COWASJP.COM – Hari ini (15/4) Kompetisi Liga 1 resmi digelar. Jika tak ada aral melintang, 18 April kompetisi kasta kedua Liga 2 akan digelar. Persebaya sudah bersiap memasuki kompetisi itu. Persiapan teknis sudah dilakukan maksimal. Target untuk promosi ke Liga 1 cukup realistis. Tapi, Persebaya terancam akan kehilangan legenda dan sejarah. Mengapa?
SEMUA tahu, Persebaya punya sejarah panjang jauh sebelum Republik lahir. Persebaya lahir pada 1927 dan menjadi ikon sepakbola zaman Hindia Belanda dan tetap bertahan sampai zaman kemerdekaan. Persebaya kemudian bukan saja menjadi ikon sepakbola, tapi sudah menjadi identitas sosial dan budaya masyarakat Surabaya.
Sekarang, setelah empat tahun menunggu, masyarakat penggemar sepakbola Surabaya akan segera terobati kerinduannya untuk menyaksikan kiprah Persebaya di kancah sepakbola nasional.
Sejauh ini kelihatannya persiapan sudah jalan lumayan baik. Pelatih Iwan Setiawan sebagai head coach sudah mempersiapkan tim dibantu dua asisten Lulut Kistono dan Ahmad Rasyidin. PT Jawa Pos sebagai pemegang saham mayoritas 70 persen bekerja all out memberi liputan khusus hampir setiap hari. PSSI melalui ketua umum Edy Rahmayadi juga terlihat jelas memberi dukungan moral kepada Persebaya. Karena itu target lolos ke kompetisi kasta utama Liga 1 tentu realistis asal tidak terjadi hal-hal non teknis yang di luar duga.
Kalau tidak ada perubahan dari Operator Liga, Persebaya seharusnya 18 April ini melakukan tanding kandang perdana melawan Madiun. Ini adalah pertandingan resmi di level kompetisi nasional yang diikuti Persebaya dalam empat tahun terakhir setelah terlibat dalam dualisme kepengurusan di era PSSI di bawah kepemimpinan La Nyalla Mattalitti.
Tentu saja suporter fanatik Persebaya akan menyambut laga perdana ini dengan antusiasme besar. Pada laga ujicoba melawan PSIS Semarang di Stadion Gelora Bung Tomo sekaligus launching team beberapa waktu yang lalu, hampir 80 ribu suporter Persebaya menjubeli GBT. Melawan Madiun, tentu saja, tidak realistis mengharapkan jumlah penonton akan sebanya lawan PSIS, karena Madiun bukan Semarang dan pertandingan dilaksanakan pada hari kerja. Ini tantangan pertama yang harus dihadapi manajemen Persebaya.
Di internal tim, soliditas dan kekompakan harus menjadi perhatian serius oleh manajemen. Setelah PSSI dan Operator Liga bingung sendiri dengan regulasi batasan usia dan jumlah aturan penggantian pemain, akhirnya diputuskan bahwa tim liga boleh memakai pemain di atas usia 35 tahun sebanyak dua orang. Bisa saja orang curiga bahwa keputusan ini menguntungkan Arema yang masih sangat mengandalkan Christian Gonzalez. Tapi, sebenarnya keputusan ini sangat menguntungkan juga bagi Persebaya karena berarti kapten tim Mat Halil tetap bisa memperkuat tim.
Tapi, ternyata kesempatan ini tidak dimanfaatkan oleh Persebaya. Mat Halil, kapten tim sekaligus ikon dan living legend Persebaya satu-satunya yang tersisa di tim ternyata dicoret dari daftar tim.
Foto: istimewa
Pasti banyak dahi berkernyit mempertanyakan keputusan ini. Halil sekarang berusia 38 tahun, sudah cukup uzur untuk ukuran pemain sepakbola profesional. Tetapi, Halil mempunyai banyak nilai plus yang tidak dimiliki oleh pemain lain yang sekarang ada di Persebaya. Halil satu-satunya pemain yang tersisa dari era kebesaran Persebaya generasi Bejo Sugiantoro, Mursyid Effendi, Anang Makruf, Uston Nawawi dkk. Halil akan menjadi sosok panutan di dressing room yang akan bisa mewariskan nilai-nilai Pesebaya kepada pemain-pemain muda.
Halil juga menjadi ikon perjuangan Persebaya dalam merebut kembali eksistensinya dalam keanggotaan PSSI. Selama empat tahun terlibat dalam dualisme yang ruwet dan melelahkan di era PSSI kepengurusan La Nyalla Mattalitti, Halil menjadi pemain yang han dtunggakan gajinya tak terbayar sampai empat tahun. Selama masa tunggu tanpa kepastian itu Halil setia. Ia sempat hijrah beberapa saat ke Sidoarjo. Tetapi hati, dedikasi, dan loyalitas Halil tetap ada di Persebaya.
