Skenario-Skenario Politik Terbaru

Prof Dr Azyumardi Azra. (FOTO: akurat.co)

COWASJP.COMSKENARIO demi skenario tampaknya akan terus dibuat. Agar Presiden Joko Widodo atau Jokowi tetap bisa mempertahankan kekuasaannya. Setelah selesai 2 periode pada 2024 mendatang. 

Karenanya, meskipun satu demi satu skenario itu dijegal aspirasi publik, lingkaran istana tampaknya tidak akan berhenti bermanuver. Paling tidak, untuk memuluskan tujuan pertama. Yaitu, menjabat sekurang-kurangnya 3 periode.

Yang cukup menarik, Presiden Jokowi sendiri sudah bersuara lantang. Saat memimpin Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, yang disiarkan di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Rabu, 6 April 2022, Mantan Walikota Solo itu menginstruksikan para menteri berhenti membahas penundaan Pemilu 2024. Termasuk, wacana perpanjangan masa jabatan presiden dan wakil presiden. 

"Jangan sampai ada lagi yang menyuarakan urusan penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden. Sudahi itu," katanya. Dan sebagian orang menduga, ini cara presiden menyentil para menteri yang terus bermanuver. Mensukseskan rencana penundaan pemilu. 

Apakah presiden Jokowi serius dengan sikapnya itu? Soalnya banyak yang kuatir. Jangan-jangan ini hanyalah sebuah pertunjukan “drama korea” baru. Supaya publik tidak lagi meributkan wacana penundaan pemilu, pertambahan masa jabatan presiden dan presiden 3 periode. Sebuah persoalan yang telah menaikkan suhu politik anak bangsa dalam beberapa bulan terakhir. Isu ini bahkan sudah mulai dihembuskan sejak 2019 silam. 

Hal ini mengingatkan publik terhadap pernyataan Presiden sebelumnya. Yang menegaskan tak setuju dengan usul masa jabatan presiden diperpanjang menjadi tiga periode. Ia pun merasa curiga pihak yang mengusulkan wacana itu justru ingin menjerumuskannya. 

"Kalau ada yang usulkan itu, ada tiga (motif) menurut saya. Ingin menampar muka saya, ingin cari muka, atau ingin menjerumuskan. Itu saja," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/12/2019).

Karuan saja publik memberikan tanggapan beragam atas pernyataan kepala negara itu. Ada yang setuju, ada yang tidak, tentu saja. Bagi mereka yang setuju, tepatnya bagi para pendukungnya, tentu hal itu dipandang sebagai ketegasan sikap Jokowi untuk patuh pada konstitusi. Bagi yang tidak setuju, tentu saja, karena berpedoman pada kenyataan bahwa omongan presiden tidak dapat dipegang.

Seperti pernah diungkapkan cendekiawan muslim Prof. Dr. Azyumardi Azra. Omongan Jokowi jangan langsung dipercaya. Karena menurut dia, kita harus belajar dari kejadian-kejadian lalu. Bahwa apa yang dijanjikan oleh Presiden Jokowi selalu berlawanan. 

"Melihat gejalanya adalah apa yang dikatakan Presiden Jokowi itu selalu berlawanan dengan apa yang dilakukan," katanya daalm sebuah diskusi daring, yang dikutip portal fin.co.id, Kamis 3 Maret 2022.

Mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu memberikan beberapa contoh. Misalnya, Jokowi janji memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kenyataannya, justru malah menyetujui RUU KPK yang banyak ditolak masyarakat. 

Begitu juga soal buruh. Jokowi janji melindungi buruh. Namun, malah menyetujui pengesahan UU Cipta Kerja, yang didemo kalangan buruh.

"Jadi enggak bisa dipegang. Jadi menurut saya jangan percaya dulu. Maka waktu itu saya menyerukan agar masyarakat sipil tetap waspada. Jangan percaya, ternyata betul," kata dia.

Bagaimanapun, upaya memperpanjang masa jabatan presiden, usul penundaan pemilu dan jabatan presiden tiga periode itu bertentangan dengan undang-undang. Soalnya masa jabatan presiden sudah diatur dalam UUD 1945 Pasal 7. Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun. Selanjutnya, dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan. Artinya, masa jabatan presiden ditetapkan maksimal dua periode.

"Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan," demikian bunyi Pasal 7 UUD 1945.

TIDAK SELESAIKAN MASALAH

Lantas dengan demikian apakah persoalan selesai? Ternyata tidak. Buktinya, Selasa (29/3/2022) lalu, muncul pernyataan sikap mendukung Jokowi 3 periode dari Asosiasi Pemerintah Desa Indonesia (APDESI). Hal itu disampaikan Ketua Umum DPP APDESI Surtawijaya saat dijumpai media. Usai acara Silaturahmi Nasional APDESI 2022 yang digelar di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (29/3/2022).

Menurut Surtawijaya, mereka sebenarnya siap deklarasi dukungan presiden Jokowi tiga periode pada kesempatan yang sama di Istora Senayan itu. Tapi karena ada yang melarang, deklarasi akan dilakukan habis lebaran nanti. 

