COWASJP.COM – PERFORMANCE MONOLOG ATAU TEATER GARINGAN, DENGAN TATA PANGGUNG DAN TATA LAMPU APA ADANYA. SEBUAH PANGGUNG SANGAT SEDERHANA. ADA SEORANG LELAKI TUA (LT) MEMBAWA ALBUM BESAR. ALBUM TUA BERDAKI TIDAK TERAWAT. MESKIPUN DEMIKIAN DIA SANGAT SAYANG DENGAN ALBUM ITU. SEHINGGA DIA KELIHATAN SANGAT HATI-HATI MEMPERLAKUKAN ALBUM ITU.
ADA YANG MENANYAKAN, BARANG APA ITU. (IMAJINASI)
LT: Album
KEMBALI BERTANYA LAGI (IMAJINASI)
LT: Memang berat. (BERHENTI SEJENAK) Lama tidak saya lihat dan tak saya rawat.
ADA PERTANYAAN LAGI (IMAJINASI)
LT: Saya ada di dalam ini (MENUNJUK PADA ALBUM. DIA BERKATA LAGI SAMBIL MENGANGKAT ALBUM YANG BERAT ITU.) Sudah lama saya ada di sini. Sekitar seper empat abad lebih. Bercerita tentang dinamika masa muda, penuh dengan suasana ketegangan disertai semangat tak kunjung padam menghadapi kepemimpinan diktator dan otoriter tertutup. Sering melakukan perbuatan ketidakadilan, diskriminatif, pembantaian, penculikan dan berbagai perbuatan merusak nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan bersama di lingkungan kecil maupun besar. Dalam album ini saya sering berdiri sendiri dengan keringat, air mata dan darah, bercerita atau bicara dengan tatap mata seekor burung elang sedang terbang.
BACA JUGA: Sosialis Keilahian​
ALBUM DI TANGANNYA DIANGKAT TINGGI-TINGGI SAMBIL MEMBOLAK-BALIK SERAYA MEMBERSIHKAN. MATANYA MENATAP BERBINAR-BINAR. MENDAPATKAN KEBAHAGIAAN KEMBALI YANG LAMA TERLUPAKAN DAN TAK TERNILAI HARGANYA. DIA BERGUMAM DENGAN SENANGNYA. TAK LAMA KEMUDIAN DIA BERKATA........
LT: Masa lalu telah lewat, masa sekarang berada di ruang waktu yang beda....... Kini aku berada di dalam........... Memasuki arsitektur palsu, ruang ketidakmungkinan. Kita dihadapkan di dalamnya dengan berbagai aroma jenis kematian massal. Terjadi peristiwa datang bergiliran: kematian makna, kematian kemanusiaan, kematian epistemologi, kematian pertanda, kematian seksual, kematian politik, kematian Tuhan, kematian keimanan, kematian berfikir, kematian logos, kematian metafisik, kematian ideologi, kematian teori, kematian media, kematian berdaulat dan berbagai jenis kematian tak habis dipikir. Kita berada dalam dunia kuburan, dunia mayat-mayat, dunia vampir, dunia zombi, hantu dan sejenisnya.
Apa kita mau hidup berdampingan dengan mereka dalam dunia kematian mengerikan itu. Apa kita mau mengikuti kehidupan mereka, berpura-pura seperti mereka, melawan mereka atau diam.
Dunia kematian itu tak ada lagi tersisa memberi kesempatan untuk dunia kehidupan baru atau tidak ada kelahiran baru untuk kehidupan itu sendiri yang lebih baik - sebuah metamorfosis kunanti di ruang tunggu sambil "Menulis Satu Kalimat" ......
Terlalu lama saya bertahan dalam dunia kematian itu, yaitu terlalu toleran dengan kegaduhan suara politik kaleng-kaleng kosong nyaring bunyinya. Sudah mengganggu kenyamananku. Padahal, saya sedang mendengarkan lagu kebangsaan tanah air yang indah dan hijau pemandangannya. Juga mengganggu tidurku, berpikirku, perenunganku, langkahku dan pilihanku menyelesaikan persoalan karena terjepit perekonomian semakin sulit di tengah pandemi Covid-19.
Saya tak bisa berbuat apa-apa mendengar kegaduhan suara kaleng-kaleng kosong itu. Juga mengganggu orang-orang sekitarku, di kampung halaman, di kantor, di warung kopi, di asrama, di rumah peribadatan dan yang ada dalam ingatanku. Kegaduhan suara kaleng-kaleng itu berhasil melumpuhkan semangat hidup orang-orang sekitarku. Mereka jadi pesimis, apatis dan putus asa mendengar kepandaian suara kaleng-kaleng kosong itu
Saya tidak bisa berkata-kata apa-apa mendengar suara kaleng-kaleng kosong itu. Saya juga tidak melakukan pembenaran terhadap pemimpin yang gagal membangun negeri sesuai dengan janjinya di atas podium. Padahal jutaan rakyat meletakkan harapan lewat wajah-wajah lugu terhimpit sempitnya pemahaman.
Saya bisanya menggeleng-geleng kepala mendengar suara kaleng-kaleng kosong itu. Saya mencoba menerjemahkannya. Toleransi yang tersembunyi di balik anti-SARA bikinan pemimpin negeri telah mengaburkan makna toleransi sebenarnya, telah mengebiri kekayaan keberagaman milik negeri dan melindungi penjajahan secara terang-terangan. Lambat-laun dan pasti "negerinya sendiri jadi penjara" untuk kepentingan penjajahan baru.
