COWASJP.COM – Delapan-belas tahun mendalami seni rupa di Belanda, membuat Fitrajaya Nusananta memiliki perspektif yang unik dalam berkarya. Pelukis kelahiran Jambi ini, menghabiskan 18 tahun waktunya untuk belajar S2 dan berkarya di Negeri Kincir Angin. Fitra adalah seorang master di bidang “Artistic Research” dari kampus seni ternama, Royal Academy of Art, The Hague - Den Haag.
Namanya kini sedang banyak dibicarakan komunitas seni rupa Indonesia. Ini berkat gagasannya menggelar pameran tunggal dengan judul “Memoir of the Old Master”. Grand opening pameran berlangsung Sabtu (8/1/2022) pukul 13.00 WIB di Kunstkring Gallery, Menteng, Jakarta Pusat. Pameran terselenggara atas kerjasama Gallery Soekarno-Hatta dan Kunstkring Gallery.
Dijumpai di sela-sela persiapan pembukaan pameran di Jakarta, Fitrajaya Nusananta mengatakan, tidak banyak seniman yang berani menghadapi karya-karya Old Master secara langsung. “Sebaliknya, saya justru merasa tertantang. Itu awal mula tercetusnya ide pameran ini,” ujarnya.
Selama di Belanda, eksplorasi karya-karya Old Master seperti menemukan kanalnya. Ia dengan mudah mendapatkan museum, gallery, serta akses terhadap karya-karya maestro tadi. Dari sana, muncul keberanian Fitra untuk mengadaptasi karya seniman Old Master yang beragam.
Sejumlah nama yang menjadi sumber inspirasi karyanya adalah: Velasquez, Leonardo Da Vinci, Fragonard, Auerbach, Dali, Picasso, Frida Kahlo, Rembrandt, Modigliani, Warhol, Basquiat, Henri Matisse, Corneille, Van Gogh, Chagali, Cezanne, Jasper Johns, Gauguin, Jean de Buffet, dan lainnya. “Saya mencoba membayangkan kembali warna, skala dan sapuan kuas dari gambar mereka ke kanvas saya sendiri,” tuturnya.
Bicara tentang perjalanan karier, spontan Fitra menjawab bahwa perjalanan berkeseniannya, utamanya dalam hal melukis, lahir dari cinta. “Saya mendalami apa yang saya lihat (lukisan) dengan emosi penuh, dengan cinta paripurna. Bagi saya, itu jauh melebihi konsep seni apa pun dalam berkarya,” kata pelukis kelahiran Jambi ini.
Dalam mengeksplorasi karya-karya Old Master tadi, ia sama sekali tidak terbebani dengan penilaian orang yang bisa saja membawanya ke ranah perbandingan. Baik membandingkannya dengan para seniman lain, atau membandingkan dengan karya para maestro yang ia sebut old master tadi.
Ditanya ihwal orisinalitas karya, Fitra menukas, tidak ada persoalan sama sekali terkait orisinalitas sebuah karya. “Semua sapuan kuas yang mengalir dari tanganku, itu akan menjadi orisinal. Sebab, setiap sentuhan pengalaman melalui tangan, sejatinya adalah pendapat saya sendiri terhadap suatu objek atau imajinasi yang saya tuang ke dalam kanvas,” dalihnya.
Fitrajaya Nusananta
Terkait hal itu, ia mengajak para apresiator seni untuk mendalami beberapa prosa yang diucapkan para kreator seni ternama, sebut saja misalnya Claude Monet dan Vincent. Kemudian Van Gogh hingga Bob Ross dan Basquiat.
“Darinya kita bisa melihat betapa luas pengetahuan mereka mulai dari eksplorasi tentang makna seni, hingga presentasi mantra motivasi mereka sendiri. Kutipan tentang seni ini membuktikan kekuatan kreatif dan potensi kata-kata,” kata Fitra, perupa yang banyak mengguratkan teks dalam karya seni lukisnya.
Baginya, eksplorasi karya para master bertujuan mengasah kepekaan estetika. Itu jauh lebih utama dibanding tujuan-tujuan lain. “Setiap master memiliki keunikan yang sangat menantang untuk dieksplorasi. Sejatinya, inilah kunci untuk mengembangkan rasa dan keahlian, atau skill melukis si artis,” tutur Fitra.
Hal lain yang bisa didapat adalah mendalami serta mempelajari bagaimana para maestro melakukan pendekatan dalam hal warna, nilai (value), dan komposisi (balance). “Saya memperhatikan dengan seksama cara seniman membuat penentuan gaya. Misalnya, Egon Schiele mendistorsikan secara ekstrim bentuk anatomi objek-objeknya dan hanya di beberapa titik kunci dia membuat keindahan artistik baru individu,” tuturnya.
Egon Schiele (12 Juni 1890 — 31 Oktober 1918) adalah seniman Austria yang terkenal karena penggambaran ekspresinya —dan seringkali eksplisit secara seksual— tentang tubuh manusia. Dia adalah artis yang sukses pada masanya. Sayang, ia meninggal pada usia yang teralu muda, 28 tahun.
Hal lain yang Fitra kemukakan terkait konsepnya berkarya dalam “Memoir of the Old Master” adalah melatih akurasi. Dalam khasanah seni, akurasi terkadang tidak lebih penting dibanding unsur lain, tetapi ia tetaplah sangat berharga. “Sebab ada beberapa bagian lukisan yang hampir mustahil untuk dieksplorasi dengan akurat, lengkap, dan melukiskannya dengan cara sama seperti yang dilakukan old master,” kata Fitra.
Last but not least, kata Fitra, melukis dengan cara eksplorasi karya-karya old master dengan menampilkan gaya sendiri, jauh lebih berharga dibanding membuat lukisan tiruan atau salinan karya old master. “Seperti apa hasilnya, silakan apresiasi pameran ‘Memoir of the Old Master’ di Kunstkring. Pameran akan berlangsung sampai akhir Januari 2022,” kata Fitrajaya Nusananta. (rr)