Yang menarik bukan soal dukung mendukung itu. Sebab acara yang digelar perkumpulan para kepala desa yang belum memiliki badan hukum itu ternyata dihadiri orang-orang penting. Yang paling disorot, terutama Presiden Jokowi dan Menkomarves Luhut Binsar Panjaitan (LBP). Dan ternyata organisasi ini baru saja didirikan beberapa bulan lalu. Dan Menko Luhut ternyata adalah Ketua Dewan Pembina APDESI. Sebuah organisasi para kepala desa yang kemudian digugat oleh organisasi APDESI yang asli. Yang terdaftar di kementerian hukum dan HAM. 

Jokowi oleh APDESI diusulkan sebagai Bapak Pembangunan Desa. Dia tidak hanya sekadar hadir. Tapi ikut memberikan sambutan. Sebuah kenyataan yang tak dapat dihindari melahirkan tudingan publik. Bahwa Jokowi maupun Luhut berada di balik acara “kebulatan tekad” versi orde reformasi oleh para kepala desa itu. Sebelas dua belas dengan acara serupa yang sering diselenggarakan di era Orde Baru. 

Sebagaimana sudah dicanangkan, APDESI akan menyatakan “kebulatan tekad” deklarasi Jokowi Tiga Periode sehabis lebaran nanti. Dan kita yakin, ini bukanlah kebulatan tekad yang terakhir. Bukan mustahil akan ada lagi ormas atau paguyuban tertentu yang akan melakukan hal yang sama. Menjelang berakhirnya masa jabatan kepresidenan Jokowi pada 2024.

Skenario-skenario politik itu sudah banyak yang terbuka. Pertama, Jokowi menjabat tiga periode. Kedua, perpanjangan masa jabatan Jokowi dua atau tiga tahun mulai 2024 mendatang. Ketiga, penundaan pemilu. Dan yang perlu dicatat, ketiga skenario itu tidak hanya bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 7, tapi juga berbenturan dengan aspirasi publik.

Sesuai klaim Big Data yang dikemukakan LBP, lebih dari 110 juta warganet mendukung penundaan pemilu 2024. Tapi ketika diminta membuka Big Data itu, LBP tak menanggapi. Sehingga klaim Big Data itu dianggap tidak benar. Sebuah survey yang dilakukan Indonesia Political Opinion (IPO) justru bertolak belakang dengan klaim LBP itu. Karena menurut survey IPO, sebesar 77 persen masyarakat menolak wacana penundaan Pemilu 2024. Direktur Eksekutif IPO Dedi Kurnia Syah memberikan detail hasil surve lembaganya: Sebanyak 46 persen publik tidak setuju penundaan pemilu. Dan 31 persen sangat tidak setuju. Adapun yang setuju dan sangat setuju hanya 24 persen.

Mengherankan! Setelah menghadapi penolakan dan rintangan yang begitu rupa, upaya untuk mempertahankan dan memperpanjang jabatan Jokowi sepertinya memang belum akan berakhir. Karena bisa jadi skenario lain akan dimunculkan. Misalnya, kemungkinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengkaji amendemen UUD 1945, dengan agenda utama terkait Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Yang bukan mustahil di dalamnya akan ada agenda terselubung. Agar Jokowi tetap bisa menjabat tiga periode. Atau ditetapkan keputusan penundaan pemilu. 

Kekuatiran akan hal itu, membuat sejumlah partai meminta amandemen ditunda. Wakil Ketua MPR dari PDI Perjuangan Ahmad Basarah mendesak agar amandemen terbatas UUD tidak dilaksanakan pada periode 2019-2024 ini. Wakil Ketua MPR dari fraksi PKS Hidayat Nur Wahid (HNW) juga mengemukakan hal yang sama. “PKS mendukung pernyataan PDIP. Kami berharap usulan amendemen ini segera dihentikan, supaya lebih tenang,” ungkap politisi senior PKS itu.

Bagaimanapun, penolakan amandemen UUD baru sekadar usul. Pergerakan sejumlah pihak di parlemen tentunya patut terus dicermati. Bukankah tidak mustahil amandemen itu tetap bisa dijalankan, dengan kenyataan mayoritas partai adalah pro-pemerintah? Bila ini terjadi, rencana pengukuhan jabatan presiden tiga periode bukan mustahil jadi kenyataan. 

Dengan begitu, seperti diungkapkan pengamat politik dari Universitas Al Azhar Ujang Komarudin beberapa waktu lalu, pemilu tetap berlangsung sesuai jadwal. Tanggal 14 April 2024. Tapi akan ada skenario baru. Yaitu, Jokowi akan ikut lagi sebagai salah satu capresnya. Jika amandemen terbatas itu berhasil digolkan. Bisa jadi nanti berpasangan dengan Prabowo Subianto versus kotak kosong. Atau, dengan Puan Maharani. Jika PDIP tak mampu dilunakkan. Who knows? (*)

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda