Sinopsis Buku Konflik Jawa Pos (2)

Semua Lini Bergolak, Ada yang Menangis Lantas Menendang

Tiga seri Buku KONFLIK Jawa Pos. (FOTO: Bahari)

COWASJP.COM – Cik Wenny konon yang menandatangani penahanan deviden Dis. Padahal, itu (PLTU Tenggarong) tidak ada hubungannya dengan deviden. 

Kata senior JP, kalau itu dimasalahkan, Cik Wenny bisa masuk bui. "Makanya, Bu Wenny berupaya menemui Pak Dahlan tadi, " ujar senior tadi. 

Perlakuan tidak mengenakkan diterima Dis tak sampai di situ saja. 

Saat keluarga Sakura Regency ingin membeli Persebaya dan brand DBL, harga yang dipatok manajemen JP Rp 33 miliar. Tapi, dapat diskon 50 persen = Rp 16,5 miliar. 

Apa yang terjadi kemudian? Sampai di meja RD sebagai Dirut JP Holding kesepakatan itu dicoret. RD memutuskan Sakura hanya dapat diskon Rp 5 miliar saja. 

BACA JUGA: Pasca Pecah Kongsi Dahlan Iskan versus Goenawan Mohamad

Jadi, Dis harus bayar Rp 28 miliar untuk bisa memiliki Persebaya dan brand DBL. Dan, pembayarannya dalam kurun waktu seminggu harus lunas! Kalau molor kena pinalti. 

Kepala Dis pun pening. Zainal Muttaqin (Zam) ketiban sampur. Zam yang harus pontang panting mencari uang. "Syukurlah bisa dibayar tepat waktu. Ini kan juga menyangkut nama baik Pak Dahlan, " ujar Yamin Hamid, salah satu orang dekat Dis. 

Setelah Azrul dicopot dari jabatan Dirut JP Koran, orang orangnya Grafiti Pers Jakarta berminggu minggu sibuk mengaudit pembukuan JP Koran. Termasuk beragam pengeluaran untuk kepentingan keluarga Sakura.

 Mulai perbaikan kecil  rumah, biaya menjamu tamu, dan pengeluaran untuk keluarga Sakura. Karena sudah berlangsung bertahun tahun jumlahnya mencengangkan. Puluhan miliar. Semua itu oleh JP ditagihkan ke Dis. 

JP KEHILANGAN RUH

Perseteruan Dis dkk versus GM dkk plus JP Group berdampak luas dan berpengaruh besar terhadap kelangsungan hidup semua perusahaan yang bernaung di JP Group. 

Termasuk JP Koran,  bisnis inti JP Group. Oplah koran, omzet iklan dan lainnya terus merosot. Juga tergerus gempuran media sosial dan pandemi Covid-19. 

Paling siqnifikan JP Koran kehilangan ruhnya: Dahlan Iskan yang selama ini indentik dengan JP. 

Dahlan adalah JP. Sebaliknya JP adalah Dahlan. Image itu tak terpisahkan. 

BAHARI.jpgDahlan Iskan, isterinya (Bu Nafsiah Sabri), dan Bahari (penulis). (FOTO: Buku Bahari)

Itu karena yang membesarkan JP dari koran sekarat, beroplah 8.600 menjadi imperium, beranak pinak menjadi ratusan media massa adalah Dis dkk. 

Dis selain sangat dekat dengan kalangan pengusaha China, juga fasih cas sis cus bahasa Mandarin. Itu yang membuat Dis mudah diterima di lingkungan pengusaha keturunan China. 

Jangan lupa di belakang Dis ada JP, ratusan media massa dan puluhan tv lokal yang tentunya jadi penarik pengusaha untuk berbaik baik sama Dis. Ya.. semacam mencari "perlindungan". Sudah  jadi rahasia umum di redaksi, kalau ada narasumber temannya Dis, Nany maupun Azrul, redaksi sangat hati hati menulisnya.

 Apalagi kalau berkaitan dengan kasus. Kalau pun ditulis, harus ekstra hati hati dan harus imbang. Salah eja menulis nama dan jabatan teman Dis, Nany dan Azrul saja bisa jadi masalah besar bagi wartawan dan redaktur yang mengedit. 

Khusus Dis jarang mencampuri urusan beginian. Sebab, banyak di luar sana yang mengaku teman dekat Dis. 

Kalau pun ada teman Dis yang curhat soal tulisan di koran, biasanya cukup sampai Dis saja. Dis jarang meneruskan ke redaksi. Kecuali ada pelanggaran etik, tidak imbang, atau berat sebelah baru Dis meneruskan ke redaksi. 

Dis juga sangat Tiongkok sentris. 

Tulisannya soal negeri Tiongkok hampir tidak ada yang kritis, apalagi negatif. Pokoknya, soal Tiongkok serba baik lah.

Dis sebagai wartawan senior dinilai tidak independen kalau menulis soal China. 

Isu isu sensitif seperti dugaan pelanggaran HAM oleh pemerintah Tiongkok terhadap warga muslim suku Uighur di Provinsi Xinjiang, dan sengketa Laut China Selatan akibat klaim sepihak China atas beberapa pulau di kepulauan Spartlay jarang atau hampir tak pernah ditulis Dis secara kritis. Padahal, Dis beberapa kali ke Urumqi ibukota Xinjiang dan Kasghar, kota besar lainnya di Xinjiang tempat bermukim suku muslim Uighur dan suku Muslim lainnya keturunan Turki, Tajikistan, Kazhakstan dan negara berakhiran Tan lainnya. 

Yang ditulis Dis hanya seputar kuliner khas pasar Khasgar dan para perempuan dengan cantiknyi. Jumlah i lima saking cantiknyi (baca cantiknya). 

Padahal negara barat Amerika dan sekutunya sangat menyoroti pelanggaran HAM terhadap suku muslim oleh Tiongkok. 

Belum lagi terdesaknya suku suku asli oleh pendatang dari suku Han, suku mayoritas di Tiongkok yang mencapai 90 persen penduduk China. 

Nama Han merujuk pada Dinasti Han, kekaisaran yang memerintah China sejak 2000 tahun silam.

 Salah satu suku yang terdesak oleh pendatang Han adalah suku Tibet di kampung halamannya Lhaza. 

Bahkan di kota Sikatse hingga kota kecil Tingri dekat perbatasan Nepal, deretan toko, restauran di kota yang panjangnya tak lebih satu kilometer pemiliknya didominasi suku Han pendatang dari kota Chengdu, Provinsi Sinchuan yang jaraknya  ribuan kilometer dari Tingri.

 Itu disaksikan penulis saat melakukan perjalanan haji darat 2011 lalu yang melewati daratan China hingga Tibet lewat  jalan pegunungan Himalaya yang mistis menembus perbatasan negara Nepal. 

Positifnya untuk JP,  banyak pengusaha keturunan pasang iklan di JP. Pengusaha pengusaha besar di Surabaya umumnya cincai, teman baik Dis. Makanya, mereka kerap pasang iklan di JP. 

Setelah mereka tahu Dis ditendang dari JP, iklan produk pengusaha besar Surabaya jarang nongol di JP. Ini jelas kerugian bagi JP. 

Makanya, banyak senior JP memprediksi dengan tercerabutnya Dis,  ruh-NYA JP diprediksi cepat atau lambat akan hilang. Kemungkinan akan kembali ke era JP Kembang Jepun 1982. Hidup enggan, mati pun segan. (Baca: Kehilangan Ikon, Minim Inovasi JP Terancam Ambruk di buku 2).

DIREKSI ANTI KRITIK, LEAK DILABELI OTORITER, BAPER SAMPAI PENDENDAM

Selain itu, sejak direksi JP Koran di bawah Leak Kustiya-Eddy Nugroho watak manajemen sangat anti kritik.

 Karyawan yang kritis atas kebijakan direksi diberangus habis. Disingkirkan. Karirnya dimatikan. 

Sederet korbannya di antaranya Pimred JP Koran Kim inisial Abdul Rokhim, Sofyan Hendra, Miftakhul, Kardono, Doan Widoandono, Mohamad Tan Reha, Agus Wahyudi dan lainnya. 

Bahkan emak emak militan pendukung berdirinya SP JP (Serikat Pekerja Jawa Pos) Koran yang sangat kritis disikat habis. Kalau menolak pensiun dini (pendi) langsung di PHK. Padahal usia mereka masih di bawah 40 tahun. 

Korbannya Janesti Prihandini dan Retnachrista atau Nana yang kini bergabung Harian Disway. 

Kim dicopot dari Pimred karena dianggap ancaman, pesaing bagi Leak. 

Kim alumnus statistik ITS dikenal cerdas, orangnya pendiam tapi kinerjanya saat jadi Pimred cukup jempolan. Makanya, orang orang redaksi sangat enjoy. 

Kim bisa merangsang anak buah terus berkreatif menggali berita. Orang redaksi enjoy dinahkodai Kim. Hanya Leak yang kebat kebit. 

 Makanya, Kim buru buru disingkirkan karena dianggap pesaing Leak. 

Sehari sebelum dipecat dari Pimred, saat rapat lengkap wartawan, redaktur, Pimred dan Leak, terjadi debat sengit Kim dengan Leak. Soal readership koran. 

Eh... besoknya Leak menemui Kim di ruang redaksi. "Aku wis kroso mungkin onok  hubungan ambek wingi (saya sudah merasa pasti ada hubungannya dengan kemarin (rapat). Eh.. Nggak tahunya benar, " ujar Kim. 

Dalam pertemuan empat mata  itu Leak berucap: "Mas Kim, mulai besok Mas Kim bukan Pimred lagi." 

Leak tak memberi alasan mengapa Kim dicopot dari Pimred. Padahal, jabatan Pimred Kim baru 1,3 tahun. Mestinya Kim jadi Pimred dua tahun. 

Lain lagi dengan Dos, inisial Doan Widoandono. Saat itu sekitar 2010 ada pergelaran Pilwali Surabaya. Pertarungan Cawali Tri Rismaharini melawan Arif Afandi. 

Dos jadi Kepala Kompartemen Metropolis. 

Azrul saat itu secara terbuka mendukung Risma. Kebijakan redaksi  mem-back up Risma. 

Saat itu Nany Wijaya bersaing keras dengan Azrul Ananda berebut posisi JP 1 menggantikan Dahlan.  Efeknya ke Arif. 

