COWASJP.COM – SEOLAH tidak pernah belajar dari pengalaman, Arteria Dahlan tersandung kasus lagi. Kali ini, anggota DPR RI dari PDIP itu jadi trending topic di berbagai plaform media sosial tanah air. Karena sedang diserang beramai-ramai oleh masyarakat suku Sunda. Akibat ucapannya yang dianggap melecehkan masyarakat di Propinsi Jawa Barat itu.
Ucapan yang oleh masyarakat suku Sunda dianggap rasis itu dia lontarkan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR RI dengan jajaran Jaksa Agung ST Burhanuddin. Di komplek parlemen Senayan, Jakarta Senin (17/01) lalu. Pada kesempatan itu, dia meminta jajaran Kejaksaan Agung bersikap profesional dalam bekerja. Dia menyinggung seorang kepala kejaksaan tinggi yang menggunakan bahasa Sunda ketika rapat kerja.
Entah dalam keadaan sadar atau tidak, dia meminta Jaksa Agung (JA) ST Burhanuddin memecat Kajati tersebut. "Ada kritik sedikit, Pak JA. Ada kajati yang dalam rapat dan dalam raker itu ngomong pakai bahasa Sunda. Ganti, Pak, itu," katanya.
BACA JUGA: Arteria Dahlan Sakiti Hati Mang Aen
Karuan saja pernyataannya itu mendapatkan reaksi dari berbagai lapisan masyarakat. Terutama di tataran Sunda. Masak iya hanya karena bicara dengan bahasa Sunda seorang Kajati harus dipecat dari jabatannya? Meskipun dia tidak menyebut nama Kajati itu, namun dari sejumlah pemberitaan yang dia maksud adalah Kajati Jabar, Asep Nana Mulyana. Yang hadir RDP bersama Jaksa Agung waktu itu.
Dan reaksi itu tidak hanya dari suku Sunda di dalam maupun luar Jawa Barat. Tapi juga dari berbagai kalangan yang menganggap pernyataan seorang anggota dewan seperti itu tidak tepat. Itu sangat berlebihan. Memperlihatkan keangkuhan seorang anggota dewan.
Karenanya sejumlah pihak bereaksi keras. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Wakil Gubernur Uu Ruzhanul Ulum bahkan ikut mengomentari persoalan itu. Kang Emil – begitu Gubernur Jabar itu akrab disapa – menyatakan, sebaiknya Anggota Komisi III DPR RI itu segera meminta maaf kepada masyarakat Jawa Barat. Agar persoalan ini tidak merembet ke mana-mana. Menurut dia, permintaan memecat Kajati Jabar itu berlebihan.
BACA JUGA: Jihad Ubeidillah Badrun​
Sejumlah pihak berusaha meredam situasi, tentu saja. Tapi masyarakat Sunda sudah terlanjur meradang. Apalagi ketika menyaksikan tanggapan Arteria sebelumnya. Yang seolah enggan minta maaf. Karena menurut dia, mereka yang tidak setuju dengan ucapannya itu bisa melaporkannya ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI. Dia keukeuh tidak merasa salah. Karena, menurut dia, memang begitu prosedurnya.
Sangat disayangkan, sikap Arteria yang cenderung angkuh itu justru menimbulkan reaksi yang kian meluas di berbagai kalangan di Jawa Barat. Sebuah baliho besar bertulisan “Arteria Dahlan Musuh Orang Sunda” dalam tempo singkat mejeng di Kota Bandung, Rabu (19/01). Tepatnya di pertigaan Jalan Diponegoro di dekat Gedung Sate. Yang merupakan kantor gubernur Jabar sangat bersejarah itu. Yakni setelah sebuah aksi unjuk rasa yang meluas berlangsung di jalan-jalan kota yang dikenal dengan Paris van Java.
Sehari kemudian, Kamis (20/01), Majelis Adat Sunda melaporkan Arteria Dahlan ke Polda Jabar, Jl. Soekarno-Hatta, Bandung. Hampir berbarengan dengan itu, kelompok yang menamakan diri Forum Peduli Bandung (FPB) bahkan memberikan tuntutan yang tidak kalah keras. Koordinator FPB Kandar Karnawan menuntut agar Arteria mendapatkan sanksi yang berat dari PDIP. "Kami meminta agar yang bersangkutan dikenai sanksi berat oleh partai. Jangan hanya sanksi peringatan saja," ucapnya.
BACA JUGA: Telur Luna Maya, Celah Hukum
Kandar mengatakan pemberian sanksi berat ini bisa menjadi salah satu pembuktian PDIP bagaimana menyelesaikan kader bermasalah. Bahkan, katanya, pemberian sanksi berat itu juga diharapkan bisa memulihkan kepercayaan publik terhadap PDIP, khususnya di Jabar. Untuk membuktikan kepada publik bahwa Partai PDIP tegas dan tidak pandang bulu terhadap kadernya yang salah.
Di samping itu, ada pula pengunjuk rasa yang menamakan diri Masyarakat Pakuan Pajajaran. Yang memberikan tuntutan lebih keras. Yaitu, agar Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDIP memecat Arteria Dahlan. Menurut mereka, sikap dan pernyataan anggota Komisi III DPR itu sudah menyinggung kehormatan masyarakat Sunda. Dan bila tidak dipecat, bukan mustahil hal ini akan terjadi lagi. Bukan hanya akan menimpa suku Sunda, tapi juga suku-suku yang lain.
