COWASJP.COM – ockquote>
Obyek wisata di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, terkenal dengan eksotisme alamnya. Mulai dari kebun, pantai hingga perbukitan dan pesona Gunung Rinjaninya. Semuanya mengasyikkan. Jarak tempuhnya, juga tak membutuhkan waktu berhari-hari. Wooow..!
MINGGU pagi, 27 Oktober 2017, kami sekeluarga hanya mengagendakan piknik di Taman Wisata Pusuk Sembalun, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Tidak banyak perbekalan yang harus dipersiapkan. Cukup bekal makan siang seadanya.
Kami berangkat jam 8 pagi. Start dari rumah di kawasan Pesona Wisata Pagutan, Mataram. Mobil Avanza yang sehari-hari mengantar saya bekerja, juga tidak perlu saya persiapkan secara khusus. Soalnya, dua minggu sebelumnya, sudah saya servis habis 4 jutaan rupiah he he...
Saya yakin sekali, tidak akan ada kendala selama dalam perjalanan. Apalagi bensin sudah saya isi full. Ini kebiasaan saya jika pergi kemanapun.
Untuk naik ke puncak atau pusuk (orang Sasak menyebut puncak, Red.) Desa Sembalun, Lombok Timur, kami hanya menggunakan Google Map. Trayek perjalanan sudah kami searching mulai dari Desa Narmada, Lombok Barat menuju Lombok Timur.
BACA JUGA: 15 Konsulat Uni Eropa Terpesona Eksotisme Lombok-Sumbawa​
Tidak ada kendala yang berarti, untuk menuju lereng Gunung Rinjani itu. Selain petunjuk di Google Map jelas, juga penunjuk arah di lokasi sangat memudahkan pengunjung ke Sembalun. Bahkan, jarak dan waktu tempuhnya sudah ditentukan oleh Si Mbah Google. Dua jam tanpa singgah!
Jalanan mulus menuju Pusuk Sembalun
Banyak teman pengendara yang naik menuju Pusuk Sembalun. Mulai dari rombongan klub motor, anak-anak muda dan mobil pribadi. Banyaknya pengendara ini, membuat kita harus ekstra hati-hati. Kita harus lihai mengendalikan kendaraan ketika posisi menanjak.
Saya sempat terkejut, ketika posisi kendaraan mencapai kemiringan 65 derajat, dan pas dalam tikungan, banyak kendaraan yang jalan merambat. Konsentrasi saya buyar. Apalagi baru pertama kali naik puncak lereng gunung tersebut. Gawat!
Benar. Pas mau naik, ada sepeda motor ngadat. Saya injak rem dan menurunkan gigi perseneling. Eeh.. malah ke posisi persneling nol. Aiiih….adrenalin saya langsung mendidih. Ndredek juga. Motor dan mobil di belakang langsung bunyikan klakson.
Dengan kondisi kaki masih gemetar, saya langsung injak pedal rem plus narik handrem. Legaaaa..! Saya mencoba menenangkan diri dengan menyuruh anak saya turun mencari batu besar.
Untungnya, ada seorang petugas yang menjaga di tikungan maut itu. Ia pun membantu mengganjalkan batu ukuran besar di roda kanan belakang. Saya menghela nafas. Mengembalikan kepercayaan diri. Harus sampai Pusuk Sembalun!
Setelah aman. Saya ambil posisi sepi dari pengendara, dan langsung tancap gas. Posisi perseneling gigi satu dan dua ini, terus saya pertahankan hingga menuju puncak. Soalnya, medan jalan yang bagus itu, tetap menanjak. Lagian masih ada dua tikungan tajam yang langsung menukik ke kiri.
Lolos dari tikungan tajam yang terakhir, saya sempat kaget lagi. Saya pikir ada kecelakaan lantaran banyak kendaraan yang berhenti di penghujung puncak bukit itu. Eiit.. ternyata, di leter U puncak bukit inilah lokasi Taman Wisata Pusuk Sembalun.
“Hiyaaa.. Alhamdulillah, Kita sudah sampai Sembaluuun..,” teriak istri saya. Mobil langsung saya belokkan kanan. Parkir persis di sebelah kiri pintu masuk area rekreasi.