Kata Tomy C Gutomo, Leak yang saat itu menjabat Pimred bermain dua kaki. Leak kalau di depan Azrul mendukung Risma. Tapi, kalau di belakang Azrul mendukung Arif. 

Bahkan kalau di redaksi tidak ada Azrul, Leak menegur bahkan menyalah nyalahkan Metropolis terkait pemberitaan Pilwali. Liciknya, jika ada Azrul, Leak menyatakan mendukung Risma. Itu berulang kali terjadi. 

Leak hanya mencari aman di mata Azrul dan Nany dengan bermain dua kaki. 

BAHARI.jpg1.jpgLeak Kustiya (kanan) mewakili dua harian di Indonesia yang berhasil mengukir prestasi dalam acara World Association of Newspapers and News Publishers (WAN-IFRA) di Bengalore, India, 11 September 2013. Dua koran yaitu Jawa Pos dan Kaltim Post meraih juara 1 dan juara 3 se-Asia Pasifik dalam the Best Front Page Design untuk kategori koran harian, dalam Asian Media Award-WAN IFRA. (FOTO: jawapos.com)

Itu yang membuat anak anak Metropolis geram. Jengkel. Tak tahan  kelakuan Leak yang tidak profesional, hanya mementingkan diri pribadi dan cari selamat. 

 Dalam rapat yang dihadiri wartawan, redaktur juga Pimred Leak, Dos yang geregetan tak tahan ulah Leak menukas. "Ada pimpinan JP orangnya culas (baca Leak), " kata Dos seperti ditirukan Tomy. 

Leak tersinggung berat. Setelah itu karir Dos dimatikan Leak. Dos dilorot jadi Kepala Kompartemen Metropolis. Dikotak. Makanya, begitu Harian Disway lahir Dos pun langsung bergabung. (Baca Wawancara Tomy C Gutomo di buku 1).

Pilwali Surabaya 2010 silam juga membuat petinggi JP terbelah. Begitu jagonya Tri Rismaharini menang, euforia pun melanda. Anak lanang Dis itu bagi bagi HP BlackBerry (BB), HP tercanggih dan mahal saat itu kepada wartawan dan redaktur Metropolis. Jumlahnya 15. Semua dibeli dari duwit Azrul. 

Bagi bagi BB bocor keluar. Ada spanduk bertebaran di jalan strategis. Isinya diplesetkan Risma bagi-bagi BB ke wartawan Metropolis. 

Lalu muncul laporan utama soal Risma bagi bagi HP ke wartawan dan redaktur Metropolis oleh tabloid  yang suka membelejeti pimpinan JP. 

Peluang itu dipakai Nany "menjatuhkan" Azrul. Caranya, mengadili wartawan-redaktur Metropolis penerima BB. 

Nany mengancam akan memecat mereka jika tidak mengembalikan BB ke kantor. 

Leak Kustiya dan Baihaqi

ikut mengadili bersama Nany Wijaya. Tidak tanggung tanggung selama empat jam. Mulai pukul 22.00 selepas deadline Metropolis hingga pukul 02.00 dinihari. "Sampai nggak kolu mangan (doyan makan) meski dibelikan makanan. Karena sudah kenyang omelan Nany, " aku Miftakhul yang ikut disidang. 

Sore harinya, sebelum penyerahan BB digelar rapat wartawan-redaktur penerima BB. Ikut hadir Nany Wijaya, Leak Kustiya dan Baihaqi. Suasana tegang karena Fuad Ariyanto atau Cak Fu, redaktur Metropolis senior mencium ada ketidakberesan dalam rapat. BB dibeli dari duwit Azrul kok dipelintir pemberian dari Risma.

Jadi, tidak ada yang dilanggar. Ini yang tidak bisa di terima Cak Fu. 

Makanya, Cak Fu berontak. Melawan. Cak Fu kian emosi mendengar ucapan Nany sebelumnya. "Pecat kabeh sing nrimo BB (pecat semua yang terima BB), " sesumbar Nany. 

"Opo opoan iki. Sing salah opone (apa apan ini. Yang salah apanya), " ujar Cak Fu dengan suara meninggi. Bruak... tangan Cak Fu tiba tiba menggebrak meja. Cak Fu lalu ngeloyor pergi meninggalkan rapat.

Nany, Leak dan Baihaqi hanya bisa melongo. Keder. Membisu. Mereka kaget dan  tidak bisa berbuat apa apa. (Baca: Ikut Adili Metropolis, Leak Baihaqi Naik Jabatan) 

Yang mengherankan kata Miftah, Leak dan Baihaqi yang ikut menyidang anak Metropolis dan jelas berada di belakang kubu Nany justru dipromosikan. Naik jabatan saat Azrul jadi Dirut JP Koran. "Ujug ujug Leak jadi Direktur. Yok opo kasus sing biyen (bagaimana kasus yang dulu). Koyok wis dilalekno (sepertinya dilupakan). Kita (anak Metropolis) justru yang jadi korban. Baihaqi belakangan malah jadi Direktur Radar Kudus merangkap Direktur Radar Semarang. Merangkap Wakil Direktur JP Radar. Heran saya," aku Miftah. 

Lain halnya dengan Mohamad Tan Reha. Nasibnya sungguh tragis. Sudah status karyawannya hanya kontrak selama 24 tahun. 

