COWASJP.COM – Ini serunya korupsi. Mantan Bupati Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, Sri Wahyumi, dibui kedua kali. "Dia kami masukkan (lagi) ke Rutan Kelas II A Manado," kata Jubir KPK, Ali Fikri kepada pers, Jumat (11/2).
***
Apa serunya? Penjeblosan Wahyumi ke penjara, kali kedua. Dengan jeda waktu beberapa jam, setelah bebas penjara.
Lebih seru, itu seolah 'balas dendam' KPK. Terhadap koruptor yang dapat 'korting' hukuman. Meskipun, tidak ada istilah 'balas dendam' dalam hukum pidana. Dan, Ketua KPK, Firli Bahuri, sudah bertindak konstitusional. Atas nama hukum.
Tapi, boleh saja publik menafsirkan 'balas dendam'. Karena, kronologi kasusnya memang begitu.
Konstruksi kasus. Wahyumi kena OTT KPK, Selasa pagi, 30 April 2019 di Manado, Sulawesi Utara. Seketika itu juga dia diterbangkan ke Gedung KPK di Jakarta.
Saat OTT, KPK menyita sejumlah barang dan uang. Jubir KPK (waktu itu), Febri Diansyah, mengatakan, disita tas bernilai Rp 100 juta, satu jam tangan seharga Rp 200 juta, dan perhiasan berupa anting serta cincin berlian.
Tiba di Gedung KPK, Wahyumi kepada pers mengatakan: "Saya bingung. Karena barang itu tidak saya terima."
Akhirnya dia tersangka korupsi. Diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta. Terbukti, Wahyumi korupsi. Meminta dan menerima suap.
Suap terkait proses lelang proyek revitalisasi Pasar Beo dan revitalisasi Pasar Lirung di Talaud, tahun anggaran 2019. Suap dari pengusaha Bernard Hanafi Kalalo.
Fakta sidang, Wahyumi menggunakan perantara bernama Benhur Lalenoh. Agar menyampaikan kepada pengusaha Bernard, bahwa ada commitment fee sebesar 10 persen dari nilai proyek. Dan, disetujui Bernard.
Dari situ, sejumlah uang suap yang diterima Wahyumi, mengalir. Beberapa di antaranya diberikan melalui Benhur.
Mulai dari tas tangan merek Balenciaga, dibelikan Bernard di Jakarta. Diberikan ke Benhur yang kemudian disampaikan ke Wahyumi. Ada jam tangan Rolex yang juga dipesan oleh Benhur atas persetujuan Bernard untuk Sri Wahyumi.
November 2019 jaksa KPK menuntut Wahyumi tujuh tahun penjara.
2 Desember 2019, Wahyumi membacakan pleidoi. Kala itu Sri Wahyumi membantah keras telah menerima suap. Tapi, fakta sidang menyatakan, dia terbukti secara sah dan meyakinkan, menerima suap.
9 Desember 2019, pengadilan menjatuhkan hukuman 4 tahun 6 bulan penjara kepada Wahyumi. Di persidangan, dia menyatakan, menerima putusan tersebut.
Kemudian dia berubah pikiran. Tidak terima putusan hakim. Tidak naik banding. Melainkan langsung, meloncat kasasi ke Mahkamah Agung. Berdasar konstitusi, ini dibolehkan. Batas waktu upaya hukum terpidana adalah 14 hari.
25 Agustus 2020 Mahkamah Agung mengabulkan kasasi Wahyumi. Ketua majelis, Suhadi dengan anggota Eddy Army dan M Askin, memvonis hukuman Wahyumi jadi dua tahun penjara.
Suhadi sehari-hari adalah Ketua Muda Mahkamah Agung bidang Pidana.
Jubir MA, hakim agung Andi Samsan Nganro kepada pers, Jumat, 28 Agustus 2020, mengatakan:
"Kabul permohonan PK Pemohon, batal putusan judex facti, kemudian MA mengadili kembali menyatakan Pemohon PK terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a UU PTPK. Menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun dan denda sebesar Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan."
Pihak KPK pun kecewa, atas putusan Mahkamah Agung itu. Plt Jubir KPK, Ali Fikri kepada pers, Selasa, 1 September 2020, mengatakan:
"Sebab, vonis yang dijatuhkan terhadap Wahyumi, jauh di bawah ancaman pidana minimum sebagaimana diatur dalam UU Tipikor, yaitu minimum pidana penjara empat tahun."
