COWASJP.COM – Insiden Wadas jadi kritik pedas. Dari Komisi III DPR RI terhadap Polri. Karena salah paham warga soal NKRI. Lalu, 'digoreng' Rocky Gerung, menuding Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah) sibuk kampanye Capres. Apa hubungannya?
**
Rocky Gerung mengomentari insiden itu di kanal YouTube, mengatakan:
"Lho... kalau habitat rusak, artinya keseluruhan kehidupan sosial berantakan. Ini yang tidak dipahami oleh Ganjar yang sibuk kampanye untuk jadi Presiden tetapi tidak memahami etika lingkungan."
Ada apa ini? Mengapa masalah sepele, kok melebar ke politik? Bahkan menyangkut NKRI?
Konstruksi kasus. Di areal sekitar 414 hektar di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, akan ditambang batu andesit (quarry). Meliputi tujuh dusun, dihuni sekitar 500 orang.
Batu andesit dari situ, akan jadi bahan Bendungan Bener, Kabupaten Purworesjo, Jawa Tengah. Jarak antara Desa Wadas dengan calon bendungan sekitar 10 kilometer.
Bendungan Bener, Proyek Strategis Nasional (PSN). Tertuang di Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2018 tentang Percepatan Pelaksanaan PSN.
Pembangun: PT Brantas Abipraya (Persero), PT PP (Persero) Tbk, serta PT Waskita Karya (Persero) Tbk. Investasi Rp 2,06 triliun dari APBN dan APBD.
Bendungan Bener bakal setinggi 150 meter. Bakal memasok air irigasi sawah seluas 13.589 hektar di daerah eksisting dan 1.110 hektar di area baru.
Juga memasok sekitar 1.500 liter air per detik ke warga. Jadi PLTA enam megawatt (MW). Diprediksi, mereduksi banjir sekitar 8,73 juta meter kubik. Dan, jadi destinasi pariwisata.
Problem: Warga Wadas ada yang setuju lahan dibeli pemerintah. Ada juga yang tidak. Puncaknya, ricuh antara warga dengan polisi, saat pengukuran tanah, Selasa, 8 Februari 2022. Sejumlah orang ditangkap polisi.
Lantas, Anggota Komisi III DPR RI mencari fakta ke Wadas. Hasilnya diumumkan Anggota Komisi III DPR, Taufik Basar kepada pers, Jumat (11/2). Intinya begini: Salah paham. Menyangkut NKRI.
Taufik: "Ini akibat tersumbatnya dialog antara warga dengan aparat. Sehingga warga terbelah. Ada kelompok setuju. Ada kelompok yang tidak setuju."
Dilanjut: "Situasi diperparah pada 8 Februari. Ketika pengukuran lahan. Pendekatan aparat, sayangnya bukan pendekatan dialogis. Sehingga di masyarakat juga terbangun stigma NKRI."
Waktu pengukuran lahan, 66 orang ditangkap polisi. "Rincian, 64 warga Desa Wadas dan 2 pengacara LBH," kata Taufik.
Dilanjut: "Contoh, waktu kita datangi masyarakat yang setuju menjual tanah, mereka memperkenalkan diri. Mengatakan: 'kami masyarakat yang setuju, masyarakat yang NKRI'."
Anggota DPR kaget. Dilanjut: "Kita langsung luruskan. Bahwa kita semua NKRI. Baik yang setuju, atau tidak setuju. Kita NKRI semua."
Bisa disimpulkan, masyarakat menganggap, bahwa yang tidak setuju jual tanah adalah tidak NKRI. Tidak dijelaskan, mengapa bisa muncul pemahaman seperti itu? Apakah murni persepsi warga? Ataukah ada petugas berkata begitu?
Taufik: "Dari cerita itu, kita temukan bahwa dalam proses penangkapan terjadi tindak kekerasan. Ada pemukulan oleh petugas. Maka, kami minta Polda Jawa Tengah mengusut ini. Jika ada pelanggaran internal, harus ditindak."
Spanduk penolakan. (FOTO: Merdeka.com/Rizka Muallifa)
Polisi dikritik lagi. Sangat keras. Bukan karena ada tindak kekerasan. Melainkan, dianggap polisi tidak membangun dialog dengan warga.
Apa sih batu andesit, yang jadi sumber konflik?
Julia A. Jackson dalam bukunya: Andesit, Glossary of Geology Alexandria, Viriginia, American Geological Institute (1997) menyebutkan:
"Nama batu andesit berasal dari gugusan pegunungan Andes, tempat batuan ini banyak ditemukan. Nama itu pertama kali diterapkan oleh Christian Leopold von Buch pada tahun 1826"
Deskripsi batu ini terlalu teknis. Misalnya, disebut: Batu punya kurang dari 20% kuarsa dan 10% feldspathoid berdasarkan volume, dengan setidaknya 65% feldspar dalam batuan terdiri dari plagioklas.
Intinya, itu batu dari muntahan lahar gunung. Membeku selama ribuan tahun. Sangat padat. Sehingga kuat. Tahan berbagai cuaca. Batu cadas. Beda tipis dengan nama Desa Wadas.
Warnanya abu-abu terang. Agak mengkilap. Karena ada kandungan kuarsa (sekitar 20%). Sedangkan, kuarsa adalah kristal heksagonal yang terbuat dari silika. Gampangnya, kuarsa salah satu bahan produksi kaca. Juga akrilik.
Batu andesit, banyak digunakan sebagai bahan baku candi. Kuat dan indah.
Batu andesit banyak tertanam di bumi Desa Wadas. Sehingga, lahan milik warga di situ akan dibeli pemerintah. Batunya bakal diangkut menuju lokasi Bendungan Bener, di jarak sekitar 10 kilometer.
Di kasus emosional begini, apalagi tersebar luas, rawan ditunggangi. Oleh kepentingan politik. Melalui medsos, seperti dilakukan Rocky Gerung.
Sayang, Rocky gagal tafsir. Di kanal YouTube, Rocky menyatakan, penggalian lahan di Wadas untuk membuat Bendungan Bener, katanya, tidak akan berpengaruh kepada sumber air. Rocky justru menyebutkan fakta yang berlawanan.
Rocky: "Lho, itu justru isinya sumber air. Itu kawasan yang isinya sumber air. Jadi, kehidupan sudah pasti berantakan di situ kalau digali. Nah... kita sudah tidak bisa ditukar tambah. Kalau bilang nanti akan pulih, bagaimana caranya?"
Pernyataan Rocky, sepertinya Desa Wadas bakal dijadikan lokasi bendungan. Padahal, di situ hanya digali untuk diambil batunya, yang terpendam.
Tapi, bisa dimaklumi. Semangat partisipasi politik warga Indonesia sedang tumbuh pesat, sekarang. Mulai warga buta huruf sampai profesor. Suatu kemajuan dalam penggunaan hak berpendapat.
Pun kalau ada yang kepleset, gak masalah. Namanya juga pernyataan berpolitik. (*)