COWASJP.COM – Bila duta nasional inovasi IT dan pengusaha adalah Nadiem Makarim yang kini menjabat Menteri Pendidikan Nasional lah orangnya. Siapa duta nasional kerajinan rakyat? Dia adalah Makhbud Junaedi, perajin tas dan owner Gallery Tas Kulit Ukir Morfby di Tanggulangin, Sidoarjo. Produk tas kulit ukir adalah kreasinya dan hanya satu di Jawa Timur. Bagaimana kiat bisnisnya di era pandemi? Berikut laporannya.
**
JUM’AT (17/12/2021), sekitar pukul 09.00, saya janji bertemu dengan Makhbud Junaedi di rumah juga gallery tasnya di Desa Wetas Kedensari RT.02, RW.01, No. 49, Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Ketika tiba di gallery, Junaedi yang pakar UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) tas kulit, ada. Kami dipersilakan masuk di gallery-nya. Desain bangunannya jati joglo. Luasnya 12 x 7 meter.
Di Kabupaten Sidoarjo, nama Junaedi tidak begitu terkenal. Tapi di level nasional, Provinsi Jawa Timur, luar Jawa, dan luar negeri yakni Timor Leste, namanya terkenal.
Mengapa? Pada 2014, dia terpilih menjadi Duta Nasional Kerajinan Rakyat. Saat itu dia termasuk 15 orang berprestasi nasional yang memperoleh penghargaan negara melalui Departemen Perindustian dan Perdagangan RI.
”Selain saya, ada Pak Nadiem Makarim. Beliau saat itu masih mengenakan helm Gojek. Beliau mungkin terpilih menjadi duta nasional inovasi IT,” jelasnya.
Bagaimana kiprahnya sebagai perajin tas? Junaedi pun menceritakannya. “Terkait produk tas kulit, perusahaan saya UD Rafi Jaya. Brand yang saya miliki ada dua. Pertama, Mabucci. Kepanjangannya Makhbub Cinta Indonesia. Ini untuk produk tas kulit biasa. Kedua, brand Morfby. Ini untuk produk unggulan saya kulit ukir handmade. Hanya ada satu di Jawa Timur. Dengan segala keterbatasan, itu usaha satu-satunya yang saya miliki,” jelas Junaedi.
Makhbud Junaedi (kiri) menunjukkan tas kulit ukir karyanya. (FOTO: istimewa)
Usahanya itu sudah berusia 25 tahun. Ketika Koperasi Intako (Industri Tas dan Koper) geger gegara menembak merk-merk terkenal, usahanya sudah berdiri. Dia juga sudah aktif sebagai pengurus Koperasi Intako.
Pada 2005, saya menjadi pengawas Koperasi Intako. Pada 2008, saya sekretaris, pada 2010-2012, saya ketua Simpan Pinjam. Kemudian sempat keluar. Pada 2016, saya masuk lagi menjadi pengawas Intako, dan pada 2017, menjadi ketua Intako,” kata Junaedi.
Pada 2019, Junaedi mengaku mundur dari ketua Intako karena banyak hal yang tidak bisa disinergikan dengan para anggota. “Saya menjabat ketua tepatnya satu tahun delapan bulan. Diajak lari, para anggota tidak mau lari. Ya sudah saya keluar saja,” jelasnya.
Junaedi kemudian memilih menekuni usaha sendiri, yakni Gallery Tas Ukir Morfby. Dia menekuni bisnis tas kulitnya sejak awal 2008. ”Saya pernah punya buyer Edward Forer dari Bandung. Dia memiliki 18 outlet. Orangnya asli Jakarta tapi tinggal di Australia. Pesanannya bisa 10.000 tas dan dijual lagj. Dalam bentuk merchandise seperti dompet, tas. Dia memiliki brand sendiri yakni sepatu. Pesanan mulai tahun 2008 sampai 2010. Sebelum pandemi masih berlangsung. Tapi karena pandemi, istirahat,” jelasnya.