Giliran pensiun uang pesangonnya dikorting Rp 80 juta lebih. Tepatnya berkurang Rp 80,6 juta. 

"Saya sangat kecewa. Saya telah dibohongi Leak. Saya sakit hati. Masak teman sama sama dari kere (mlarat), sama sama menderita kok tega membohongi, " sesal Tanre. (Baca Wawancara Mohamad Tan Reha di buku 1).

Karena berteman mulai mlarat (sama-sama miskin) sejak 1995, Tanre mengaku tahu banyak kartunya Leak. Tidak etis ditulis di sini.

"Saya terus memperjuangkan hak saya. Kalau tidak cair di dunia akan saya tagih di akherat kelak, " ujar pria asli Makassar itu berapi api. 

Lain halnya dengan Mifthakul. Gegara meluruskan, mengkritisi pidato Leak saat rapat akbar karyawan yang isinya dinilai kontra produktif. Bukannya menumbuhkan optimisme karyawan terkait masa depan JP Koran di masa pandemi Covid-19, isi pidato Leak justru dipenuhi aura pesimistis. Itu membuat karyawan down. Patah semangat.  

Leak memang tidak punya kemampuan bernarasi positif di depan karyawan. Itu yang coba dikoreksi Miftah. 

Tak lama jabatan Miftah sebagai asisten redaktur dicopot.

 Miftah dikembalikan jadi reporter. Tapi, tetap diminta garap halaman. Bahkan Leak membujuk Miftah agar mau bergabung jawapos.com di Jakarta. Miftah diiming imingi Leak akan dapat gaji 18 kali setahun jika mau ke Jakarta bergabung jawapos.com. Tapi. Miftah menolak karena  itu cara halus Leak menyingkirkan Miftah dari JP Koran.

Leak merasa kelabakan menghadapi Miftah yang dikenal kritis atas kebijakan direksi. 

"Saya bukan mata duitan Pak Leak. Saya protes bonus karena itu aspirasi dan hak hak kayawan, " kata Miftah. 

 Status Miftah kemudian digantung sebelas bulan oleh Leak. Saat menanyakan statusnya pada Pimred dan jajarannya jawaban redaksi mbulet. Miftah digiring manajemen, terjebak akhirnya memutuskan pensiun dini. 

"Sudah tidak ada kegembiraan lagi kerja di JP, " aku Miftah. (Baca Wawancara Miftah di buku 1) . 

bahari4.jpgFOTO: Abdul Muis - hajinews.com

Lain lagi cerita AW inisial Agus Wahyudi, koordinator fotografer JP Biro Jakarta.

Saat itu Leak memerintahkan AW memecat fotografer anak buahnya almarhum Mustafa Ramli. Alasannya sumir: kinerja menurun, suka membantah dan isu miring lainnya.

 Tapi, AW menolak, mengabaikan perintah Leak. Sejak itu, AW dimusuhi Leak. Karirnya dimatikan. 

Jabatannya sebagai koordinator fotografer dicopot, hanya jadi fotografer iklan. 

Padahal AW mengantongi kartu pas atau ijin meliput di Istana Presiden. 

"Kerja memfoto kalau ada order dari iklan. Tidak bisa kreatif. Itu sangat menyiksa sebagai fotografer. Itu berlangsung bertahun tahun, " kata AW. 

Imbasnya, tunjangan prestasi (TP), bonus tak pernah maksimal. Paling dapat sepertiga gaji. Kenaikan gaji tahunan melorot hanya naik Rp 100 ribuan. 

Itu berlangsung sampai AW pensiun normal umur 50 tahun pada Agustus 2020 lalu. 

"Saya ikhlas jabatan dicopot daripada memecat kawan sendiri. Itu akan jadi beban seumur hidup, " tambah AW (baca Wawancara AW di buku 1)

Ano atau Kardono Setyorahkmadi lain lagi ceritanya. Karena protes,  mempertanyakan keputusan Dis mengangkat Leak Kustiya jadi Pimred JP yang jauh dari kata layak. Padahal, saat itu banyak kader redaksi JP yang lebih layak jadi Pimred. 

 Itu dilontarkan Ano saat 25 redaktur bertemu Dis di rumahnya. 

Ano juga paling getol memelopori "demo" karyawan untuk menggugat,  mempertanyakan kepemimpinan duo direksi Leak Kustiya-Eddy Nugroho yang tidak melakukan gebrakan, inovasi agar JP tetap eksis di masa pandemi corona.  

Leak-Eddy juga dituding mengabaikan masukan,  gagasan dan program dari para karyawan. 

Makanya, setelah itu Ano hanya dikontrak tiga bulan. Rekan redaktur lain umumnya dikontrak sebelas bulan. Lalu diperpanjang lagi. 

Watak direksi JP Koran di bawah Leak-Eddy Nugroho yang anti kritik membuat 

teman teman JP Koran melabeli Leak anti kritik, otoriter, baper sampai pendendam. 

Apa komentar Leak atas cap tadi?

