COWASJP.COM – Hidup memang keras. Apalagi di masa pandemi saat roda ekonomi seret berputar. Namun sebagai makhluk Tuhan yang dibekali akal budi, ada saja yang bisa dilakukan untuk mengatasi keadaan. Di antaranya adalah Jon art, pelukis Madiun yang menggelar aktivitas bersama rekannya di Pahlawan Street Center. Berikut tulisan Santoso, wartawan senior di Madiun.
***
Saat pandemi dan PPKM belum memuncak. Masyarakat Madiun sering melihat aksi beberapa pelukis Madiun yang menggelar ajang kreativitas di Pahlawan Street Center.
Di antaranya Djoko Wijono, atau yang lebih keren dengan panggilan Jon Art. Bahkan dialah yang punya ide berkegiatan di masa pandemi, saat sepinya order lukisan.
Di antara ‘’tukang gambar’’ —demikian si Jon menyebut kelompoknya itu--- ada yang membuat lukisan, sketsa dan lainnya. Si Jon sendiri justru menyiapkan sebuah kanvas dengan lukisan setengah jadi, plus peralatannya. Ia memberi kesempatan pengunjung untuk selfi dengan gaya melukis. ‘’Ternyata lumayan juga yang pengin punya foto saat sedang melukis di kanvas,’’ kata si Jon sambil tertawa. Setelah puas berselfi, mereka pun tak eman untuk sekedar ‘’nyawer’’.
Bagi Jon Art dan kelompoknya, berkegiatan di embongan (jalanan) seperti di Pahlawan Street Center, bukan sekadar cari uang. Tapi lebih dari itu. Yakni agar Pahlawan Street Center yang dikenal sebagai Malioboro-nya Kota Madiun, juga ada kegiatan berkesenian. Kalau di Malioboro, Jogja dikenal dengan Angklung Carehal-nya. Madiun dengan kegiatan melukis di embongan. ‘’Selain itu juga lebih mendekatkan seniman lukis ke masyarakat,’’ ungkapnya.
Lukisan karya Jon Art, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa. (FOTO: Santoso)
Sebab diakui atau tidak, menurut si Jon, pelukis Madiun belum banyak dikenal masyarakat. Padahal jumlahnya cukup banyak. ‘’Kelompok saya saja sepuluh orang, belum yang lain,’’ katanya.
Sayangnya PPKM berlevel-level membuat aktivitas terhenti untuk sementara waktu. ’’Nanti kita lanjut kalau sudah kembali normal.’’
Dengan kegiatan embongan ini, juga bisa memberikan citra, bahwa di Madiun juga ada seniman lukisnya. Pun juga sebagai ajang pengenalan bagi pelukis pemula.
Sekarang ini yang dinilai telah memberi apresiasi terhadap aktivitas pelukis Madiun adalah Eat House, sebuah rumah makan milik Musa Hendri di Caruban, Kabupaten Madiun. Termasuk awal bulan depan akan diadakan kegiatan pula di halaman belakang rumah makan itu.
Nenek pencari kayu bakar. (FOTO: Santoso)
Namun demikian, dengan adanya media sosial semacam Face Book, diakui sangat membantu para pelukis daerah untuk menawarkan dan mengenalkan karyanya.. ‘’Saya malah lebih sering menerima orderan dari luar kota, termasuk Jakarta, melalui Face Book’’ katanya.
Ini yang patut diacungi jempol. Dalam kelompoknya yang disebut ‘’tukang gambar’’ itu sudah terjalin guyub rukun dalam kebersamaan. ‘’Siapa yang kebanjiran order, sebagian dilimpahkan ke temannya yang lagi sepi orderan,’’ ungkapnya. ‘’Jadi saling menghidupi,’’ tambahnya.
DARI POSTER FILM
Perjalanan sebagai pelukis dilaluinya cukup rumit. Karena ia bukan pelukis yang dilahirkan dari kampus. Tahun 1980, saat ia sedang menganggur diajak temannya ke Surabaya. Di Kota Buaya ini, si Jon bekerja sebagai tukang gambar poster film. ‘’Kan saat itu lagi marak film Indonesia,’’ katanya.
Pengunjung Pahlwan Street Center selfi dengan gaya melukis.(FOTO: Santoso)
Sampai akhirnya ia berkenalan dengan pengusaha film Misbar alias Gerimis Bubar dari Madiun. Ia pun ditawari menggambar poster film yang akan diputar di misbarnya. ‘’Kebetulan sekali bisa pulang kampung,’’ ujarnya.
Ikut pengusaha film misbar Madiun itu, sehari ia harus menyelesaikan beberapa poster segede triplek. Karena dalam sehari, ada beberapa film yang diputar di Misbar di beberapa desa. Hingga tak jarang dalam sehari ia harus menyelesaikan beberapa poster. ‘’Jadi kayak kejar tayang. Selesai satu langsung dibawa ke tempat pemutaran film,’’ kisahnya.
Tapi begitu dunia perfilman mulai surut, berimbas juga pada misbar. Tentu juga berimbas pada periuk nasinya. ‘’Akhirnya saya banting setir mulai melukis di kanvas,’’ katanya.
Karena terbiasa melukis poster film, ia pun terbiasa dengan menggambar manusia. ‘’Jadi saya bisa dibilang termasuk aliran realis,’’ katanya. Karena itulah sampai saat ini, kebanyakan order yang ia terima berupa lukisan foto.
Setiap lukisan karyanya ia patok tarip Rp 5 juta sampai Rp 8 juta. Disesuaikan dengan ukuran yang diminta. (*)