COWASJP.COM – ockquote>
Penampilannya khas, tenang dengan hiasan kumisnya yang tebal. Itulah Indra Sjafri, pelatih bertangan dingin yang kini dipercaya untuk menangani Timnas U-19 yang akan berlaga dalam berbagai even internasional. Bagi para pemain, pria kelahiran Lubuk Nyiur, Batang Kapas, Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat itu bukan sekadar pelatih, tapi juga menjadi ayah, motivator sekaligus kiai.
INDRA tidak hanya melatih teknik sepak bola, tapi juga memberi motivasi kepada para pemainnya agar mereka percaya diri, bangga sebagai orang Indonesia. Makanya dia sangat marah ketika ada yang melecehkan kemampuan para pemain Indonesia. Banyak cara yang dilakukan Indra agar mampu menyentuh jiwa para pemainnya. Mungkin ini tidak banyak dilakukan pelatih lain, menyentuh perasaan pemain melalui kecintaan kepada orang tua.
Kepada para pemainnya Indra bertanya, apakah mereka tidak ingin membahagiakan orang tuanya. Sentuhan ini ternyata sangat ampuh untuk membangkitkan semangat para pemain. Sebagai anak didik Indra berasal dari keluarga menengah ke bawah. Ada pemain yang bertahun-tahun latihan di SSB dibonceng sepeda ayahnya ke lapangan.
Kondisi ini memudahkan Indra untuk mengetuk hati pemainnya agar mereka bisa menjadi kebanggaan keluarga yang sebelumnya tidak dipedulikan masyarakat. ‘’Sebelum anaknya jadi pemain Timnas, tidak ada yang peduli, karena mereka dari kalangan bawah,’’ kata Indra saat bertandang ke kantor Malang Post. Indra bersama Timnya saat ini tengah mengadakan pemusatan latihan di Malang.
Kebanggaan pada diri sendiri untuk mengangkat harkat keluarga itulah yang menjadikan para pemain didikannya memiliki motivasi yang tinggi. Rasa percaya diri dan keinginan untuk mengangkat derajat keluarga itulah yang kemudian meningkat menjadi kebanggan sebagai pemain Indonesia. Dia menanamkan semangat kepada para pemainnya bahwa pemain Indonesia tidak kalah dengan pemain negara lain. Dia sangat tidak setuju bila ada yang mengatakan bahwa sepak bola Indonesia itu tertinggal 20 tahun dari Eropa atau negara lain. Di tangannya ada bukti bahwa sepak bola Indonesia tidak kalah dengan negar alin di Asia.
Motivasi lain yang ditanamkan Indra adalah ketaatan pada agama, meskipun Indra mengaku bukan ahli agama atau kiai. ‘’Pemahaman agama saya biasa-biasa saja, tapi yang taat menjalankan perintah dan tinggalkan larangan Tuhan. Salat lima waktu tidak boleh absen,’’ tegasnya.
Selain salat, Indra juga minta para pemainnya untuk mengaji membaca Al quran. Mereka taat kepada perintah itu. Bagi yang belum bisa mengaji, Indra mendatangkan guru agar mereka bisa baca Al quran. Bukan hanya salat wajib lima waktu, Indra juga mengajak para pemainnya untuk salat sunnah, terutama tahajud. Anak didik Indra, terutama yang muslim, tidak pernah lepas dari salat tahajud tiap hari. Selain karena didikan Indra, muncul kesadaran para pemain bahwa ada kekuatan lain yang lebih besar. Kekuatan dan kemampuan manusia terbatas.
Motivasi mental itu terbukti ampuh mendongkrak prestasi para pemainnya. Tim asuhannya berhasil menorehkan sejarah dengan menjuarai AFF Cup. Momen yang tak terlupakan dalam sejarah sepak bola Indonesia, 22 September 2013, saat Indonesia tampil sebagai juara AFF Cup. Dalam partai final yang menegangkan, anak asuh Indra mengalahkan Vietnam 7-6 dalam drama adu penalty yang mendebarkan, setelah sebelumnya kedua tim bermain imbang 0-0. Untuk mendapat gelar internasional ini Timnas Indonesia harus menunggu sampai 22 tahun. Dalam kurun waktu itu Indonesia tidak pernah meraih gelar internasional.
Bukan itu saja, torehan prestasi internasional Indra bersama Timnas. Masih dalam tahun yang sama, dalam babak kualifikasi AFC Cup, pasukan Indra berhasil lolos ke babak final. Bukan keberhasilan lolo ke final yang menjadi prestasi fenomenal, tapi keberhasilan mengalahkan Korea Selatan dengan skor 3 – 2. Kekalahan itu membuat pelatih Korea Selatan marah, sehingga enggan bersalaman dengan Indra usai laga. Tapi tim ini akhirnya gagal berbicara lebih banyak dalam gelaran turnamen yang diikuti oleh tim-tim terbaik di Asia tersebut.
Keberhasilan tim Garuda Muda asuhan Indra di ajang AFF ini membawa dampak positif dan negative. Pengurus PSSI kala itu ‘’menjual’’ Timnas yang sedang naik daun itu keliling Indonesia bermain di berbagai kota di Indonesia. Inilah pertandingan yang oleh Indra disebut sebagai perekat nasionalisme Indonesia. Tim ini dibawa keliling Indonesia mulai Aceh sampai Papua.
Masyarakat sangat antusias dan bangga terhadap Timnas, kebanggan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Usai bertanding di Aceh, Indra didatangi oleh tokoh berpengaruh di daerah itu yang sebelumnya menjabat sebagai Komandan GAM. Saat memeluk Indra, tokoh itu mengatakan, ‘’baru kali ini saya merasa menjadi orang Indonesia,’’ katanya kepada Indra.
Di balik itu, tur keliling Indonesia juga membawa dampak buruk. Usai mengalahkan Timnas, pelatih Uzbekhistan mengatakan, pihaknya sangat terbantu dengan banyaknya rekaman pertandingan lawannya itu.. Meskipun demikian Indra tidak mau mencari kambing hitam atas kegagalan tim asuhannya. Kini dia ingin tim yang baru ini bisa menggapai prestasi yang lebih baik. (*)