"Saya tidak menolak cap di atas (otoriter, anti kritik,  baper sampai pendendam). Dalam arti masak saya membagus baguskan diri sendiri. Terserah saja orang menilai. Monggo saja," jelas Leak. (Baca:Leak Kustiya di buku 1. Wawancara cukup panjang. Sekitar 64 halaman)

Ditambahkan senior JP, Leak kalau tidak suka seseorang di depan orang tadi berusaha menutupi. Sikapnya masih sopan, manis,  apik. Padahal, aslinya pendendam. Buktinya, korbannya berderet. Mulai Kim, Miftah, Doan, AW dan lainnya. 

"Leak tahu kapan saatnya bertindak. Kapan saatnya melirik bawahan, kapan saatnya memendam, menyimpan. Saat timing-nya pas baru mengeksekusinya, " kata Tomy C Gutomo. 

Meski di mata karyawan Leak dinilai tidak performance memimpin JP, mengapa pemegang saham begitu percaya kepadanya. Sampai sampai tiga jabatan Dirut dipercayakan kepada Leak. Yaitu:

Dirut JP Koran

Dirut jawapos.com  

Dirut JP Radar. 

Apa hebatnya Leak? 

Kata Tomy, Leak itu politikus ulung. Pintar cari posisi yang dibutuhkan dirinya. Juga pintar mengondisikan pemegang saham tergantung kepada dirinya. 

"Kasarnya kalau bukan dia (Leak Dirut nya) siapa lagi. Tidak ada. Kondisi Itu yang dibangun Leak untuk mempertahankan jabatannya sekarang, " jelas Tomy (Baca Wawancara Tomy C Gutomo di Buku 1).

LOYALIS DIS BAJAK GERAKAN REDAKTUR

Berkaca dari pemecatan Kim dan lainnya, awak redaksi resah. "Giliran sopo maneh iki (siapa lagi ini) yang dipecat? Kim saja kena. Dari situ muncul bibit berserikat (mendirikan SP JP Koran), " kata senior JP Koran. 

Ditambah tidak ada gebrakan direksi (Leak-Eddy Nugroho) melakukan inovasi agar JP Koran tetap eksis di masa pandemi. Yang ada hanya penghematan...dan  penghematan.

Ini meresahkan karyawan. Sayang gerakan karyawan yang dimotori para redaktur "dibajak" loyalis Dis. 

Mereka diarahkan menemui Dis di rumahnya Sakura  Regency Ketintang. Selain curhat ke Dis tentang kondisi JP Koran terkini yang memprihatinkan. Pertemuan redaktur dan Dis juga dimanfaatkan para loyalis keluarga Sakura untuk mengembalikan Dis ke Graha Pena. 

Sebagian redaktur yang mencium gerakan mereka ditumpangi loyalis Dis agar bisa balik ke Graha Pena memilih absen.

Salah satunya Cak inisial Candra Kurnia Harinanto yang kini presidium SP JP Koran. "Aku tidak sreg arek arek (para redaktur) bertemu Pak Dahlan, " aku Cak. 

bahari-hitam.jpgTiga seri Buku KONFLIK Jawa Pos. (FOTO: Bahari)

Langkah 25 redaktur ketemu Dis jelas keliru besar. Sebab, Dis sudah tidak punya kuasa apa pun di JP Group. Hanya sebatas pemegang saham 10,20 persen tanpa kuasa apa pun. 

Apalagi jargon yang diusung karyawan: tidak ada inovasi. Sasaran sebenarnya gerakan redaktur ingin mendepak Leak Kustiya dan Eddy Nugroho dari JP Koran karena kinerjanya jeblok. Hanya bahasanya petitah petitih. Berputar putar. 

"Langkah 25 redaktur menemui Pak Dahlan mungkin kurang taktis, " kata Suhu. 

Mengapa? Kata Suhu, betul Pak Dahlan yang membesarkan JP Group. Tapi, kini Dis tak berkuasa lagi di JP. "Riil yang berkuasa hari ini di JP ya Mas GM dkk. Harusnya para redaktur menemui Mas GM, perwakilan Graffiti Pers, Bu Eric Samola dan pemegang saham lainnya. Para redaktur bisa curhat bahkan mengusulkan duo direksi Leak-Eddy Nugroho dicopot, " kata Suhu (baca wawancara Suhu di buku 2) 

"Pak Dahlan itu ibarat mantan Panglima JP Group. Jadi, sudah tidak punya wewenang apa apa lagi. Harusnya para redaktur menemui GM dkk yang kini berkuasa atas JP Group, " tambah senior JP lainnya geregetan. 

Pertemuan para redaktur dengan Dis di rumahnya Sakura Regency oleh loyalis Dis dijadikan sebagai hari kelahiran SP JP Koran. 

Salah satu orang penggagas SP JP Koran adalah Tomy C Gutomo yang dikenal dekat dengan Dis. 

Peran Tom inisial Tomy C Gutomo cukup unik. Tom lah yang aktif mengurusi tetek bengek admistrasi SP JP Koran ke Disnaker Surabaya, Tom  jua lah dengan seorang direktur Radar dikenal pentholan "Gang Metropolis" melobi Dis agar mau menerima para redaktur JP Koran. Tapi, direktur tadi tidak mau disebut namanya. "Saya di belakang anak-anak Metropolis Pak. Mereka keluarga saya. Tapi, tolong jangan sebut nama saya, " pintanya kepada penulis.