Di sini, pemerintah Provinsi NTB memang menyediakan lahan untuk pengunjung. Ada area selfie atau foto-fotoan, persis di tepi jurang dangan pembatas pipa besi yang aman bagi pemburu foto. Areanya cukup luas. Ada dua joglo atau brugah ukuran lumayan untuk melepas lelah.
Untuk masuk ke area tersebut, harus melalui pintu pilar berbentuk bujur sangkar yang di kedua sisinya terdapat kendi ukuran raksasa. Saya sendiri seusai memotret ingin masuk lewat lorong pilar yang terbuat dari beton semen berarsiran itu.
Ada beberapa pemuda yang berdiri berjajar di sekitar pintu masuk. Mereka mengutipi uang pengunjung yang harus membayar lima ribu rupiah perorang. Tapi, tidak ada tanda bukti pembelian KTM (karcis tanda masuk).
Mereka illegal. Saya hendak protes. Tapi apa mau dikata! Belum berucap pun mereka sudah siap adu mulut. Bahkan di antara mereka juga berebut uang hasil pungli pengunjung.
“Sudah sudah.. kita harus kompak. Tidak boleh ada orang lain dinatara kita yang menjaga hari ini. Hasilnya kita bagi rata,” teriak seorang pria yang tampangnya lebih sangar dari yang lain.
Saya diam. Pengunjung yang lain juga diam. Kita semua membayar tanpa ada tanda bukti pembayaran. Lima ribu bagi kami memang tak berati, jika dihitung dengan jerih payahnya naik ke Pusuk Sembalun.
Tak lama kemudian, saya melihat mobil Patroli dari kepolisian memarkir kendaraannya di seberang jalan. Seorang petugas turun dan menghampiri penjaga pintu masuk. Dengan senapan laras panjang, Pak Polisi menjaga pelancong keluar masuk, yang tidak lagi dimintai uang para penjaga pintu tadi.
Walau begitu mereka tetap tidak meninggalkan tempatnya berdiri di sekitar pintu masuk. “Ternyata gratis ya masuk sini,” seloroh pelancong dari Blitar, Jawa Timur. Pria yang mendengar ejekan wanita yang menggendong bayinya itu, hanya bisa nyengir.
Ya.. itulah kondisi Taman Wisata Pusuk Sembalun. Udara di puncak lereng Gunung Rinjani ini sejuk sekali, meski terik matahari begitu menyengat. Sembalun merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Lombok Timur yang memiliki luas wilayah 217,08 kilo meter persegi.
Di sini memiliki enam desa. Desa Sembalun Bumbung, Desa Sembalun Lawang, Desa Sajang, Desa Bilok Petung, Desa Sembalun, dan Desa Sembalun Timba Gading.
Secara geografis, Kecamatan Sembalun di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Sembelia, di sebelah selatan berbatasan dengan Aikmel dan Pringgasela, di sebelah barat dengan Kabupaten Lombok Barat, sedangkan di sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pringgabaya.
Penulis dengan latar belakang Gunung Rinjani di Pusuk Sembalun
Ibukota Kecamatan Sembalun berada di Desa Sembalun Lawang, yang berjarak sekitar 45 km dari ibukota Kabupaten Lombok Timur ( Selong ). Desa Sembalun Bumbung memiliki wilayah terluas yaitu 57,97 Km2 atau sekitar 26,70 persen dari keseluruhan luas wilayah Kecamatan Sembalun, dan yang tekecil adalah Desa Sembalun Timba Gading dengan luas 15,76 Km2 .
Desa-desa yang berada di Kecamatan Sembalun memiliki ketinggian yang bervariasi. Antara 800 hingga 1.200 meter di atas permukaan laut. Jarak tempuh tiap desa ke ibukota kecamatan relatif dekat. Jarak yang paling jauh dari Desa Sajang dan Desa Bilok Petung. Mencapai enam kilometer dan 15 km.
Jumlah penduduk Kecamatan Sembalun sekitar 20 ribu jiwa. Tak heran jika jalanan menuju desa-desa tersebut tidak seramai di desa lain. Jalan utamanya beraspal dan lengang sekali. Di sebelah kanan kiri terhampar perkebunan dan sawah yang hijau. Indah banget deh!
