COWASJP.COM – "Sulit tidur, jam 3 pagi, gue beli Tesla Rp1,5 miliar," kata Indra Kenz di video, unggah 10 Januari 2021. Maka, ia dijuluki "Crazy Rich". Akhirnya, Jumat, 25 Februari 2022 pagi, ia ditahan di Mabes Polri sebagai tersangka.
***
Unggahan beli Tesla itu membuat publik sangat kepo. Wartawan lalu menyelidiki. Ternyata ucapan Indra benar.
Ia beli (di pagi buta itu) melalui marketplace Tokopedia. Dilayani showroom Prestige Motorcars. Yang dibeli Indra, Tesla model 3 Standard Range Plus.
Indra adalah afiliator Binomo. Atau, tukang ngajak orang main Binomo. Sedangkan, Binomo ilegal karena identik judi. Indra, menyebut Binomo sebagai trading agar orang mau main. Akhirnya, banyak orang kalah, lapor polisi.
Indra dikenakan pelanggaran pasal berlapis. Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Kamis (22/2) mengatakan, "Ancaman hukuman tersangka, 20 tahun penjara."
Dilanjut: "Aset milik tersangka akan disita untuk negara." Sedangkan, aneka barang bukti sudah disita.
Brigjen Ramadhan belum merinci, aset Indra yang mana bakal disita. Masih diteliti. Indra sudah memamerkan ke publik via medsos, puluhan mobil mewah seharga paling rendah Rp1,5 miliar.
Media massa pun riuh memuat aneka mobil mewah Indra. Di saat sangat banyak orang jatuh miskin akibat pendemi, dua tahun terakhir. Yang, bagi si miskin, aset Indra tak ubahnya setitik air di padang pasir.
Mobil yang dipamerkan Indra di Youtube: Ada, Ferrari California. Bermesin V8 berkapasitas 4.297 cc. Tenaganya 490 hp dengan torsi maksimal 504 Nm.
BMW Z4 Roadster. Nomor B-17-DRA. Bertenaga 258 hp dan torsi 400 Nm.
Lamborghini Huracan 580 Spyder. Bertenaga 572 hp dan torsi 398 lb-ft. Ini harganya Rp9 miliar.
Rolls Royce Phantom Coupe. Mesin berkapasitas 6.749 cc dengan konfigurasi V12. Bertenaga 453 hp pada 5.350 rpm dengan torsi maksimal 720 Nm.
Juga, Tesla beli iseng 'tombo ngantuk' Rp1,5 miliar itu.
Indra merasa, ia harus pamer kemewahan itu, via medsos. Dengan begitu, ia sebagai afiliator Binomo, ditafsirkan memberi contoh konkrit, bahwa main Binomo bisa kaya raya begitu.
Suatu logika kriminal sederhana: Terduga penipu harus kelihatan sangat keren.
Yang bisa juga dibalik. Justru dengan mempengaruhi masyarakat main Binomo, Indra kaya raya. Walau tidak ia sebutkan, berapa fee yang ia terima sebagai afiliator.
Sebab, orang kaya yang meraih kekayaan dengan kerja keras dan legal, malah berkebalikan. Cenderung menyembunyikan kekayaan.
Doktor Sosiologi dari Harvard University, Amerika, Brooke Harrington, dalam ulasan ilmiah populer, dimuat di The Guardian, 19 Oktober 2018, bertajuk "The bad behavior of the richest: what I learned from wealth managers", menyebutkan:
Mayoritas orang kaya Amerika berusaha keras menyembunyikan kekayaannya. Sampai-sampai, mereka menyewa pakar, yang bisa mencegah publikasi pers tentang kekayaan mereka. Pastinya, mereka tidak masuk daftar orang kaya Majalah Forbes.
Itu hasil riset Dr Harrington. Alasan orang kaya 'ngumpet', beraneka ragam. Diurai dalam bukunyi: Capital without Borders: Wealth Management and the One Percent (Harvard University Press, 2016).
Tapi yang dimuat di The Guardian, antara lain, alasan menghindari pajak.
Disebutkan, banyak yang bahkan menampilkan diri mereka sebagai tunawisma (untuk menghindari pajak) meskipun sesungguhnya punya banyak tempat tinggal.
Bagi mereka, dipandang sebagai tidak memiliki tempat tinggal tetap, justru menguntungkan.
Dr Harrington mewawancarai seorang sangat kaya (identitas rahasia) yang punya delapan kewarganegaraan. Salah satunya, warga negara Thailand.
Si Kaya kepada Harrington: “Saya bukan wajib pajak di mana pun. Petugas pajak Amerika pernah mendesak saya: Tunjukkan kepada saya, tagihan listrik Anda."