Sebelum pandemi, berapa omzet gallery? ”Seminggu saja biaya operasional Rp 8 juta - Rp 10 juta. Omzet bisa tembus Rp 300 juta - Rp 400 juta. Keuntungan bersih sekitar 15-20 persen. Pasarnya ada beberapa buyer langganan yang memiliki toko di luar Jawa, antara lain Mataram (Lombok) dan Kalimantan,” ujarnya.
Bagaimana bisa memiliki jaringan di luar Jawa? “Jadi ketika diundang menjadi trainer di luar Jawa, misalkan di Pontianak, saya tidak memburu tarif. Diberi berapa pun saya terima. Sebab yang saya butuhkan hanya biaya tranportasi dan akomodasi free. Tujuan utama saya bisa menjalin jaringan pasar. Jadi saya punya jaringan di Pontianak, Palembang, dan Mataram,” ujarnya.
Menurutnya sejak terpilih menjadi Duta Nasional Kerajinan Rakyat, namanya dikenal di beberapa provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. Jadi, usai mengisi acara sebagai trainer, dia menyempatkan diri jalan-jalan promosi usaha kulitnya.
Morfby adalah brand tas kulit ukir Makhbud Junaedi dan satu-satunya di Jawa Timur. (FOTO: istimewa)
"Saya bisa kenal sekitar 20 orang bila pelatihan 5 sampai 6 hari,” katanya.
Ketika menjadi trainer, adakah materi buku panduan? “Saya tidak punya buku. Saya belajar otodidak. Saya tampilkan sistem pelatihan. Ketika saya melatih, tidak sekadar memperoleh honor dan selesai. Tapi saya ajarkan mulai nol. Mulai pemilihan bahan sampai teknik menjahitnya. Tidak ada rahasia. Saya buka semua. Blak-blakan. Apa adanya. Meski metode saya ini terkadang diprotes teman-teman. Tapi saya tetap ikhlas mengajar dengan cara seperti itu,” ujarnya.
“Bila saya diundang menjadi trainer, saya biasanya membawa mesin portable. Karena yang saya ajarkan tak hanya teori, tapi juga praktik menjahit sekalian. Jadi rekan-rekan Disperindag Provinsi Jawa Timur mulai Banyuwangi sampai ke Pacitan, kenal saya,” tambah Junaedi.
SELEVEL NADIEM MAKARIM
Bagaimana bisa terpilih menjadi Duta Nasional Kerajinan Rakyat? “Awalnya, pada 2014, pemilihan ini disponsori BNI Syariah dan saat seleksi itu hadir Wali Kota Surabaya dulu, Bu Risma, dan didukung media Suara Surabaya dan Kompas. Para perajin terpilih se-Jawa Timur dikumpulkan di Surabaya. Ada 285 orang perajin dan hebat semua. Termasuk saat itu ada teman-teman Kampung Inggris. Akhirnya, Alhamdulilah, tingkat Jatim, saya terpilih. Ini buah ketulusan dan keikhlasan menularkan ilmu. Jadi saya kadangkala berbagi ilmu, walau lokasinya jauh 3-4 jam perjalanan, saya tidak minta apa-apa. Saya tulus saja. Meski saya sebenarnya masih membutuhkan,” jelasnya.
Dia ingat, saat itu dia terpilih bersama dokter sampah asal Malang dr Gamel. “Kami kemudian diundang ke Jakarta untuk mengikuti seleksi nasional. Tiba di Jakarta ternyata yang ikut seleksi Duta Nasional ada 15 orang. Termasuk Pak Nadiem Makarim yang saat itu masih memakai helm Gojek. Dan, 15 orang itu mewakili bidang masing-masing. Ada wakil dari Bali, Aceh, dan seluruh Indonesia,” ceritanya.
Mereka kemudian dipanggil satu per satu oleh tim panelis untuk interview. ”Pada 2014, posisi saya jatuh atau bangkrut. Awal pemerintahan Presiden Jokowi, infonya ada kenaikan penerimaan PNS. Ada orang menawari saya katanya dapat proyek pembuatan tas. Saya ikut proyek itu. Tapi ternyata proyeknya bohong belaka. Saya musnah habis,” jelasnya.