Di pinggir jalan ada beberapa brugah atau joglo, yang siap menerima pelancong untuk istirahat sembari memtik langsung buah strawberi. Juga ada home stay yang disewakan secara murah. Kami sempat menikmati strawberi sembari memetik buahnya langsung dari kebun.
“Per-onsnya lima ribu rupiah,” uja seorang petani Strawberi. Namun, bea masuk kebun perorang harus bayar lima ribu rupiah. Bea masuk ini termasuk nongkrong di brugrah, masuk kamar mandi dan salat di lantai atas brugah.
Untuk menunju Gunung Rinjani, kami harus melewati Desa Sembalun Lawang. Desa kecil yang berlokasi di sebelah utara kaki Gunung Rinjani ini indah sekali. Ia berada di ketinggian sekitar 1.156 m dan menjadi salah satu jalur populer titik awal pendakian ke Gunung Rinjani (3.726 m dpl).
Selain Desa Sembalun Lawang, Desa Senaru adalah pintu gerbang lainnya untuk mencapai kemegahan Gunung Rinjani, yang di puncaknya terdapat Danau Segara Anak yang memiliki tiga warna itu.
Selama perjalanan di desa-desa tersebut tidak terasa membosankan. Kita akan disodori pemandangan alam hijau permai berlatar Gunung Rinjani yang gagah itu. Apalagi perjalanan dari Kota Mataram menuju Sembalun melewati jalan aspal yang berkelok-kelok, hutan, ladang pertanian, dan bahkan pemadangan laut Gili Trawangan dari kejauhan.
Ladang-ladang pertanian terhampar apik, ditanami sayur-sayuran betingkat-tingkat. Nuansa pedesaan terasa kental, terutama saat melihat petani melakukan aktivitasnya dengan cara tradisional.
Setibanya di Desa Sembalun, pemandangan alam yang lain sudah menunggu untuk dikagumi. Selain hijau oleh pepohonan dan vegetasi pegunungan, desa ini nyaris dikelilingi oleh megahnya tebing-tebing batu yang kemiringannya nyaris mencapai 90 derajat.
Dinding batu ini adalah hasil pembekuan materi letusan atau lava yang dimuntahkan Gunung Rinjani ratusan silam. Di beberapa bagian, tampak lumut dan rerumputan melapisi batuan tersebut menambah pesona kecantikannya. Udara segar pegunungan akan memenuhi paru-paru kita. Sungguh nuansa dan pemandangan alam tropis yang eksotis dan berkesan.
Selain menyimpan pesona dan keindahan panorama alam, sebagai pintu masuk memulai pendakian Gunung Rinjani, Desa Sembalun Lawang memiliki peran penting sebagai tempat singgah dan mengumpulkan tenaga sebelum menantang diri menaklukkan Gunung Rinjani.
Di desa ini pula terdapat Posko Rinjani Information Center (RIC) Sembalun, yaitu pusat informasi dan juga tempat pendaftaran bagi para pendaki. Anda nggak perlu khawatir jika ingin mendaki ke puncak Rinjani.
LEWAT BAYAN TEMBUS SENGGIGI
Lantaran agenda saya bukan untuk hiking atau trekking, maka saya meneruskan perjalanan mengelilingi lereng Gunung Rinjani saja untuk kembali ke Mataram. Dari Desa Sembalun Lawang, saya bergeser menuju Desa Bayan.
Awalnya, jalanan di desa-desa Sembalun itu mulus dan legar, kali ini saya harus menghadapi tantangan baru. Jalan berliku penuh geronjalan untuk mengitari perbukitan kawasan Bayan ini. Saya tidak bisa tancap gas. Harus sabar!
Pemandangan yang gersang dan terik matahari yang menyengat, menjadi pengalaman baru kami di Bayan. Saya tetap menjadikan destinasi ini sebagai referensi tambahan. Siapa tahu suatu kali nanti saya akan melintasi jalur ini.
Hampir satu jam lebih saya menyusuri Bayan. Yang terbayang dalam benak saya adalah rekan bisnis Bos Kaltim Pos Grup dan Komisaris Lombok Post Zainal Muttaqin. Yaitu Mister Tang dari Singapura. Dia yang sempat saya temani selama di Mataram, pernah bercerita tentang keinginannya berinvestasi di Bayan.
