 3.000 kaki, dengan terpaan angin yang kencang diperlukan persiapan yang matang. Jangan sampai ketika sudah di atas langit, kertas yang dipegang malah kabur. Maka saat briefing sebelum terbang, Gangsar diingatkan soal ini. "Kami harus pegang kuat-kuat. Lalu hadapkan ke kamera ini. Tegak lurus kamera agar terbaca jelas," pesan Martin Handoko yang bertindak menjadi pilot pesawat trike yang ditumpangi Gangsar.
Martin mengatakan hal tersebut sembari mempraktikkannya. Ia pegang kertas berlaminating itu lalu dimajukan ke dekat kamera. Kemudian Gangsar diminta praktik. Saat Gangsar mempraktikkan itu, Martin meng-capture gambar dengan hape android-nya. Hasilnya lalu mereka bahas untuk mendapatkan gambar yang terbaik dan posisi yang pas.
Saat briefing ini, Gangsar sempat digoda Martin. Apalagi ini adalah kesempatan pertama Gangsar naik pesawat ringan. "Nggak usah pucat gitu. Santai saja. Paling kalau takut kebelet pipis doang," canda anggota JFC dengan call sign J-FOX 29 ini.
Usai briefing, Gangsar dan Martin pun menandatangani surat pernyataan. Surat pernyataan yang intinya apa yang dilakukan Gangsar (terbang dengan pesawat trike) merupakan keinginannya sendiri. Point penting di surat tersebut berbunyi: "atas kehendak sendiri, jika terjadi insiden atau accident tidak akan menuntut apapun kepada pihak manapun." Tanda tangan surat pernyataan tersebut diketahui oleh Kepala Seksi Binportdirga Iwan Setiawan S, AP sebagai pihak yang bertanggung- jawab membina olahraga dirgantara.
Begitu urusan administrasi terbang beres, Gangsar dan Martin pun naik ke pesawat bernomor PK-S 189. Mereka lantas mengantre untuk tinggal landas di landasan pacu Bandara Internasional Adisucipto. Setelah menunggu pesawat Garuda mengudara dan pesawat ringan CT (fixed wings) yang dibawa anggota JFC lainnya terbang, pesawat Gangsar dan Martin pun melesat membelah udara. Terbang mengarah ke Timur lalu belok ke Selatan. Arah Pantai Depok kawasan Pantai Selatan Jawa. Di kawasan ini memang ada landasan untuk pesawat ringan.
Oh iya, sebelum Gangsar dan Martin terbang, Alan dan Anas sudah terlebih dulu mengudara. Alan dan Anas bertugas mengambil gambar pesawat Gangsar dan Martin serta membawa baner/spanduk ucapan Gangsar.
Sekira satu setengah jam kemudian, pesawat keduanya kembali ke Hanggar tempat semula parkir. Gangsar turun dari pesawat dengan senyum mengembang. Gangsar disambut Akbar Fitriawan, kembarannya. "Alhamdulillah selesai," ungkapnya.
Martin pun terlihat puas. Terbang hari itu luar biasa. "Baru kali ini, sejak terbang beberapa ribu jam, ditemani pelangi yang indah. Sepertinya kamu sangat beruntung kawan," canda Martin sambil menunjukkan foto pesawat yang mereka tumpangi berlatar belakang pelangi melengkung.
Kenapa harus di Jogja? Menurut Gangsar di Semarang tidak ada "layanan" seperti yang diberikan oleh JFC ini. Selain itu, kembarannya sebelumnya memiliki pengalaman terbang dengan JFC juga. Waktu itu Akbar Fitriawan terbang ke arah Borobudur. Menikmati keindahan alam peninggalan Syailendra itu dari atas.
Berapa duit untuk menikmati "layanan" ini? Karena JFC harus mengerahkan dua pesawat, Gangsar diminta sharing cost di kisaran Rp 800-an ribu.
Ketua JFC Tjandra Agus menegaskan apa yang diberikan kepada Gangsar itu bukan sesuatu yang komersial. Karena JFC memang bukan lembaga bisnis. "Kalau komersial jatuhnya bisa sangat mahal. Tapi, untuk semacam ini, dengan tujuan mengenalkan olahraga dirgantara, kami hanya meminta sharing cost. Kita paparkan kebutuhan bahan bakar, lalu silakan ikut menanggungnya," tegas Tjandra Agus.
Jogja Flying Club (JFC) merupakan klub bagi para penggemar olahraga dirgantara di Jogja dan sekitarnya. Mereka di bawah naungan Federasi Aero Sport Indonesia (FASI) Daerah Istimewa Yogyakarta. Anggota JFC rata-rata memiliki pesawat ringan seperti -trike, glider, gantole, dan jenis fixed wings. Sejumlah tokoh dan pengusaha menjadi anggota JFC. Mereka "memarkir" pesawatnya di Hanggar FASI yang ada di Komplek Akademi Angkatan Udara (AAU). Salah satunya Sosiolog UGM Prof Dr Heru Nugroho.
Lewat JFC-lah Gangsar bisa mewujudkan ide gilanya. Karena di JFC ada anak-anak muda semacam Alan, Martin, Aqsa maupun Nova. Kalian ada yang punya ide memanfaatkan pesawat ringan? (*)