COWASJP.COM – BUKAN kebetulan bila bus yang ditumpangi tujuh Janda Jawa Pos Group (kami singkat JP) adalah bus VIP milik Kodam IV Diponegoro. Bus terbesar. "Paling rendah yang boleh memakai bus ini Jenderal bintang dua, Pak," tutur Kopda Eko Hartono, sang pengemudi bus VIP Kodam Diponegoro tersebut kepada penulis.
"Tanpa izin Pangdam (Mayjen TNI Tatang Sulaiman) bus ini tidak boleh dipakai oleh siapa pun. Bus ini jarang dipakai," lanjut Kopda Eko Hartono yang 17 November 2017 nanti genap berusia 35 tahun.
BACA JUGA: Sehari Bertemu Dua Pangdam
Tapi mengapa sekarang bisa dipakai oleh tujuh Janda JP yang rakyat jelata dan tanpa bintang? Dan boleh dipakai sejak mendarat di Bandara Ahmad Yani Semarang Selasa siang 3 Oktober sampai Jumat petang 6 Oktober 2017 nanti?
Bus VIP Kodam IV Diponegoro, merk Mercedes.
Setelah mengiringi Tour Janda JP dua hari ini (3 dan 4 Oktober 2017), kami melihat sendiri bahwa inilah kenyataan ketika kekuatan silaturahim berpendar. Bercahaya. Cahaya itu berpendar berkat rangkaian silaturahim yang panjang antara sedulur Cowas, Aqua Dwipayana, dengan Pangdam IV Diponegoro Mayjen TNI Tatang Sulaiman. Yang terjalin sejak 10 tahun silam ketika Pak Tatang masih berpangkat Letnan Kolonel.
Fakta bahwa tujuh Janda JP bisa menggunakan bus VIP Kodam IV Diponegoro mungkin bisa saja dianggap sebagai hal yang tidak istimewa. Tapi apakah bisa sembarang orang menggunakan bus VIP tersebut?
Kekuatan silaturahim bukanlah kalkulasi transaksional. Silaturahim boleh dipandang sebagai deret ukur keikhlasan di untaian persaudaraan. Ya, deret ukur (bukan deret hitung) persaudaraan.
Kalau kita mengilas balik perjalanan Perkumpulan Konco Lawas Jawa Pos (CowasJP), maka setelah CowasJP berusia dua tahun lebih baru terjadi Tour Pertama Para Janda Pahlawan JP. Kalau kelahiran CowasJP adalah 19 Agustus 2015, maka Tour Para Janda Pahlawan JP baru terjadi dua tahun lebih 45 hari setelah kelahirannya.
So, satu pihak telah mengalami deret ukur keikhlasan silaturahim, pihak lainnya juga demikian. Inilah salah satu buah manis dan segar dari "tumbuhan" yang bernama Seduluran Sampek Matek.
Dari kiri: penulis, Anas (Pemred Joglosemar), Aqua Dwipayana, Kasrem Surakarta Letkol Inf Christianto.
Di sini kita harus positive thinking. Dan, itulah memang sikap CowasJP sejak dilahirkan dua tahun silam.
Tujuh Janda Pahlawan JP itu tidak saja naik pesawat Sriwijaya Air dari Bandara Juanda ke Bandara Ahmad Yani. Kemudian pulangnya nanti kembali naik pesawat Sriwijaya Air dari Bandara Adi Soetjipto ke Bandara Juanda. Mereka juga mendapatkan uang saku yang cukup dari sedulur Aqua Dwipayana dan Pangdam V Brawijaya Mayjen TNI Kustanto Widiatmoko.
"Saya tidak pernah membayangkan bahwa saya dan teman-teman Janda Jawa Pos lainnya akan mengalami hal yang seistimewa ini," kata Suciati, isteri Almarhum Eko Prayogo (mantan karyawan pracetak Jawa Pos).
DIJAMU MANAJER DISTRIBUSI PLN
Selasa 3 Oktober 2017 malam, rombongan para Janda JP menginap di.Mess Kodam IV Diponegoro. Esok paginya, mereka dijamu makan pagi oleh Hendra Slamet Rijadi, Manajer Bidang Distribusi PLN Distribusi Jawa Tengah dan DIY dan Donny Adriansyah,
Manajer PLN Area Semarang, di ruang rapat kantornya. Ada dua.pilihan, soto ayam dan lontong tahu.
Alhamdulillah. Setelah itu mereka diberikan penjelasan tentang wilayah.kerja PLN Semarang dan berapa jumlah pelaggannya. Juga perkembangan layanan PLN kepada masyarakat.
"Sekarang pelanggan sudah tidak perlu lagi antre di kantor PLN. Ini karena PLN sudah membuat aplikasi layanan yang jauh lebih efektif. Bila ada kampung yang lampunya padam, warga bisa langsung lapor lewat aplikasi tersebut, dan petugas PLN bisa secepatnya kembali menyalakan," kata Donny Adriansyah yang asal Padang itu.
Kemajuan PLN ini, kata Donny, berkat gebrakan Pak Dahlan Iskan (owner JP Group) ketika menjadi Dirut PLN. "Dan, sekarang kami menerima tamu dari keluarga besar Jawa Pos."
Ketika berpamitan, para Janda JP diberikan suvenir. Dalam perjalanan menuju bus, Nyonya Rais berkata, "Waduh suvenirnya tambah banyak. Dari Pangdam Brawijaya, Pangdam Diponegoro, dan sekarang dari boss PLN. Saya perlu beli tas besar ini untuk mewadahi suvenir-suvenir."
Benar saja, ketika sampai di Solo, di sebuah toko batik terkenal, Nyonya Rais membeli sebuah tas besar batik yang harganya relatif murah. Hanya Rp 27 ribu. Nyonya Masduki juga ikut beli. Kompak deh!
Sungguh melihat ini semua, jelas terlihat adanya kekuatan silaturahim yang berpendar.
Kemudian mereka menginap di Hotel Lampion, Jalan Dr Radjiman, Solo. Dan, malamnya mereka dijamu makan oleh Kasrem Surakarta di Restoran Diamond, Jalan Slamet Riyadi.
Kasrem Solo Letkol Inf Christianto, 43 tahun. Tinggi atletis dan ngganteng. Dan, ini yang istimewa, Letkol Christianto fasih berbahasa Mandarin.
Kasrem Surakarta Letkol Inf Christianto.
Restoran Diamond tergolong restoran kelas menengah je atas. Mayoritas pembelinya adalah warga.keturunan Tionghoa. Nyanyian para pelanggan di pentas elektone lebih banyak lagu-lagu Mandarin.
Sejumlah tamu restoran menghampirinya dan menyapa.
Letkol Christianto pun ikut menyumbang lagu Mandarin di pentas elekton (dilengkapi penabuh drumb) bersama tiga tamu keturunan Tionghoa.
Sejak kapan beliau bisa fasih berbahasa Mandarin? "Sejak 10 tahun silam ketika saya menjadi anggota Paspampres. Saya banyak bergaul dengan warga keturunan Tionghoa. Jadi bersama merekalah saya belajar bahasa Mandarin," jelasnya. Beliau adalah Baret Merah (Kopassus).
"Beliau calon kuat Asops Paspampres," kata Aqua Dwipayana. Nah, jalinan persaudaraan dengan Letkol Inf Christianto ini akan terus dirawat oleh Aqua Dwipayana. Dan, kekuatan silaturahim itu telah berpendar malam itu. (*)