Mahkamah Agung (MA) mengabulkan peninjauan kembali (PK) mantan Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip dari 4 tahun 6 bulan menjadi 2 tahun penjara. Atas putusan itu, KPK mengaku kecewa.
Dilanjut: "Kami khawatir, putusan tersebut menjadi preseden buruk dalam upaya pemberantasan korupsi. KPK berharap ada kesamaan visi dan semangat yang sama antar-aparat penegak hukum dalam upaya pemberantasan korupsi."
Media massa menyebut: Mahkamah Agung lagi-lagi memberi korting hukuman buat terpidana koruptor Indonesia.
Hukum pidana tidak mengenal istilah 'korting hukuman'. Tidak ada. Istilah 'korting' dimuat di media massa detikcom, dimuat Minggu, 13 Februari 2022 pukul 11.10 WIB. Berjudul: Ironi Eks Bupati Sri Wahyumi: Ditangkap Usai Bebas, Kini Dibui Lagi
Tapi, sudahlah... Hukuman dua tahun penjara dijalani Wahyumi di Lapas Klas IIA Tangerang. Dengan tenang.
29 April 2021 Sri Wahyumi bebas dari penjara. Dia pulang. Pastinya gembira.
Ternyata di hari itu juga, Wahyumi langsung dijemput paksa KPK. Ada perkara korupsi lain yang menanti Wahyumi.
Ketua KPK, Firli Bahuri kepada pers, Kamis, 29 April 2021, mengatakan:
"Betul. Saudari Sri Wahyuni Manalip dilakukan penyidikan terkait dengan perkara korupsi lainnya. Yang bersangkutan dulu tersangkut perkara korupsi berupa suap dan sudah menjalani vonis,"
Di hari itu pula KPK menjelaskan mengenai duduk perkara yang menjerat Sri Wahyumi. Sri Wahyumi diduga menerima gratifikasi Rp 9,5 miliar terkait dengan proyek infrastruktur.
Ternyata lagi, perkaranya terkait pembangunan infrastruktur di Talaud pada 2014 - 2017. Atau dengan kata lain, mundur jauh ke belakang.
Wahyumi ditahan lagi. Tampak seolah KPK 'balas dendam'. Efek korting hukuman penjara itu.
Singkat cerita, Wahyumi diadili lagi. Di Pengadilan Tipikor Manado. Akhirnya, Wahyumi dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan penjara. Terbukti dia menerima gratifikasi Rp9,3 miliar, terkait proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Kepulauan Talaud pada 2014-2017.
Selain vonis hukuman itu, Wahyumi diwajibkan membayar uang pengganti Rp 9,3 miliar. Jika tak terlunasi, seluruh harta Wahyumi akan disita negara, sebagai uang pengganti.
Jika seluruh harta Wahyumi masih tidak mencukupi (tidak sampai Rp9,3 miliar) maka masa hukuman dia otomatis ditambah dua tahun penjara lagi.
Vonis itu telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah. KPK pun mengeksekusi vonis itu dengan membawa Sri Wahyumi ke Rutan Kelas II A Manado.
Plt Jubir KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Jumat, 11 Februari 2022, mengatakan:
"Jaksa eksekutor, Dormian telah selesai melaksanakan putusan yang berkekuatan hukum tetap terhadap terpidana Sri Wahyumi Maria Manalip dengan cara memasukkan ke Rutan Kelas II A Manado untuk menjalani pidana penjara selama 4 tahun."
Saat bicara, Ali tampak gembira. Lega banget. Terbalaskan dendam yang dulu.
Eksekusi berdasarkan putusan Pengadilan Tipikor pada PN Manado Nomor: 22/Pid.Sus/TPK/2022 PN. Mnd tanggal 22 Januari 2022. Dilaksanakan 10 Februari 2022.
Uniknya, di perkara kedua ini, pekara Wahyumi langsung inkrah (berkekuatan hukum tetap). Dia tidak mengajukan kasasi lagi. Ke Mahkamah Agung.
Wartawan tidak bertanya ke Wahyumi, mengapa dia tidak kasasi, lagi? Mungkin saja dia 'sungkan'. Terhadap para hakim agung di Mahkamah Agung yang baik hatinya. (*)