COWASJP.COM – MADIUN memang dikenal sebagai kota pecel. Di mana-mana terdapat warung pecel, dari pagi sampai malam hari tak pernah sepi. Selama 24 jam ada saja secara bergantian yang berjualan. Coba tengok kalau malam hari, sepanjang Jalan Cokroaminoto ini berjajar-jajar warung nasi pecel. Dan di pagi hari, selain di Cokroaminoto, juga menyebar di tempat-tampat lain.
Sehingga bisa dikatakan, bahwa hampir seantero Kota Madiun terdapat warung pecel dengan segala rasa. Sehingga tak salah kalau Pemkot Madiun membuat patung penjual pecel di pintu masuk kota bagian utara. Dekat PG Rejoagung.
Tak hanya warga Madiun saja yang sekarang ini mengais rezeki lewat terkenalnya pecel Madiun.
Termasuk Prasunu Wahyu. Warga asli Yogyakarta ini sekarang membuka warung pecel di kawasan Manisrejo dengan label SGPC (Sego Pecel). Ia pun mengubah tatanan dan kebiasaan. Kalau biasanya penjual nasi pecel melayani pembelinya, di Warung SGPC dilakukan secara swalayan.
Prasunu Wahyu (Foto: Santoso/CoWasJP)
Bahkan kini Prasunu Wahyu telah merintis francais untuk nasi pecelnya, setelah usahanya membuka cabang SGPC di Jakarta berhasil. ‘’Ini francais pertama untuk nasi pecel,’’ katanya.
Namun sayangnya, sampai saat ini belum jelas benar, bagaimana sih nasi pecel khas Madiun ini??
Sebab setiap penjual dipastikan punya rasa masing-masing. Demikian pula penyajiannya, ada yang di pincuk daun pisang, ada yang ditaruh di piring anyaman bambu, bahkan ada pula yang di daun Ploso (tapi ini sekarang jarang digunakan).
Dan yang kelas pinggiran biasanya dibungkus dengan kertas bungkus. Demikian pula jenis sayur komposisinya tidak sama, antara daun Kenikir, Ketela, pepaya, bunga Turi dan sebagainya. Sedang auknya juga berbeda-beda. Ada yang pakai rempeyek, kerupuk, bahkan ada yang tempe goreng.
Hery Sudarto MPd (Foto: Santoso/CoWasJP)
Hal ini dikritisi oleh Hery Sudarto MPd, sebagai warga Madiun yang selalu mengamati perkembangan per-pecel-an di Kota Madiun. ‘’Seharusnya diadakan seminar khusus membahas nasi pecel khas Madiun itu yang bagaimana. Sekarang ini sepertinya sesuai selera penjualnya,’’ kata Ketua K3S (Kelompok Kerja Kepala Sekolah) Kecamatan Manguharjo..
Termasuk juga cara memasak kacang sebagai bahan baku utamanya. Ada yang disangrai, ada yang digoreng, bahkan sekarang ada yang praktis dijual di pasaran berupa kacang oven. ‘’Dari cara memasak bahan saja sudah beda, tentu satu sama lain beda rasa,’’ katanya.
Dan tentang rasa, antara penjual yang satu dan yang lainnya tidak sama. Ada yang cenderung manis lantaran pengaruh kuliner Jawa Tengah dan ada yang cenderung asin sesuai lidah Jawa Timur.
‘’Padahal Madiun itu sudah identik dengan Kota Pecel, namun pecel yang bagaimana khasnya Madiun itu, nanti kalau diakui negara lain baru ribut,’’ ujar Hery Sudarto.
Sampai LLuar Negeri
Meski belum ada ciri khas tentang pecel Madiun, ternyata produksi sambelnya sekarang ini bagai jamur di musim penghujan. Banyak bermunculan produsen-produsen sambel pecel, baik di wilayah Kota maupun Kabupaten Madiun. Pemasarannya pun tidak tanggung-tanggung, seluruh wilayah Indonesia dan juga sudah merambah ke manca negara.
Rini Susanti (Foto: Santoso/CoWasJP)
Dukungan teknologi informasi sekarang ini, membuat pangsa pasar sambel pecel tak hanya berkutat di seputaran Madiun saja. Termasuk juga yang dilakukan oleh Rini Susanti atau lebih dikenal dengan sebutan Jeng Rini, branding produksi sambel pecelnya.
Pecel Madiun super pedes (Foto: Santoso/CoWas)
Meski sehari-hari sibuk mengajar di SDN Sendangrejo, namun Bu Rini tak pernah mau berhenti berinovasi. Tujuannya sangat mulia memberi contoh kepada masyarakat sekitarnya dalam meningkatkan ekonomi keluarga. ‘Ini memang menjadi misi saya untuk ikut memberdayakan ekonomi keluarga, khususnya tetangga,’’ ujarnya.
Mengawali produksi semuanya bisa dikatakan tak pernah sepi pembeli. Peluang lain jelas memroduksi sambel pecel untuk dipasarkan secara khusus. Meski diakui pemasarannya dirasakan tidak mudah. Apalagi persaingan pun dirasakan sangat ketat, saking banyaknya produsen sambel pecel. Namun Bu Rini tak putus asa, bahkan kondisi semacam itu menjadi dorongan semangat buat wanita asli Surabaya ini dalam mengembangkan usahanya.
’Saya berinovasi untuk memberikan sentuhan berbeda dalam packaging-nya,’’ ungkapnya. Kalau yang lain memakai plastik atau kotak, Jeng Rini justru menggunakan boks dari anyaman bambu.
Dengan menggunakan brand ‘’Sambel Pecel Jeng Rini’’, membuat tampilan sambel pecelnya berbeda dengan kompetitornya. Dengan tampilan menarik dan berbeda dengan yang lain, membuat konsumen tertarik untuk membelinya. ‘’Biasanya konsumen membeli produk saya untuk oleh-oleh atau untuk sendiri,’’ kata wanita aktif yang tinggal di Sendangrejo ini..
Selain itu menjalin banyak silahturahmi, menjadi mitra binaan PT INKA, dan sering mengikuti pameran2 semakin mengembangkan bisnis sambel pecel ini. Dengan demikian, usaha yang dirintis sejak tahun 2014 ini, sekarang mulai menampakkan hasilnya. Apalagi pemasarannya sekarang didukung tehnologi informasi melalui Facebook maupun Instagram, sehingga mampu merambah sampai manca negara.
Menurut Bu Rini. Pemasaran melalui online bisa menyerap 60 persen, sedang sisanya yang 40 persen secara offline. ‘’Sambel pecel saya sekarang sudah merambah seluruh wilayah Indonesia, bahkan mancanegara,’’ akunya. (*)