Saya hanya bisa bicara dalam hati yang menggelora di dada, melihat kaleng-kaleng kosong itu melakukan pembelaan terhadap pemimpin bermental makelar penjualan aset-aset yang bisa menghancurkan kedaulatan "Negeri merdeka atas rahmat-Nya."
Saya bisa memahami kaleng-kaleng kosong itu menggerombol di dalam istana, hidup enak, terjamin, bebas menyebar hoax dan bebas berbuat biadab di atas jutaan rakyat kehilangan kedaulatan sebagai warga negara yang sah. Kaleng kosong bisa berbunyi nyaring karena ada yang membunyikan.
Ketika kaleng-kaleng kosong itu melakukan pembiaran terhadap adanya upaya mengaburkan falsafah dasar negara secara terbuka. Arogan penguasa membusungkan dada nasionalisme sekuler telah terkubur dalam perumusan sila pertama berbau kalimat tauhid. Menjadi zombie gentayangan di setiap otak bangsa. Saya tak sepantasnya diam, juga turun ikut serta meluruskan falsafah negeri yang telah membelok ke mana-mana dalam kegelapan manusia pandai politik, agar negeri tetap terjaga dan selamat.
TIBA-TIBA ADA PERTANYAAN ( IMAJINASI)
LT: Tidak. Sama sekali saya tidak ingin bersaing keras-kerasan bunyi dengan politik kaleng-kaleng kosong itu. Seperti di berbagai jenis media sosial dijadikan arena perang statement, keras-kerasan berbunyi nyaring semakin membikin gaduh.
PERTANYAAN MUNCUL LAGI (IMAJINASI)
LT: Sudah kukatakan dari awal....... Di ruang tunggu ini saya menulis satu kalimat menunggu metamorfosis......
BERTANYA LAGI (IMAJINASI)
LT: Ya. Benar sekali. Saya menulis satu kalimat bukan untuk yang lain. Untuk melawan diri sendiri, di tengah-tengah sedang kelelahan dan jemu mengikuti dunia informasi begitu canggih dan begitu terbukanya. Maka dari itu perlu menulis satu kalimat. Kalimat yang membangun ruang imajinasi, ruang membaca di balik dari mengikuti peristiwa-peristiwa yang mengganggu tatanan kehidupan. Ruang yang sarat makna menjadi katarsis, pencerahan dan perenungan berkelanjutan. Sebuah penawaran etika masa depan berkembang di atas kepentingan kehidupan semua golongan yang beradab.
MENGULANG PERTANYAAN (IMAJINASI)
LT: Jangan sampai keliru, ruang tunggu ini bukan untuk mendapat keadilan, bisa jadi ruang tunggu ini adalah korek api. Cahaya. Penerangan ruang imaji pada setiap "satu kalimat" yang kutulis. Penerangan ruang imaji pada setiap "satu kalimat" yang kubaca. Ruang imaji setiap "satu kalimat" yang kutulis, kubaca:
JEJAK DIGITAL
Setitik noda dibelah tujuh jadi berkembang seluas alam semesta []
kutulis kubaca:
BERTEDUH DI LAPTOP
Hujan email membasahi pandang berbagi kabar []
kutulis kubaca:
KONSPIRASI
Sejalan bukan berarti aman []
kutulis kubaca:
SEPAKAT
Sepandangan bukan berarti setujuan []
kutulis kubaca:
PERTEMUAN GELAP
Menyetubuhi katak yang lahir biawak []
kutulis kubaca:
TIDUR PUN TAK NYENYAK
Tidur pakai masker dan helm, agar mimpi naik motor tak ditilang polisi menuju pagi []
kutulis kubaca:
LELUCON MIMPI
Mimpi basah jangan diceritakan, nanti dipolisikan dituduh memperkosa []
kutulis kubaca:
REFRESH
Matahari angslup melintasi gelap malam menuju fajar []
kutulis kubaca:
DIGITAL
Pemadatan alam semesta jadi seluas bola mata, yang tersisa kehendak Sang Pencipta []
kutulis kubaca:
PENGUASA YANG SATU
Di atas langit hanya ada keesaan Sang Pencipta []
kutulis kubaca:
PAGELARAN WAYANG KULIT
Anak wayang hidup semalam ada di tangan dalang []
...... dst. (Silahkan diteruskan buat "Puisi Satu Kalimat" ambil puisi satu kalimat dari buku "Menulis Satu Kalimat")
Kutulis di setiap ruang. Kubaca di setiap ruang...Kutulis kubaca di mana-mana, kutulis kubaca disetiap aku berada... Di mana-mana kutulis kubaca, selalu kutulis kubaca, kutulis kubaca, ...
LELAKI ITU BERKATA MENGULANG-ULANG DENGAN KALIMAT SAMA " KUBACA KUTULIS." SUARANYA SEMAKIN LAMA SEPERTI DZIKIR ATAU DOA SEORANG TERBEBANI BANYAK PERSOALAN KEHIDUPAN TAK KUNJUNG USAI DI RUANG TUNGGU..... DILAKUKAN SECARA INTENS SAMPAI MENJADI KEKUATAN, MENJADI KOREK API MEMBAKAR SEMANGAT DI RUANG ARSITEKTUR PALSU MENANTI METAMORFOSIS YANG ADA DALAM MIMPINYA....... DI SEBUAH PANGGUNG: BLACK OUT. (SELESAI)
Penulis: Saiful Hadjar, aktif di teater, sastra, seni rupa dan melakukan gerakan kebudayaan. Tinggal di Surabaya, Kampung Kaliasin.