Tidak hanya tas, tapi juga dompet, ID card holder kulit ukir karya Makhbub Junaedi. (FOTO: istimewa)
Giliran dia dipanggil panelis untuk interview. ”Panelis saya seorang presenter TV swasta ternama.
Saya ditanya, ”Pak Jun harta apa yang paling berharga bagi diri bapak?”
Saya jawab spontan, "Harta yang tidak pernah habis adalah kreatifitas. Dalam kondisi apa pun, kreatifitas tidak akan pernah habis untuk bangsa ini."
Setelah mendengar jawaban itu para hadirin tepuk tangan. "Ini mutiara bangsa," komentar panelis.
"Saya pun ditetapkan sebagai Duta Nasional Kerajinan Rakyat,” jelasnya.
“Saya memperoleh hadiah uang Rp 80 juta. Kemudian saya ditanya panelis lagi: Uang itu digunakan untuk apa Pak Jun?”
Saya jawab: " Uang ini tidak saya gunakan pribadi. Tapi uang ini saya gunakan untuk mendidik dan melatih anak-anak difabel agar bisa mandiri."
Sepulang dari Jakarta, dia kemudian mencari rumah kontrakan di Perumahan Permata Tanggulangin. Seminggu kemudian dia mendatangkan siswa-siswa SLB di Tanggulangin dan Candi. Mereka datang dengan orangtuanya masing-masing.
"Saya ajari mereka membuat dompet tas tangan. Usai pelatihan, ketika mereka akan pulang, saya diberi amplop berisi uang saku. Apa yang saya terima, saya kembalikan berupa pelatihan,” jelasnya.
Tak lama kemudian, dia ditelepon seorang staf Dekranas Pusat. “Pak Jun, saya tertarik dengan bakat Pak Jun. Pak Jun harus kembangkan dan ajarkan kepada semua orang yang membutuhkan,” jelasnya.
Sejak itu, dia mengaku sering menerima undangan-undangan menjadi trainer pembuatan tas kulit. ”Saya diundang ke Lombok Timur untuk memberikan pelatihan kepada para santri sebuah pondok pesantren. Saya ajari mereka membuat tas mulai nol sampai bagaimana menjahitnya. Saya pun rela tidur di rumah warga. Itu semua saya lakukan ikhlas mengajar. Saya tidak mau berhitung. Karena itu tanggung jawab sebagai duta,” tegasnya.
MASA PANDEMI
Memasuki masa pandemi sejak Maret 2020, berapa omzet gallery? ”Omzet saya rata-rata turun sekitar 95 persen. Pada Mei dan Juni 2020 saya pun teriak ke Kementerian Perindustrian dan Perdagangan. Tolong bantu kami. Di saat kami jaya, dipuji. Tapi di saat seperti ini, jangan tinggalkan kami. Kementerian kemudian membantu kami dengan pelatihan digitalisasi marketing. Saya bilang ahlinya taruh di Tanggulangi dan kontrak satu tahun. Tapi faktanya target enam bulan dijalani hanya tiga bulan,” jelas Junaedi.
DIGITAL MARKETING COCOK UNTUK ANAK MUDA
Masukan bagi pemerintah pusat, seharusnya orang-orang Tanggulangin yang sudah senior atau seumuran dengannya tidak lagi cocok diajari digital marketing. Diajari berapa kali pun, pelajarannya tidak masuk. Seharusnya yang diajari digital marketing itu anak-anak kami. Mereka generasi penerus kami. Orang IT dari pusat taruh di sini dan ajari anak-anak kami,” ujarnya.
“Kami bisa bertahan dari pandemi dengan mengerjakan apa yang trend saat pandemi. Kami mengerjakan pembuatan masker sekitar 3000. Yang penting dapur kami ngebul. Pesanan masker yang kami terima luar biasa. Almarhum Plt Bupati Sidoarjo, Nur Ahmad Syaifuddin memberi kami pesanan masker dua bulan setelah pandemi. Kami bersyukur saat itu. Pemkab hadir di tengah kesulitan kami,” jelasnya.
