COWASJP.COM – Seperti main-main, Sekber Prabowo - Jokowi menuju Pilpres 2024 diumumkan, Sabtu (15/1/22). Tapi, dikomentari banyak politisi. Meski idenya nyaris sia-sia.
***
Sekber (Sekretariat Bersama) Dukungan Prabowo-Jokowi menuju Pilpres 2024, dideklarasikan lewat keterangan tertulis, Sabtu (15/1/2022). Bunyinya:
"Mendorong Prabowo Subianto calon presiden, dan Joko Widodo calon wakil presiden. Ini sebagai bagian dari Kabinet Indonesia Maju Jilid II untuk maju dalam Pemilu 2024."
Kantornya di Gambir, Jakarta Pusat. Alasannya, kepemimpinan Presiden Jokowi memajukan Indonesia. Koordinatornya, G. Gisel mengatakan:
"Beruntung sampai saat ini Indonesia belum jatuh pada jurang resesi, akibat pandemi Corona. Sedangkan banyak negara sudah resesi, termasuk negara tetangga Singapura."
Maka, roda pembangunan perlu dilanjutkan. Tapi, berdasar Pasal 7 UUD 1945 Presiden Jokowi tidak boleh lagi maju sebagai Capres. Karena sudah memimpin dua periode. Maka, dipasangkan jadi Cawapres-nya Prabowo.
Komentar paling 'senang', pasti dari partainya Prabowo, Gerindra. Sekjen Gerindra, Ahmad Muzani menganggap deklarasi itu sebagai harapan masyarakat.
Muzani kepada pers, Minggu (16/1/22) mengatakan:
"Keinginan-keinginan masyarakat, berbagai macam deklarasi. Ada yang menginginkan Prabowo-Puan, Prabowo-Muhaimin, ada juga Pak Prabowo dengan Pak Jokowi. Buat kami semuanya yang diinginkan masyarakat semua kami perhatikan. Semua kami dengar dan semua kami catat sebagai sebuah harapan."
Paling sengit dari PKS. Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera, kepada pers, Sabtu (15/1/22), mengatakan:
"Pertama, ide boleh saja. Kedua, saya tidak yakin Pak Jokowi mau. Kasihan. Publik akan menilai Pak Jokowi terkesan pencari kekuasaan."
Dilanjut: "Kita nikmati saja semua dinamika yang ada."
Komentari dari PDIP datar saja. Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto kepada wartawan, Sabtu (15/1/22) mengatakan: "Hal-hal seperti itu sangat dinamis. Jadi tidak perlu tanggapan."
Lain lagi, Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari kepada wartawan, mengatakan, dalam berkonstitusi, ada budayanya.
Feri: "Setiap yang habis periode, dalam budaya berkonstitusi Pak Jokowi tetap dipanggil presiden. Lalu, bisa dibayangkan jika kemudian menjadi calon wakil presiden."
Banyak lagi komentar. Pertanyaannya, mengapa ada Sekber itu? Apakah, karena Prabowo - Jokowi dulu berlomba, lantas kini posisinya dibalik, kemudian suara rakyat yang dulu terbelah, kini bakal bersatu?
Ataukah, tingkat kepuasan publik terhadap kepemimpinan Presiden Jokowi yang tinggi, digabung elektabilitas Prabowo yang memimpin?
Dikutip dari hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) dirilis 26 Desember 2021, menunjukkan tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo 71,7 persen.
"Mayoritas warga, 71,7 persen sangat dan atau cukup puas dengan kerja Presiden Jokowi," kata Direktur Riset SMRC, Deni Irvani, dalam konferensi pers daring, Minggu (27/12/21).
"Yang kurang dan atau tidak puas 25,3 persen. Sementara yang tidak menjawab masih ada sekitar 3 persen."
Survei dilaksanakan 8-16 Desember 2021 melalui tatap muka langsung. Jumlah responden 2.420 orang. Usia 17 ke atas. Terpilih acak (multistage random sampling) dari seluruh populasi Indonesia. Margin of error survei diperkirakan 2,2 persen.
Tingkat kepuasan publik 71,7 persen itu, naik dibanding posisi Oktober 2020 dari lembaga survei yang sama, yakni 61 persen.
Sedangkan, elektabilitas Prabowo paling top sekarang. Dikutip dari hasil riset Indopol Survey and Consulting, dirilis Minggu, 12 Desember 2021, urutan elektabilitas Capres 2024, demikian:
Prabowo 17,24 persen.
Ganjar Pranowo 17,15 persen
Anies Baswedan 13,58 persen
Agus Harimurti Yudhoyono 5,73 persen
Sandiaga Uno 5,28 persen.
Tapi, tingkat popularitas Prabowo luar biasa, 91,30 persen. Karena ia pernah nyapres.
INFOGRAFIS: Liputan6.com/ Abdillah.
Hasil riset terbaru, versi Lembaga Jaringan Survei Publik Indonesia (JSPI) dipublikasi Kamis, 13 Januari 2022, elektabilitas Prabowo justru melejit. Urutannya berubah, demikian:
Prabowo 28,3 persen
Ganjar Pranowo 15,1 persen
Anies Baswedan 13,9 persen
Ridwan Kamil 13,2 persen
Sandiaga Uno 9,8 persen
Airlangga Hartarto 9,6 persen.
Jadi, Jokowi punya tingkat kepuasan publik sangat tinggi. Prabowo punya tingkat elektabilitas tertinggi. Sehingga Sekber Prabowo-Jokowi, muncul.
Walaupun, dua hal bagus jika disatukan, belum tentu bagus. Dikutip dari penyalaan Dalang Ki Narto Sabdo: "Bakmi enak, dicampur tembakau enak. Bagaimana rasanya?"
Yang paling mengganjal, Presiden Jokowi belum tentu mau jadi Cawapres. Turun derajat. Jadi kurang penting lagi.
Suhindriyo, dalam bukunya Biografi Singkat Presiden-Presiden Amerika Serikat (Yayasan Pustaka Nusatama 1999) menyebutkan, Presiden Amerika Serikat ke-2, John Adams Jr (173 - 1826) menjabat presiden 1789 - 1801.
Sebelumnya, Adams adalah Wapres Amerika pertama, 1789 - 1797.
Pernyataan Adams yang paling mbeling se-dunia, soal jabatan Wapres, begini: "Itulah kantor paling tidak penting, yang pernah dibuat oleh manusia."
Adams berkata begitu, padahal ia menjalani sebagai Wapres AS selama delapan tahun. Kalau dianggap tidak penting, mengapa ia tidak mundur di hari pertama?
Setidaknya, itulah guyonan tentang Wapres paling kuno di dunia. Yang, jabatan itu sampai sekarang tetap diperebutkan umumnya politikus se-dunia.
Bagi Presiden Jokowi, apakah tidak mikir seumpama di-Cawapres-kan?
Tanpa mengurangi hormat saya kepada Sekber Prabowo-Jokowi, bisa jadi deklarasi mereka sebagai 'uji pasar', apakah laku atau tidak?
Seandainya laku, ya.... hayo. Andaikata tidak, ya... bubar. Dibawa enteng saja.(*)