COWASJP.COM – KAGET, kubaca status wartawan Rakyat Merdeka (RM) Erteo Sudarto. Bahwa wartawan senior RM, Feril Nawali meninggal dunia, kemarin. Kaget lagi, Sudarto memohon (kepada Allah) andai bisa, pahala puasa dia dibagikan ke almarhum Feril.
Sudarto spontan. Dia tulis, seandainya bisa. Seandainya ada pahalanya. Tanda, dia begitu sayang dan hormat kepada kawan kami Feril.
Feril orang baik. Wartawan RM peliput berita Istana Presiden RI. Sejak Orde Baru sampai Presiden SBY. Dia meninggal, sepulang meliput berita BPJS Ketenaga-kerjaan di Kelapa Gading Jakarta, kemarin siang. Kabarnya, jantungan.
Keunggulan Feril: Lobbying. Salah satu syarat wartawan hebat. Setiap ketemu tokoh untuk wawancara, dia begitu moncer. Cepat pahami karakter narasumber, lalu menyamakan ‘gelombang frekuensi’. Jadinya narasumber suka padanya.
Keunggulan lain: Enggan konfrontasi dengan sesama wartawan. Umumnya antar wartawan kompetitif di lapangan, akibatnya cenderung konfrontatif.
Feril justru suka menolong kawan, mengenalkan narasumber. Saya pernah dipertemukan dengan tokoh yang sangat akrab dengan Feril: Oesman Sapta Odang (OSO – Kini Ketum Partai Hanura).
Kejadiannya 2003 di kantor OSO di Casablanca Jakarta. Kantor DPP Partai Persatuan Daerah (PPD – berlambang payung biru). OSO adalah pendiri sekaligus Ketum PPD.
Saya dan Feril kesana. Feril ke OSO membuka pertemuan begini:
“Pak Ketua.... ini kawan saya wartawan Jawa Pos, Djono W. Oesman. Namanya sama dengan Pak Ketua. Dia juga mafioso,” kata pembuka Feril.
Asli... saya kaget cara perkenalan itu. Ternyata langsung disambut antusias OSO:
“Wow... mantap.... Kita coba, benarkah Mas Djono mafioso?” ujar OSO ke saya.
Anjriiit... Feril bener-bener anjrit, pikirku.
Memang, yang dimaksud ‘mafioso’ bukan penjahat, melainkan tegar menulis berita.
Tapi, semua orang paham karakter kepemimpinan OSO: Tegas, pemberani, blak-blakan. Maka, dengan perkenalan model begitu, pasti-lah OSO antusias. Langsung mencoba. Gawat...
Lantas kami wawancara. Topiknya rawan. Tentang pusat perdagangan Tanah Abang. Lengkap dengan dinamika premanisme dalam bisnis. Saat wawancara, saya ‘ngeper’. Ini kelas berat. Juga kelas atas. ‘Ngeper’ memikirkan, bagaimana cara nulisnya?
Usai wawancara, saya dan Feril pulang, OSO mengantar kami sampai pintu ruang kerjanya. OSO berkata:
“Kita lihat besok, mafioso nulis bagaimana.”
“Beres, Pak Ketua...” sahut Feril.
Diampuuut.... Feril....
Dalam perjalanan pulang, saya dan Feril diskusi berat. Kebetulan, Rakyat Merdeka anak perusahaan Jawa Pos. Kantor saya dan Feril satu gedung di Kebayoran Lama. Di kantor, Feril mengatakan ke saya:
“Wawancara OSO topiknya harus begitu. Aku tahu, kamu menulis buku, mengungkap tragedi G 30 S narasumber DR Soebandrio. Kontradiktif dengan versi Orde Baru. Jadinya klop.”
Disitu saya tahu, lobbying Feril hebat. Dia pahami karakter narasumber, dan langsung menyamakan ‘gelombang’.
Akhirnya, berita saya tulis. Kepalang tanggung. Saya samakan dengan ‘gelombang’ Feril yang mengatakan: “Hajar bleeeh...”
Esoknya koran terbit, Tanah Abang heboh. Bener-bener heboh. Diikuti media massa lain (follow up). Tambah heboh. Saya dan Feril tak sempat ketemu beberapa hari, sama-sama sibuk.
Beberapa hari kemudian Feril menemui saya, mengatakan:
“Kamu dicari OSO.”
“Ogah... ngeri...”
“Lho, aku dimintai tolong.”
Saya tetap menolak, tapi Feril memaksa. Dia katakan sambil tertawa: “Kamu ini sok penakut.”
Feril ini hebat. Aslinya saya ngeri ketemu OSO lagi. Feril katakan ‘sok penakut’. Seolah saya berani. Bisa diasumsikan dia memuji saya. Bisa pula bermakna ngeledek: Penakut, lu...
Kami menemui OSO di kantornya lagi.
Benar Feril. Kondisi aman. Malah kami diminta OSO mengatur strategi pemberitaan PPD. Feril ketua, saya pembantunya. Waktu itu jelang kampanye Pemilu 2004. Kami mengikuti OSO keliling Indonesia memberitakan PPD.
PPD kalah Pemilu. Harus bubar, atas nama konstitusi.
Lantas OSO mencalonkan diri Gubernur Kalimantan Barat. Dia rajin kampanye disana. Feril dan saya diberi ‘password’, yang tanpa tiket bisa mondar-mandir Jakarta – Pontianak. Khusus Lion Air. Setiap saat. Sebab, kami tidak mungkin lama-lama disana.
Di Pilkada OSO kalah. Tapi OSO tetap akrab dengan Feril. Padahal OSO keras. Feril mampu mengimbangi.
Begitulah Feril. Wartawan handal, jago lobby, dan humoris. Kalau saya tulis sisi humoris dia, sumpah... anda bakal terpingkal. Tapi nggak etis.
Sebab, aku bersaksi... bahwa Feril Nawali orang baik.
Selamat jalan Feril... sampai jumpa di alam keabadian. (25/06/17)