Ketika Ketua Dekranasda Sidoarjo, Hj Sa’dah (isteri Bupati Sidoarjo) Muhldor Ali atau Ning Sasha (empat dari kanan) dan ibu-ibu TP PKK Sidoarjo mengunjungi gallery-nya. (FOTO: istimewa)
Saat ini pandemi mulai mereda. Para perajin tas Tanggulangin termasuk dirinya mulai menata bisnis. Ternyata, tak terasa para perajin tas sudah memproduksi puluhan ribu tas.
”Ada teman dari komunitas guide berkata: Pak jun kok tidak membuat gallery. Gallery penting. Karena para turis biasanya suka melihat-lihat hasil kerajinan rakyat melalui gallery. Saya kemudian diajak ke Madura untuk melihat gallery-gallery batik Madura. Studi banding,” kata Junaedi.
Dia lantas diajak dua temannya jalan-jalan ke Wonogori untuk mencari rumah jati knock down untuk dibuat gallery. Dia memperolehnya. Ukurannya 12 x 7 meter dan harganya tidak sampai Rp 50 juta.
“Saya membelinya dan dirangkai jadilah Gallery Tas Ukir Morfby,” ujarnya.
Istri Bupati Sidoarjo Hj Sa’adah Muhdlor Ali atau Ning Sasha datang ke gallery-nya tiga kali. ”Saya memberinya masukan. Tidak semua PKL dimasukkan ke UKM. Seharusnya Pemkab membina yang sudah ada. Dan, idealnya setiap kecamatan, ada UKM unggulan. Harus ada praktisi UKM –yang bisa pantau produk unggulan di setiap kecamatan. Saya tahu itu semua. Saya kan mbahnya UKM,” ujarnya sambil tertawa.
Makhbud Junaedi ketika menunjukkan tas kulit ukir karyanya pada seorang pembeli. (FOTO: istimewa)
Apa produk tas ukir sudah sampai ke luar negeri? ” Sudah. Produk saya sudah sampai ke Timor Leste. Pada 2008, saya mengajar membuat tas di Timor Leste di depan 40 presiden. Di Timor Leste itu ketua koperasi disebut presiden. Saat itu ada 40 ketua koperasi berarti 40 presiden. Di situ, saya bisa bertemu Presiden Xanana Gusmao dan Ramos Horta,” ujarnya
AJARI 40 PRESIDEN DI TIMOR LESTE
Kok bisa sampai ke Timor Leste? “Saya bisa ke Timor Leste karena undangan seorang teman yang menjadi advisor Kementerian Ekonomi dan harus buat program Dekrasnas (Dewan Kerajinan Nasional) Timor Leste. Ada satu kain dan harus dijadikan berbagai macam produk. Saya buat kain itu jadi tas dan dasi. Presiden Xanana tertarik dan saya diundang. Saya ke sana dan mengajari para presiden (koperasi). Sekitar seminggu, saya digaji 300 USD = sekitar Rp 4.300.000 pada 2008. Itu pengalaman mengesankan,” ujarnya.
Selama menjadi duta kerajinan rakyat, Junaedi mengaku sudah keliling memberikan training pembuatan tas ke NTT, Sulawesi (Palu, Ternate), Kalimantan yakni Samarinda, Balikpapan dan Tenggarong. Dan, ke Riau, Danau Toba dan Bukit Tinggi.
Yang saat ini membuatnya galau adalah perajin tas Tanggulangin turun kelas. Karena saat ini perajin hanya melayani permintaan tas para pedagang online. Mereka mengerjakan tas-tas imitasi harga murah, Rp 35 sampai 40 ribu. Merk merk tas yang dikerjakannya juga merk orang lain. Sehingga keuntungan para perajin kecil. Pokok dapur bisa ngebul saja. Saya berharap ke depan, para perajin bisa menggarap pasar tas merk sendiri. "Karena itu, mohon ajarilah anak-anak kami IT, digital marketing. Supaya anak kami siap menjual tas di era millennial,” pungkas Junaedi. (*)
Penulis: MOCHAMAD MAKRUF, Wartawan Madya, PWI-Dewan Pers