Sekarang, ketika Jawa Pos menjadi investor baru yang menggelontorkan dana Rp 7 miliar untuk menyelesaikan utang-utang Persebaya, tiba-tiba saja Mat Halil ditendang dari tim. Beberapa pengurus lama menikmati uang pengembalian utang dari Jawa Pos dan tetap dan tetap berada dalam setelah menerima miliaran rupiah. Belum tentu pegurus itu benar-benar mengeluarkan uang sebesar itu.
Belum tentu pula pengurus itu berdarah-darah dan berurai air mata membela Persebaya. Tapi mereka menikmati uang pengembalian dan tetap ada dalam tim. Tapi, Halil yang berjuang dengan darah dan air mata diperlakukan dengan bayar putus dan tidak diberi tempat dalam tim.
Siapa yang akan menjadi senior tempat pemain muda bertanya dan minta pertimbangan? Tidak ada. Rendy Irawan sekarang menjadi pemain paling senior di tim. Tapi wibawa, aura, dan pengalaman Rendy jauh di bawah Halil. Rahmat Afandi pernah main di Persebaya, tapi dia bukan produk Persebaya, dia datang karena dibawa pelatih Iwan Setiawan.
Halil adalah ruh Persebaya. Dia yang bisa menularkan nilai-nilai Persebaya kepada pemain-pemain muda. Dia arek Surabaya asli dan produk asli kompetisi internal Persebaya. Halil adalah ciri khas Persebaya yang selalu mengandalkan permainan cepat dari kaki ke kaki menyusur tanah dan memanfaatkan wing back untuk membuka serangan. Itulah ciri khas Persebaya yang--jujur saja--belum kelihatan pada tim baru nan miskin pengalaman ini.
Dari beberapa kali melihat pola main Persebaya di bawah Iwan Setiawan belum kelihatan ciri khas Persebaya. Di Piala Dirgantara Yogyakarta beberapa waktu yang lalu Persebaya memang juara, tapi, penampilannya masih biasa-biasa saja. Menghadapi PS Buol saja Persebaya kesulitan. Dalam laga uji coba lawan PSIS Persebaya beruntung dapat penalti. Wasit memang cukup bijaksana.
Pelatih Iwan terlihat lebih senang memainkan bola-bola panjang ke depan. Entah apa nama pola itu. Yang jelas, pola itu bukan ciri khas Persebaya.
Foto: istimewa
Halil memang uzur. Tapi dia pemain profesional. Saya menyaksikan sendiri hampir setiap hari dia tidak pernah berheti berlatih. Selama Persebaya vakum Halil berlatih sendiri. Selasa pagi Halil pasti ikut bermain bersama Askring Jawa Pos. Kamis pagi gabung dengan PWI di Tambaksari, Jumat pagi gabung dengan Subuh FC dan Telkom. Sabtu pagi dia ikut latihan bersama Bank Jatim, dan sore hari Halil gabung latihan bersama Kobra (Komunitas Brawijaya) di satdion Kodam. Sebelum bermain, Halil pasti joging beberapa putaran mengelilingi lapangan kemudian dilanjut dengan sprint. Tak heran jika Dalam kompetisi resmi Halil memang tak bisa dipaksa bermain 2x45 menit. Dia menyadari hal itu.
Tetapi, perannya di dressing room akan sangat vital bagi pemain-pemain muda. Pengalamannya yang segudang tidak ternilai untuk memandu pemain-pemain muda.
Kalau Halil tak dipakai sebagai pemain, seharusnya dia mendapatkan tempat di jajaran pelatih atau manajemen. Pelatih Iwan Setiawan sudah mengatakan kepada Halil untuk bersedia membantunya dalam tim. Tapi, ternyata Iwan tidak menghubungi Halil lebih lanjut untuk merealisasikan janji itu dan membiarkan Halil pergi. Manajemen Jawa Pos memberi keleluasaan penuh kepada pelatih untuk menentukan pilihannya. Itu hal yang bagus. Tapi, untuk hal-hal teknis kewenangan harus ada di pelatih. Tapi, hal non teknis seperti kasus Halil seharusnya Jawa Pos mengambil keputusan. Kalau Jawa Pos membiarkan saja Iwan mencoret Halil seperti sekarang ini, itu keputusan yang keliru.
Tentu, dalam sepakbola modern dan profesional seorang pemain datang dan pergi setiap saat. Itu hal yang lumrah. Seorang pemain adalah tebu yang habis manis sepah tak akan ditelan. Ia disanjung ketika jaya dan ditendang ketika renta. Wayne Rooney adalah legenda Manchester United, tapi sebentar lagi dia harus rela pergi. Steven Gerard adalah legenda hidup Liverpool. Ia pergi beberapa saat tapi kemudian kembali lagi. Mereka adalah bagian dari sejarah klub. Sebuah klub besar tahu pentingnya sejarah dan legenda.
Halil pergi. Legenda-legenda Persebaya lainnya dibiarkan pergi. Bejo Sugiantoro pergi. Uston Nawawi pergi. Mursyid Efendi tak dipakai. Persebaya sekarang tanpa sejarah dan legenda. (*).
*Penulis adalah penggemar dan penikmat sepakbola, pendiri PS Askring dan Subuh FC.