Dan masih berkaitan dengan pernyataan kontroversial Arteria itu, aksi unjuk rasa dari massa gabungan sejumlah forum masyarakat di kota Subang berlangsung di depan Kantor Bupati Subang, Jum’at (21/01) siang. Aksi unjuk rasa yang berakhir ricuh itu mengakibatkan rusaknya sejumlah fasilitas di kantor bupati tersebut. Konon, masyarakat Subang tidak terima pernyataan Arteria, yang mengkritik kepala kejaksaan tinggi yang berbahasa Sunda ketika rapat kerja.
SOAL INTEGRITAS ANGGOTA DEWAN
Buntut dari pernyataan kontroversial Arteria Dahlan sejak Senin (17/01) lalu, berbagai platform media sosial dipenuhi oleh pemberitaan tentang kasus ini. Meskipun PDIP kemudian telah memanggil kadernya itu, menjatuhkan sanksi peringatan terhadapnya dan dia pun sudah menyatakan permintaan maaf kepada seluruh masyarakat Sunda, namun banyak pihak tetap menyayangkan munculnya kasus ini.
Bagaimanapun, hal ini semakin mendorong orang mempertanyakan integritas Arteria sebagai seorang anggota dewan. Apalagi sebelumnya sudah banyak kontroversi yang dia buat.
Spanduk bertuliskan: Arteria Dahlan Musuh Orang Sunda, terpasang di Jalan Tamansari, Kota Bandung, Rabu (19/1/2022). (FOTO: istimewa - republika.co.id)
Misalnya, pernyataan keberatannya terhadap sikap lima Pimpinan KPK, yang tidak memanggil anggota DPR dengan sebutan “Yang Terhormat”. Ketika rapat kerja dengan jajaran pimpinan KPK pada 11 September 2017. Pada 28 Maret 2018, Arteria juga pernah melontarkan makian kepada Kementerian Agama. Saat itu dia sempat melontarkan kata “bangsat” dalam rapat kerja Komisi III DPR. Meskipun dia minta maaf atas ucapannya itu, namun orang lantas melihat dirinya sebagai salah seorang anggota dewan yang tidak tahu sopan santun.
Lalu yang paling mengejutkan adalah sikapnya dalam diskusi Mata Najwa, 9 Oktober 2019, yang dianggap tidak beradab. Karena menyebut Prof. Dr. Emil Salim sesat dan menunjuk-nunjuk tokoh senior itu dengan cara yang tidak sopan.
Dalam polemik cat ulang pesawat RI 1, dia adu pendapat dengan kader Partai Demokrat. Lagi-lagi dia dianggap mengeluarkan pernyataan yang tidak beretika. Dirinya menuding kader Partai Demokrat itu mengalami “post colour syndrome”.
Dengan begitu banyak kontroversi dan sikap yang tidak memperlihatkan integritas yang baik, banyak pihak memandang bahwa anggota dewan yang satu ini memang angkuh. Dan orang kemudian menghubung-hubungkannya dengan pernyataan wartawan senior yang juga budayawan Hasril Chaniago. Yang dalam acara Indonesia Lawyers Club pada Selasa malam, (08/09/2020) menyebut Arteria adalah cucu dari Bachtarudin. Pendiri PKI di Ranah Minang.
Terlepas dari semua itu, tentu banyak yang berharap, Arteria mengubah sikap dan prilakunya itu. Seorang pejabat publik semestinya tidak hanya memiliki integritas intelektual yang memadai. Tapi semestinya juga punya integritas moral yang dipegang teguh.
Apalagi sebagai seorang tokoh keturunan Minang Kabau. Warga perantau yang memiliki falsafah hidup: “Dima bumi dipijak, disitu langik dijunjuang.” Ini adalah ajaran agar mematuhi adat dan budaya di tempat kita berada. Kalau kita merantau di tengah-tengah suku Sunda, kita mesti tahu apa yang patut dilakukan. Dan apa yang tidak boleh dilanggar. Begitu juga di tengah suku Jawa, Madura, Bugis dan lain-lain.
Sayang sekali Arteria sepertinya tidak memahami hal ini, sehingga telah menyinggung pusat bisulnya orang Sunda. Yang membuat mereka meradang. Sehingga ada orang Sunda yang meminta dirinya agar jangan pernah menginjakkan kaki di Tanah Pasundan. Padahal Arteria sekarang sedang menyelesaikan pendidikan S3-nya di Universitas Pajajaran (Unpad) Bandung.
Satu falsafah hidup lain yang dipegang teguh orang Minang adalah: “Alam takambang jadi guru”. Yang mengajarkan agar mengambil pelajaran dari apa yang berlaku di alam. Termasuk juga belajar dari pengalaman yang sudah-sudah. Yang sejatinya tepat sekali dengan Arteria. Karena telah berulang kali tersandung masalah, lantaran tidak pernah belajar dari kejadian-kejadian sebelumnya.
Jangan mentang-mentang karena merasa sudah jadi orang besar, lantas berbuat dan bersikap semau gue. Seperti kata pepatah Minang: “Bantuak kacang diabuih ciek” (Seperti kacang direbus satu biji). Yang melonjak-lonjak sendiri di dalam air, tanpa peduli kepada orang-orang di sekelilingnya.(*)