Tapi setelah SP JP Koran terbentuk dan Tom jadi ketuanya tak lama Tom mengajukan pensiun dini (pendi) dari JP menjelang beberapa hari kelahiran Harian Disway. Tom rupanya bergabung Disway. 

Pengurus, anggota SP JP Koran menuding Tom "pengkhianat ".

 Apa reaksi Tom? 

" Ya wajar, selama ini saya jadi bumper teman teman kalau berhadapan dengan Leak," aku Tom. (Baca Wawancara Tomy C Gutomo di buku 1).

Anda juga dituduh salah satu loyalis Dis membajak gerakan redaktur untuk mengembalikan Dis ke Graha Pena?

 "Karena sering liputan politik dikira juga mempolitisir gerakan SP ha.. ha. Repot kalau begitu. Masak saya mampu membajak anak anak JP. "

Meski sudah di luar JP, Tom yang dekat dan lobinya bagus terhadap orang PKB tetap diminta ikut membantu SP JP melobi Menaker Ida Fauziyah agar mau menerima pengurus SP JP Koran. 

Dan, gol. Lima pengurus SP JP akhirnya diterima Menaker Ida Fauziyah di kantornya Jakarta. 

MANAJEMEN SABOTASE PENDIRIAN SP JP KORAN

Proses pendirian SP JP Koran juga tidak mulus. Itu karena manajemen berupaya keras menggagalkan,  menyabotase pembentukan SP JP Koran. Mereka menugasi redaktur yang pro manajemen sampai Pimred IY untuk mencegat, menggagalkan peredaran form pendirian yang diedarkan ke Malang dan Gresik untuk ditandatangani para redaktur. Itu karena para redaktur kerja di rumah karena pandemi Covid-19. 

Tapi, upaya sabotase manajemen gagal total karena mereka kalah cerdik dengan pengurus SP JP Koran. (Baca; Disabotase, Tandatangan Formulir SP Memutar di Buku 1).

Padahal lanjut Tomy C Gutomo, setelah resmi didaftarkan di Disnaker, pengurus SP JP Koran hendak menyerahkan pendirian SP JP ke sekretaris redaksi.

Ndilalah ketemu Leak di ruang redaksi. Tomy dkk pun langsung  menyerahkan surat pemberitahuan berdirinya SP JP Koran ke Leak. 

Apa reaksi Leak? 

"Ini masalah kecil (SP JP Koran). Bikin saja SP tidak masalah. Saya ini aktivis kok. Ini (SP) hanya sosialitanya buruh kok, " kata Leak. 

Apa yang diomongkan Leak berbeda 180 derajat dengan fakta di lapangan. Itu karena manajemen mengerahkan orang orangnya untuk menggagalkan pembentukan SP JP Koran. 

Apa maksud sosialitanya buruh seperti klaim Leak?

 "Ya... hura huranya kaum buruh lah. Dia (Leak) tidak merespon, tidak menganggap penting SP. Kesannya meremehkan. Sebaliknya, Leak justru ngomong akan ada rencana penawaran pensiun dini (pendi) bagi karyawan. Ini sebagai awal serangan balik manajemen ke SP JP Koran, " kata Tomy (baca Wawancara Tomy) 

Gagal  menyabotase pembentukan SP JP Koran, direksi memanfaatkan momentum Covid-19 menggembosi  SP JP. Caranya, memaksakan pensiun dini (pendi) bagi karyawan usia 40 ke atas! Wabilkhusus para redaktur yang umumnya jadi pengurus SP JP.

 Ini menggembosi SP JP. 

 SP JP  sepakat bulat menolak program pendi. 

Tapi, direksi tak tinggal diam. Berbagai jurus dilakukan menggolkan program pendi. Mulai pajak pesangon 5 persen harus ditanggung karyawan jika tak ambil pendi sesuai batas waktu ditentukan manajemen. 

Redaktur masih kompak. Pengurus SP JP tetap menolak pendi. 

Dirut Leak lalu menarik Wapimred Spr dari Jakarta untuk memprovokasi, mendekati, merayu pengurus presidium yang didominasi redaktur Metropolis agar mau mengambil pendi.

 Kebetulan Spr sebelum jadi Wapimred di Jakarta, lama bertugas di Metropolis. 

Sejak itu isu liar untuk mengadu domba, meresahkan karyawan bermunculan silih berganti. Salah satunya infomasi yang disebar bahwa keuangan JP menipis.

Maka selagi ada dana pensiun sebaiknya ambil pendi. Bulan depan. Tahun depan belum tentu JP ada uang. 

Sebagian pengurus presedium termakan isu liar yang sengaja diembuskan manajemen. 

Dua pengurus presidium SP JP Koran, yakni Ftn dan Akr atau Ayk diam diam mengambil pendi dengan beragam alasan, dua hari menjelang deadline pendi. (Baca: Hantu Blau Pendi dan Sikap Tak Patut Presedium). Ftn yang dulu salah satu kepala kompartemen di JP Koran kini turun kelas jadi Pimred salah satu Koran Radar di kota dingin Jatim.

Pengurus SP JP geger. Dalam rapat internal di rumah seorang pengurus SP di Sidoarjo, suasana berlangsung panas. Pengurus SP JP Koran menyalahkan dua presidium tadi yang mengambil pendi diam diam. 