Lalu si Kaya menyodorkan kertas ke petugas. Di situ tertera tulisan dalam huruf Thailand. Kertas itu memang nota pembayaran listrik. Tapi petugas pajaknya pusing oleh huruf-huruf itu.
Intinya, orang sangat kaya, menurut Dr Harrington, lebih suka dianggap sebagai tuna wisma. Sebaliknya, tuna wisma beneran (di Amerika) selalu antre di banyak gereja, agar mereka bisa tidur, hanya untuk malam itu. Besoknya antre lagi.
Tapi, ini kan soal Indra Kenz. Yang suka pamer mobil mewah. Dan, kemewahan itu bakal disita negara.
"Kemewahan yang dipamerkan, memicu kriminalitas," kata Sosiolog Top Dunia dari Harvard University, Amerika, Robert King Merton (1910 – 2003).
Itu ia cetuskan dalam Strain Theory. Induk teori kriminologi-sosiologi yang terus disempurnakan para pakar, hingga kini.
Strain Theory (Teori Ketegangan Sosial) berupaya mengungkap penyebab orang bertindak kriminal. Terutama kejahatan properti, kejahatan yang bermotif merebut harta.
Inti Strain Theory: Masyarakat menyaksikan kondisi kehidupan sosial. Yang berpengaruh pada kejiwaan masing-masing individu.
Gaya Indra Kenz. (FOTO: wartasidoarjo.piliran-rakyat.com)
Pada masyarakat glamor, penuh pamer kemewahan, menghasilkan jurang antara si kaya dengan si miskin.
Lalu, si miskin akan bermimpi, bagaimana caranya agar hidup glamor? Atau setidaknya, mendekati glamor. Paling sederhana, mimpi bisa beli barang tiruan (KW1 atau 2) yang mirip glamor itu.
Untuk mencapi itu, Strain Theory membagi dalam tiga golongan orang. Yakni:
1) Kesesuaian. Individu mengikuti tujuan sosial (glamor) melalui cara yang sah. Individu tersebut berusaha keras mencapainya. Melalui cara-cara legal.
Misal, terus sekolah. Giat belajar. Mengasah keterampilan. Meluaskan pergaulan. Hidup hemat, dan sejenisnya.
2) Penyimpangan (di teori disebut inovasi, yang dalam bahasa Indonesia tidak tepat). Individu berupaya keras, mencapai tujuan sosial. Kebetulan individu ini tidak punya kesempatan meningkatkan kualitas diri. Tapi bersikukuh mengejar.
Maka, individu ini merebut tujuan sosial dengan segala cara. Apa pun yang terjadi, harus bisa punya kehidupan seperti itu (glamor). Pastinya kriminal.
3) Ritualis. Individu tahu tujuan sosial di masyarakatnya. Menyaksikan kemewahan glamor yang dipamerkan orang sehari-hari. Tapi, individu ini tidak punya kesempatan meningkatkan kualitas diri.
Individu jenis ini, tahu diri. Ia tahu, kapasitas diri tidak mampu merebut tujuan sosial. Dan, mereka pasrah, tetap di jalur legal. Meski hidup sederhana.
Penjahatnya, berdasar Strain Theory, ada di nomor dua.
Teori ini dicetuskan Merton tahun 1938, ketika Amerika hampir pulih dari mega-krisis ekonomi. Sehingga kehidupan masyarakat Amerika bagai kuda liar, lepas dari kandang. Punya harta sedikit, dipamer-pamerkan. Sebagai kemewahan.
Strain Theory sebagai tesa. Bertahun-tahun kemudian muncul aneka teori sosiologi - kriminologi yang berpijak dari teori itu. Sebagai anti-tesa. Sampai lahir sintesa, yang otomatis menjadi tesa baru. Begitulah ilmu berkembang.
Beginilah glamornya crazy rich Indra Kenz. (FOTO: Instagram @indrakenz - detik.com)
Tersangka Indra Kenz, sudah meraih tujuan sosial, di kehidupan sosial Indonesia sekarang. Hasilnya ia pamerkan. Supaya menghasilkan lebih banyak lagi. Melalui medsos.
Apakah ia terbukti melakukan kejahatan? Semua akan dibuktikan di pengadilan, nanti.
Cuma, tindakan polisi akan menyita kemewahan aset Indra, mirip dilakukan terhadap koruptor. Pada jenis kejahatan yang disangkakan terhadap Indra. Ini jarang.
Kupersepsikan, tindakan polisi merujuk Strain Theory. Merampas kemewahan dari orang terduga bertindak kejahatan. Agar tidak dijadikan panutan penjahat.
Dengan catatan, jika Indra Kenz di pengadilan kelak, terbukti divonis bersalah. (*)