COWASJP.COM – Rumah cepat adalah istilah untuk konsep rumah yang bisa dibangun dalam waktu singkat. Hanya beberapa jam saja sudah rampung. Siap dihuni. Bagaimana cara produksinya?
***
Rumah cepat bukan konsep baru. Saya sudah mengenal rumah cepat pada dekade 90-an. Saat masih menjadi wartawan ‘’unyu-unyu’’ di Jawa Pos. Waktu itu saya ditugaskan Pak Dahlan Iskan yang masih menjabat sebagai pemimpin redaksi untuk meliput proses pembangunan rumah cepat di sebuah ‘’pabrik rumah’’ di Surabaya.
Seribu unit rumah itu diproduksi atas pesanan Jawa Pos untuk membantu korban gempa bumi di Liwa, Lampung.
Saya sebut ‘’pabrik rumah’’ karena memang cara kerjanya tak ubahnya seperti pabrik perakitan mobil. Ada banyak bagian yang bekerja bersama-sama. Output produksi di tiap-tiap bagian itu kemudian dirakit menjadi sebuah rumah. Setiap tiga jam bisa dirakit sebuah rumah cepat.
Saat itulah saya mengenal Istilah ‘’pabrikasi rumah cepat’’.
Karena dipabrikasi, maka sebelum membuat rumah ditentukan dulu model rumahnya. Kemudian dibangun rumah model sebagai dummy. Setelah itu, setiap komponen rumah dummy tersebut ‘’dicetak’’ dalam jumlah banyak.
Hasilnya, rumah kedua, ketiga, keempat dan seterusnya memiliki ukuran dan bentuk yang presisi dengan dummy.
Beberapa tahun lalu, saya kembali mendapat penjelasan teknik pembangunan jalan tol trans Jawa yang begitu cepat dari Ir Agus Wantoro, direktur PT Waskita Beton Precast, anak perusahaan PT Wijaya Karya (Persero). Perusahaan ini spesialisasinya membuat beton precast dan menjadi produsen terbesar di Indonesia.
Joko Intarto (penulis). (FOTO: kailipost.com)
‘’Kalau tidak menggunakan konsep precast, sulit membangun proyek konstruksi dengan cepat dan presisi. Tiang-tiang jalan tol layang, badan jalan tol, dinding apartemen, bantalan rel kereta api, itu semua beton pre-cast,’’ kata Agus Wantoro, teman saya di SMP dan SMA itu.
Pengalaman membangun rumah cepat saya alami sendiri saat merakit rumah kayu untuk hadiah adik perempuan saya di Grobogan, Senin lalu. Perakitan kembali rumah kayu jati model limasan dengan ukuran 8 x 9 meter itu diselesaikan 10 tukang dalam waktu 8 jam.
Pukul 07:00 dimulai. Pukul 16:00 sudah bisa dihuni. Kecepatan perakitan itu di luar perkiraan saya. Awalnya saya memprediksi butuh waktu tiga hari.
Mengapa bisa secepat itu? Ternyata, semua bagian rumah yang dibongkar di tempat asalnya itu, kemudian dirakit menjadi blok. Ada blok tiang utama. Ada blok dinding depan. Blok jendela. Blok pintu. Blok rangka atas.
Tiba di lokasi baru, 20 Km dari lokasi awal, rumah kayu itu langsung bisa dirakit di atas pondasi yang sudah dipersiapkan lebih dulu. Turun dari truk langsung dipasang. Tidak ditumpuk lagi di gudang.
Video rekaman pembangunan rumah itu saya unggah di Facebook. Mas Arifin Purwakananta, Deputi I Baznas, merasa terkesan dengan kecepatan dan kemahiran para tukang dalam merakit rumah kayu itu. ‘’Bagaimana kalau rumah kayu seperti ini digunakan untuk huntara dalam program kesiapsiagaan bencana?’’ tanya saya.
Mas Arifin menjawab dengan jempolnya.
Saya pun menyampaikan tanggapan Mas Arifin itu kepada Ustadz Sutarman, pemilik rumah lama, yang juga seorang pengusaha rumah kayu di Grobogan.
Melalui Mas Agus, sepupu saya, Pak Sutarman mengatakan sanggup membangun rumah cepat itu. Apalagi kalau ukurannya lebih kecil dan modelnya lebih sederhana. Pasti lebih murah biayanya.
Apakah bahan baku kayunya mencukupi? Menurut Mas Agus, bahan baku kayu tidak masalah. Kawasan Grobogan, Pati, Rembang, Blora, Sragen, Karang Anyar, Ngawi, Madiun, Ponorogo, Boyolali, Klaten, hingga ke pantai Selatan adalah sentra kayu jati di Pulau Jawa.
Sebenarnya sudah banyak perusahaan yang melakukan pabrikasi rumah cepat. Tetapi memanfaatkan potensi warga desa ini perlu menjadi pemikiran. Dari kegiatan amal-sosial, rumah cepat ala Grobogan, bisa menggerakkan ekonomi pedesaan.(*)