Padahal,  mereka sebelumnya sudah sepakat menolak program pendi. Begitu  emosionalnya Janesti Prihandini sampai sesenggukan menyesalkan sikap tak patut dua rekan presidium yang ambil pendi tanpa memberitahu ke pengurus SP. 

Apalagi mengajak diskusi pengurus presidium lainnya. 

Pertahanan redaktur akhirnya jebol. Dengan perasaan marah, dongkol campur  aduk  dikhianati teman sendiri akhirnya semua redaktur 40 tahun ke atas ambil pendi, meski dengan sangat  terpaksa. 

Kecuali Raka Denny. Koordinator fotografer JP Biro Jakarta itu menolak keras pendi. Terus melawan. Tiga bulan statusnya digantung. Tidak dapat gaji. Rekan Jakarta menyisihkan gaji mereka untuk patungan membantu Raka (Baca:  Raka Simbol Perlawanan Jakarta). 

"Banyak teman down melihat senior, presidium SP JP ramai ramai mengambil  pendi tanpa memberi tahu yuniornya," ujar Presidium SP JP Candra Kurnia Harinanto atau Cak. 

"Terus terang  kami para yunior sakit hati. Kecewa. Dulu kami para yunior ini hanya ikut ikutan (SP JP). Kok .. sekarang ditinggal begitu saja." (Baca: Wawancara Candra Kurnia Harinanto di buku 1).

Merasa di atas angin, direksi menyasar pendi redaktur 40 ke bawah. Yang disasar pengurus SP JP yang kritis. Janesti Prihandini dan Nana yang menolak di-pendi akhirnya di PHK. 

Tapi, SP JP terus melawan. Membuat jaringan. 

Selain rajin konsultasi ke Disnaker, sowan ke Menaker di Jakarta. Juga menggandeng pengacara dan LSM termasuk AJI. 

SP JP juga melayangkan somasi ke direksi sampai dua kali agar menghentikan kebijakan yang membuat karyawan resah. Tapi, tidak dijawab. 

OPSI POLISIKAN DIREKSI, SP PECAH TIGA KELOMPOK

SP JP akan melangkah lebih jauh setelah dua somasi tak dijawab. Melaporkan direksi ke polisi. 

Ini justru membuat pengurus SP JP pecah menjadi tiga. Pertama, mendukung lapor polisi. Kedua, yang menentang lapor polisi. Ketiga, kalau melaporkan polisi harus semua pengurus SP JP ikut tanda tangan. Akhirnya, opsi lapor polisi diambangkan. 

SP JP terus direcoki. Sebagian pengurus mundur. Bahkan pengurus SP JP diadu dengan rekan rekan mereka di Metropolis. Kian berat perjuangan SP JP. 

Program pendi baru sedikit mereda setelah pertemuan tripartid. Bahwa pendi itu sifatnya tawaran. Bukan pemaksaan.

Tapi, serangan terhadap pengurus, presidium dan pelemahan SP JP Koran yang militan, teguh pendirian terus  terjadi. 

Candra Kurnia Harinanto alias Cak dan Indria Pramuhapsari atau Hep, dua pengurus presidium SP JP Koran yang konsisten berjuang untuk membela hak hak karyawan terus direcoki. 

SEBUT SP JP PABRIK PANCI, LEAK JADI BULAN BULANAN

Dialog ratusan karyawan dengan dengan direksi dan jajaran komisaris pada 7Juli 2020 di lantai 4 Graha Pena berlangsung panas. 

Pemicunya, Dirut JP Koran Leak Kustiya pernah menyebut karyawan yang tergabung SP JP Koran tak ubahnya buruh pabrik panci. 

"Kami tidak terima dan protes keras soal sebutan itu (disamakan buruh pabrik panci). Sakit hati kami. Kami ini para intelektual," protes Fathur Roziq, salah satu redaktur senior JP. 

"Saya merasa tidak sepertinya itu, " kelit Leak. 

"Itu gaya Pak Leak. Kalau terpojok. Setiap omongannya diprotes selalu berkelit 'omongan saya jangan dipotong'. Itu lagu lama. Jangan dipercaya," bisik seorang redaktur ke penulis.

Rozy sapaan Fathur Roziq keukuh. "Pak Leak memang pernah ngomong begitu kok. Menyamakan SP JP dengan buruh pabrik panci. Semua teman redaktur mendengar itu, " sahut Rozy tak mau kalah. 

Leak terus berkelit. "Saya kira, saya tidak seperti itu. Saya masih punya sopan santun, " jawab Leak. 

Rozy yang terlanjur kesal dengan sikap Leak yang cenderung tidak gentleman langsung menukas. " Apa yang disampaikan Dirut Leak selama pertemuan dengan redaktur, karyawan hanya lips service belaka. Tidak ada yang konkrit. Hanya untuk menyenangkan komisaris, " ujar Rozy berapi api. 

"Benar.. benar, " sahut puluhan karyawan secara koor mengamini tudingan Rozy. Rapat gaduh. 

Kata redaktur yang ikut rapat, Leak hanya menunduk. Tidak berani membantah lagi. 

Kardono Setyorahmadi salah satu penggerak karyawan meminta rekannya tenang. "Tenang.. Tenang. Ini gerakan intelektual. Kalau gerakan  buruh sudah bacok bacokan, " ujar Ano  menyindir ucapan Leak. 

