COWASJP.COM – HEMAT saya, Islam adalah agama yang paling concern terhadap persoalan waktu. Sebagai peringatan kepada manusia. Bahwa waktu itu ibarat air yang terus mengalir. Akan terus berlalu tanpa dapat dihambat. Sebuah kepastian yang tidak mungkin dihindari. Air yang mengalir akan terus meluncur ke muara. Tidak akan pernah berbalik kembali ke hulu. Ringkasnya, waktu yang telah berlalu tidak akan dapat dinikmati kembali.
Masa muda yang sudah berlalu tidak akan bisa dikembalikan ke masa kanak-kanak.
Itulah hukum alam yang tidak dapat dibantah. Secara lebih tepat lagi, demikianlah “sunnatullah”. Ketentuan yang telah ditetapkan Allah untuk setiap makhluq yang ada di dunia fana ini. Sebagai peringatan kepada manusia. Bahwa waktu yang mereka miliki sangat terbatas.
Di kalangan ulama besar tempo dulu, persoalan waktu juga jadi perbincangan yang penting. Sebuah pesan yang sangat terkenal dari Imam Syafi’i Rahimahullah, misalnya, berbunyi: “Al waqtu kas saif. In lam taqtha’ahu qatha’aka”. Waktu itu seperti pedang. Bila anda tidak memotongnya, maka dia akan memotong anda.
Dalam kitab suci Alquran, terdapat banyak sekali pembahasan tentang waktu. Dalam bahasa Arab, waktu disebut juga “as sa’ah”. Sebagai salah satu padanan kata dari “al waqtu”. Dalam pembicaraan bahasa Arab, orang bertanya waktu: “Kam as sa’ah?” Jam berapa. Atau, “ayyus sa’atil an?”. Pukul berapa sekarang? Tapi pemahaman waktu dalam Alquran tidak hanya itu.
Paling tidak ada tiga patokan waktu dalam Alquran. Pertama waktu yang dapat dihitung. Seperti ‘am (tahun), sanah (tahun), syahr (bulan) dan yaum (hari). Kedua, waktu yang tidak terkait dengan hitungan. Seperti sa’ah (sekejap/sesaat) dan ajal (batas waktu). Ketiga, waktu yang berkenaan dengan fenomena alam. Seperti ibkar (dinihari), gadah (besok), bukrah (pagi),dan isyraq (waktu matahari mulai terbit).
Terlepas dari itu, tentu kita tidak ingin terjebak dalam hitung-hitungan seperti di atas. Fokus tulisan ini tentunya bukan itu. Yang ingin kita ungkap tentu saja mengapa Islam memandang waktu itu begitu penting. Sehingga dalam Alquran Allah berulang kali mengucapkan sumpah dengan menggunakan waktu. Misalnya, “wal ‘ashri” (demi masa), “wadh dhuha” (demi waktu dhuha), “wal laili” (demi malam).
Apakah maksudnya?
Terus terang, tulisan ini terinspirasi dari narasi sahabat saya yang juga kakak kelas saya sewaktu sama-sama di Gontor dulu, Drs. H. Agusrizal Malinbunsu. Pendiri sekaligus pengasuh pondok pesantren modern Kampus Surau Malinbunsu (KSM). Di Nagari Rao-Rao Batusangkar, Sumatera Barat. Di sebuah grup WA, dia menulis tentang sa’ah atau waktu.
Seperti tergambar dalam surah An Nahl, dia menulis: “Wallahu akhrajakum min buthuni ummahatikum ...” Dan Allah yang mengeluarkan kamu dari perut ibumu.......... (Surah An Nahl 78). Begitulah ketetapan Allah tentang kapan kita lahir. Tahunnya, bulannya, tanggalnya, bahkan menit dan detiknya. Dan Allah juga yang membuat keputusan kapan seseorang itu akan dimasukkan ke dalam kubur. Seperti tergambar dalam surah Al A’raf 34: “wa likulli ummatin ajal. Idza ja'a ajaluhum la yasta'khiruna sa'atan wala yastaqdimun.” Setiap umat ada ajalnya. Bila ajal itu datang, mereka tidak dapat minta penundaan atau percepatan walaupun sesaat.