Ia mengaku akan membantu peternak sapi dan kambing di daerah tersebut. “Aneh,” pikir saya ketika melintas di kawasan Bayan. Betapa tidak! Bayan yang tak sehiau Sembalun menjad pilihan utamanya.
“Saya ingin berbagi ilmu kepada mereka. Sapi-sapi dan kambing mereka tidak perlu lagi makan rumput,” jelas Mister Tang, yang lebih dulu berkunjung ke Bayan. Dua pekan lalu.
Ia menyebut peternak setempat tidak perlu mengarit lagi. “Cukup kerja sama dengan kami. Kami yang menyediakan makanannya dan mereka menyiapkan ternaknya,” imbuhnya.
Lantas? Ya, sistem penggemukan itu akan dipanen pada waktunya. Mister Tang akan menyiapkan semua makanan hewan yang diimpor dari Australia. Sapi atau kambing yang sudah gemuk disembelih di Bayan. “Kami siapkan tempat jagalnya. Dagingnya akan kami ekspor ke Timur Tengah dan Cina,” konsepnya.
Jadi? Pola pikir peternak Bayan harus berubah. Mister Tang juga akan melakukan ekperimen ini, yang pertama kali di Indonesia. Ia memilih Bayan karena kondisi daerahnya tidak hijau.
Sedangkan ternak penduduk setempat butuh asupan makanan yang higenis. Jika Bayan memiliki daging sapi dan kambing berkualitas, maka dunia akan membicarakannya.
“Silahkan Pak Muis ajak teman-teman ilmuwan untuk merisetnya nanti,” tantang Mister Tang. Dan, saya yakin obsesi pria tambun ini akan menuai hasil maksimal. Ini lantaran kawasan Bayan memang sangat memprihatinkan jika musim kemarau datang. Sulit air dan rerumputannya kering merangas.
Setelah menyusuri Bayan, kami terus meninggalkan Kabupaten Lombok Utara (KLU). Kami menyusuri perkampungan melalui Jalan Raya Gondang menuju Desa Pemenang. Daerah ini cukup ramai dan di sebelah kanan jalan sering terlihat pesisir pantai.
Sayangnya, sepanjang jalur pantai tersebut masih belum ada tanda-tanda lokasi wisata yang digarap. Di situ hanya terdapat kampung penduduk yang mata pencahariannya berkebun dan menjadi nelayan.
Satu jam lebih, kami meninggalkan Bayan dan Pemenang. Kami terus menyusuri jalanan beraspal yang berkualitas. Sebelum menuju Senggigi, kami sempat singgah di Desa Malaka. Desa yang membatasi KLU (Kabupaten Lombok Utara) dan Lobar.
Saya mencoba memarkir mobil di ruang kosong tepi pantai. Ada beberapa perahu milik nelayan tengah lego jangkar. Sisi kanan masih terdapat tanaman homogen, ciri khas tumbuhan pantai. Sementara sisi barat sudah ada homestay yang tempat makanannya menjorok ke laut.
Di tempat peristirahatan ini, tampaknya, akan dibangun rumah makan tepi pantai. Cuma belum rampung penggarapannya. Sehingga dua brugah yang ada dibiarkan kosong dan hanya ditiduri anjing.
Saat kami masuk, anjing-anjing liar tersebut menyingkir menuju sekitar selokan. Mereka, rupanya, menunggu sisa-sisa makanan kami. Tapi, istri saya tidak tega, sehingga sebagian lauk yang berbalung dilempar ke arah anjing-anjing kelaparan tersebut.
Saya sendiri memilih makan nasi goreng. Setelah itu, saya menyandarkan kepala di tiang brugah. Saat membuka hape, mata saya tertuju ke Google Map. Lantas saya klik. Dan?
Eeh.. ternyata kami telah melewati empat kabupaten. Mulai dari Mataram, Lobar, Lombok Timur (Lotim), KLU sampai Lobar lagi, dan kemali ke Mataram. Setengah hari penuh kami telah melakukan perjalanan jauh dan penuh tantangan ini.
Syukur alhamdulillah, kami pun selamat sampai rumah. Anak-anak pun senang bisa menikmati liburan akhir pekan. Lombok memang aduhai. Pesona alamnya mengasyikkan! (*)