HUBUNGAN PANAS JP - PERSEBAYA

Pecah kongsi Dis vs GM juga berimbas pada hubungan Persebaya - JP. Jika sebelumnya pasca JP membeli Persebaya 2016,  pemberitaan JP terhadap Persebaya, bonek penuh bunga,  puja puji tanpa cela. Bahkan JP membuat laporan khusus empat halaman untuk Persebaya dan pernak perniknya setiap hari Selasa. Itu membuat kepala wartawan - redaktur pening. Karena isu beritanya hanya mutar mutar di situ saja. 

Setelah Azrul dicopot dari Dirut JP Koran dan keluarga Sakura jadi pemilik Persebaya, haluan pemberitaan JP berubah 180 derajat. 

Hampir tidak ada berita positif tentang Persebaya di JP. Isinya hanya kritikan... kritikan dan kritikan. Semua dicacati. Mulai kebijakan manajemen, rekrutmen pemain sampai statement Presiden Persebaya Azrul Ananda dikuliti habis oleh JP. Seakan JP mencium bau darah pada mangsanya. 

Persebaya pun gusar. Akhirnya Azrul menggandeng Harian Surya musuh bebuyutan JP,  sebagai media partner Persebaya. 

Persebaya juga mensomasi JP. Setelah pimpinan Persebaya - JP bertemu. Clear. 

Eh... tak berselang lama muncul berita di JP Koran pada Minggu, 6 Januari 2019. 

Hasil investigasi JP yang dimuat dua seri soal pengaturan skor pertandingan atau match fixing oleh mafia sepak bola. 

Investigasi JP menemukan dugaan keterlibatan Persebaya dalam pengaturan skor saat menjamu Kalteng Putra pada 12 Oktober 2017 di Stadion Gelora Bung Tomo. 

Dalam investigasinya  Persebaya disebut "menjual",  sengaja mengalah 0-1 pada Kalteng Putra. Itu tidak gratis, tapi ada imbalan ratusan juta rupiah. 

Persebaya meradang. Lalu melaporkan JP ke polisi dengan aduan pencemaran nama baik. 

Tapi, polisi menyarankan kedua belah pihak mengadu ke Dewan Pers. 

Berbulan bulan Dewan Pers (DP) melakukan mediasi Persebaya - JP tidak mencapai titik temu. Akhirnya, DP angkat tangan dan mempersilakan Persebaya menempuh jalur lain. "Sampai saat ini Persebaya belum mencabut laporan ke polisi, " aku Nanang Priyanto, salah satu orang kepercayaan Azrul. (Baca:Panas Dingin Persebaya - Jawa Pos, Sampai Kapan? di Buku 2). 

SENGKARUT IKLAN-PEMASARAN

Hawa panas tak hanya terjadi di redaksi. Tak kalah serunya juga terjadi di kompartemen iklan dan pemasaran. 

Suatu hari 2010 silam di ruang kerja Eddy Nugroho (EN) lantai 5 Graha Pena mendadak tegang. 

Ketua HRD JP yakni, SH masuk ruangan EN. SH bersikap tidak etis  langsung nguncalno (melemparkan) SK pemecatan EN sebagai Wakil Direktur Iklan. SK ditandatangani Azrul Ananda. 

EN shock berat sampai menangis sesenggukan. "Saya tahu persis karena saat itu berada di ruang Pak Eddy, " ujar Eri Suharyadi, Direktur Radar Jogja. 

"Tulungono saya Mas Eri. Kalau tidak saya habis, " rengek EN seperti ditirukan Eri sobatnya yang saat itu di pemasaran. 

Pemecatan EN terjadi setelah terbongkarnya kasus besar di iklan. Kata Eri, biasanya tak jauh dari isu korupsi. 

Yang membongkar Nany Wijaya, salah satu direktur JP Holding. "Ini maling semua, " ujar Nany emosi seperti ditirukan Eri saat menyidang EN dan lainnya

Eri pun mengulurkan tangan menerima EN di pemasaran. Abdul Aziz sempat keras menolak EN karena sebelumnya terus gegeran. Tidak akur. Tapi, Aziz luluh setelah dirayu Eri. 

Saat Rs anak buah EN dibuang dari Iklan, EN sekali lagi minta tolong Eri menampung Rs di pemasaran. Eri pun dengan tangan terbuka menolong anak buah EN tadi masuk pemasaran. 

Enam bulan kemudian situasi berbalik. EN dan Rs ganti menguasai pemasaran. 

EN yang pernah ditolong Eri justru balik menthung (memukul). Eri dibuang di Iklan jitu. Abdul Aziz dilempar ke Jawa Pos Radar (JPR) 

Tak hanya dibuang di Iklan jitu. Eri dikriminalisasi, dilaporkan ke polisi. Bahkan Eri pernah disidang oleh Leak Kustiya dan EN. "Saya dihabisi dan dikasuskan. Intinya dikriminalisasi," aku Eri. Setahun Eri dieret eret. Wajib lapor polisi. Setiap  Senin dan Kamis disidik.Kantor lepas tangan. Meski di kemudian hari semua tuduhan itu tidak terbukti.Clear. "Sakit hati kalau ingat itu. " aku Eri. (Baca Wawancara Eri Suharyadi di buku 2).(BERSAMBUNG)

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda