COWASJP.COM – ockquote>
Puluhan ribu orang bermunajat menghabiskan sepertiga malam melantunkan ayat-ayat suci dan memanjatkan doa memburu Lailat al-Qadr (Malam Seribu Bulan). Sebuah pengalaman spritual yang menggetarkan.
SEPANJANG siang itu Surabaya, yang biasanya terbakar, terasa sejuk. Mendung menutupi langit sepanjang hari. Hujan menyapu kota di pagi subuh menyisakan bau tanah yang harum dan udara yang segar. Menjelang tengah malam Kamis (15/6) Masjid Nasional Al-Akbar mulai padat oleh ribuan orang yang mulai memenuhi ruang utama yang berkarpet tebal yang hangat.
Belum tengah malam, di luar masjid, ratusan mobil dan ribuan sepeda motor sudah tidak bisa lagi mendapatkan parkir di halaman masjid, dan harus rela memarkir kendaraan di sepanjang jalan di sekitar masjid. Tukang parkir gelap memanfaatkan momentum ini untuk mengutip ongkos parkir sampai Rp 15 ribu. Di luar Ramadhan, mungkin hanya di pertandingan sepakbola Persebaya juru parkir bisa mendapatkan penghasilan sebesar itu. Di stadion sepakbola pemilik mobil pasti menggerutu tetapi tetap mambayar karena tidak punya pilihan. Di masjid Al-Akbar, jamaah berusaha mencari justifikasi untuk mengikhlaskan biaya itu sebagai bagian dari infaq yang diganjar puluhan kali lipat selama Ramdhan.
Malam merayap memasuki separuh terakhir. Ruang utama masjid perlahan menjadi makin padat. Jamaah yang menggeletak tidur sudah mulai bangun dan bergerak ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Shalat malam baru akan dimulai 01.30, tetapi tempat-tempat sudah semakin sesak. Takmir masjid mengumumkan agar jamaah tidak berebut tempat di ruang utama. Ruang di lantai dua sudah disiapkan untuk menampung jamaah yang mulai meluber.
Menjelang shalat malam dimulai lantai dua pun sesak. Dua ruang besar Shofa dan Marwa--yang selama ini menjadi ruang serba guna untuk resepsi pengantin—akhirnya dibuka untuk menjadi tempat cadangan. Dalam beberapa saat kedua tempat itu pun sesak. ‘’Kami perkirakan jumlah jamaah bisa mencapai 70 ribu. Subhanallah,’’ kata Helmy M. Noor, Humas Masjid Al-Akbar.
Foto: istimewa
Malam ke-21 adalah malam ganjil di bulan Ramdhan yang diyakini menjadi salah satu malam turunnya Lailat al-Qadr bersama malam-malam ganjil lainnya. Lailat al-Qadr dikenal sebagai malam seribu bulan. Siapa yang beruntung mendapat berkah pada malam itu sama saja dengan beribadah seribu bulan. Uniknya, tidak ada kepastian kapan Lailat al-Qadr akan turun. Nabi Muhammad SAW hanya memberi indikasi ia turun pada malam-malam ganjil pada 10 hari terakhir Ramadhan. Karena itu, mencari Lailat al-Qadr adalah memburu sebuah misteri.
Kamis (15/6) jamaah membludak karena diyakini bahwa malam ke-21 yang bertepatan dengan malam Jumat adalah salah satu indikasi kuat akan turunnya Lailat al Qadr. Pesan berantai di grup WA sejak pagi mengutip pendapat Ibnu Taimiyyah bahwa malam ke-21 Ramadhan yang bertepatan dengan malam Jumat hampir pasti akan menjadi malam turunnya Lailat al Qadr.
Dalam tradisi Islam, sepuluh malam terakhir Ramadhan adalah malam istimewa. Ketika sebagian orang mulai kendur ibadahnya karena sibuk berbelanja, memburu obral di mal-mal, dan bersiap-siap untuk mudik, sebagian yang lain mengencangkan ikat pinggang untuk menikmati bagian final Ramadhan yang diyakini penuh berkah ini.
Joke-joke di kalangan ustad mengatakan, ketika memasuki babak-babak final Ramadhan, jamaah terawih mengalami banyak kemajuan, yaitu shaf (barisan shalat) yang awalnya puluhan baris menjadi maju tinggal beberapa baris saja. Beberapa orang yang memburu berkah Ramadhan getol mengeluarkan ‘’Zakat Mal’’ untuk menyucikan hartanya, tapi banyak juga yang memburu diskon dan sangat sibuk mengeluarkan ‘’Zakat Mall’’.
Foto: istimewa
Di Al-Akbar, semangat memburu berkah 10 malam terakhir sangat terasa. Mereka datang dari seluruh penjuru Jawa Timur, mulai Jember, Bojonegoro, sampai Sumenep. Bukan hanya kalangan tua saja yang terlihat hadir untuk beri’tikaf, anak-anak muda dan remaja jumlahnya cukup besar. ‘’Sungguh luar biasa semangat keberegamaan masyarakat Jawa Timur. Anak-anak muda yang gaul ternyata juga ikut i’tikaf memburu berkah Lailat al Qadr,’’ kata Saifullah Yusuf, Wakil Gubernur Jawa Timur, yang hadir pada malam ke-23 (18/3).
Jordan Fahmi, 20 tahun, mahasiswa Fakultas Kedokteran Unair yang tinggal di Margorejo Indah sudah beberapa tahun terakhir selalu i’tikaf di Al-Akbar bersama teman-temannya pada 10 malam terakhir, terutama malam ganjil. ‘’Tempatnya enak, shalat bisa khusyuk karena bacaan imamnya tartil, dan bisa dapat makan sahur gratis,’’ kata Jo, panggilan Jordan, yang datang bersama lima teman kuliahnya.
Ritual qiyam al-lail (shalat malam) di Al-Akbar dimulai dengan shalat tahajud dua rakaat, dilanjut dengan shalat tasbih empat rakaat dua kali salam, dan ditutup dengan shalat hajat dua rakaat.
Foto: istimewa
Seluruhnya menghabiskan satu setengah jam mulai 01.30 sampai 03.00. Cukup panjang untuk ukuran shalat delapan rakaat. Tetapi, umumnya jamaah menikmati dengan sangat khusyuk. Setiap sujud panjang, terutama pada shalat hajat, selalu terdengar tangis sesenggukan dari banyak jamaah.
Suasana yang tenang dan lampu yang temaram pecah oleh tangis jamaah setiap kali Ustad Akhmad Muzakky Al-Khafidz menutup ritual dengan lantunan doa-doanya.
Tepat pukul 03.00 ritual berakhir. Lampu dinyalakan, wajah-wajah sembab karena tangis seketika terlihat cerah-ceria, bahagia. Jamaah saling bersalaman dan berangkulan, lalu dilanjut dengan makan sahur bersama. (*)