As Sa’ah wal Ajal
Kedua ayat di atas menegaskan betapa dahsyatnya perputaran waktu. Betapa menakjubkan rahasia pergerakan jarum jam. Allah memberikan gambaran yang begitu lugas. Tapi tidak banyak orang yang sempat memikirkannya. Bagaimana dia datang dan bagaimana dia pergi. Assa’ah atau waktu bisa jadi adalah hari yang kita lalui. Kemaren, hari ini dan besok. Seperti sesuatu yang biasa saja. Seolah tidak ada maknanya. Tapi kalau sampai pada makna ajal – karena as sa’ah wal ajal itu satu. Ajal adalah juga waktu, lebih tepatnya batas waktu – maka setiap orang akan menyadari. Bahwa waktu yang mereka miliki itu pendek. Sangat pendek bahkan.
Karena itu, Allah memberikan peringatan yang sangat banyak dalam Alquran. Seperti sudah disebutkan di atas. Misalnya, “wal ‘ashri. Innal insana lafie khusrin”. Demi masa. Sesungguhnya manusia itu dalam keadaan merugi......Kalau merujuk kepada waktu ashar, itu pendek sekali. Saatnya matahari sudah condong ke barat. Sudah menjelang malam. Kalau manusia tidak sadar bahwa waktunya sudah mendekati maghrib alias gelap malam, Allah mengingatkan, mereka rugi sekali. Tidak banyak lagi waktu untuk ibadah. Sangat kritis waktunya untuk tobat dari segala salah dan dosa.
Lalu, “wadh dhuha wallaili iza saja” demi waktu dhuha dan demi malam apabila telah sunyi....Apalagi waktu dhuha. Ketika matahari sepenggalahan naik. Artinya juga pendek. Tapi di situ Allah berikan peluang. Agar dipergunakan untuk memohon ampunan. Sekaligus untuk minta keberkahan rezki untuk kehidupan dunia. Sedangkan “wallaili”, demi malam yang gelap gulita. Saat manusia diingatkan bahwa itu waktu yang kritis. Sebentar lagi nyawa sudah sampai di kerongkongan.
Ayat-ayat di atas menggambarkan bahwa waktu itu berlangsung sangat singkat. Dengan ayat ini Allah memperingatkan betapa pentingnya waktu. Akan sangat merugi orang yang tidak memanfaatkannya dengan baik. Waktu yang sudah berlalu tidak mungkin kembali lagi. Itu adalah masa lalu yang tinggal kenangan. Sedangkan waktu yang akan datang adalah masa depan. Yang tidak seorang pun tahun kapan masing-masing orang sampai ke ujung waktunya. Hal itu sangat ajaib. Tidak bisa ditebak. Karena masalah ajal itu adalah rahasia Allah.
Menurut Imam Al Ghazali, di dunia ini tidak ada yang pasti. Kecuali mati. Karena mati itu pasti datang, walaupun tidak seorang pun tahu kapan datangnya. Sebab mati tidak mensyaratkan tua atau sakit. Hal itu adalah rahasia Allah. Hanya Allah saja yang Maha Tahu. Karena itu sangat disayangkan, kebanyakan manusia tak pernah siap untuk menghadapinya. Bahkan mereka cenderung lari darinya. “Qul innal mautal laziy tafirruna minhu fainnahu mulaqiikum.” Katakanlah, sesungguhnya kematian yang kamu lari darinya, dia akan menemuimu.....(Surah Al Jumu’ah 8).
Karena itu, Rasulullah Saw. memberikan peringatan dalam sebuah hadistnya: “Ightanim khamsan qabla khamsin. Syababaka qabla haramika, washihhataka qabla saqamika, waghinakah qabla faqrika, wafaraghaka qabla syughlika, wahayataka qabla mautika.” Jagalah lima perkara sebelum (datang) lima perkara. Mudamu sebelum masa tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum sibukmu dan hidupmu sebelum matimu." (HR Nasai dan Baihaqi). Semua terkait dengan waktu.
Menurut peribahasa Barat, time is money, waktu adalah uang. Tapi bagi umat Islam waktu adalah janji. Salah satunya adalah ajal. Atau batas waktu. Janji Allah yang pasti datang. Sehingga tak seorang pun perlu ragu, untuk siap-siap menghadapinya. Sehingga mampu meraih predikat “husnul khatimah”. Mampu menutup perputaran waktu itu dengan cara terbaik. Amien Allahumma Amien! (*)
Bandung, 12 Februari 2022.-